Karya Tulis Ilmiah
Islam Di Bumi Rafflesia: Tinjauan Arkeologi Hingga Tradisi
Masuk dan menyebarnya Islam ke wilayah bahari melalui pelaut nusantara yang melakukan perdagangan ke wilayah Arab atau sebaliknya. Pernyataan ini tela
Oleh: Hurin’in AM
Masuk dan menyebarnya Islam ke wilayah bahari melalui pelaut nusantara yang melakukan perdagangan ke wilayah Arab atau sebaliknya. Pernyataan ini telah disinggung oleh sejarawan Indonesia, sebagaimana yang dinyatakan oleh Ricklefs bahwa Islam pertama kali dianut masyarakat Nusantara oleh para pedagang yang datang ke Arab atau pedagang Arab yang ikut dalam pelayaran dan menetap di Nusantara sejak awal zaman Islam. Melihat hal ini, kenyataan masyarakat Nusantara sebagai masyarakat yang terbuka dan akseptan terbukti dengan kuat.
Di sisi lain, Islam yang masuk dengan ajarannya yang ramah lebih cepat menyebar dan diterima oleh masyarakat Nusantara. Model keagamaan Islam seperti inilah yang juga mengakibatkan Islam cepat berkembang pesat ke berbagai wilayah Nusantara bahkan mencapai titik mayoritas pemeluk agama Islam.
Masuk dan berkembangnya agama Islam di Bengkulu sedikit terlambat dibandingkan dengan daerah-daerah lain di nusantara yang telah tersentuh ajaran Islam pada abad ke-7. Hal ini dapat disebabkan oleh letak geografis Bengkulu yang berada di tepi Samudera Hindia bukan berada di antara selat pulau, dengan kondisi seperti tersebut membuat pelayaran mengalami kesulitan untuk berlayar menuju Bengkulu. Persentuhan Bengkulu dengan Islam saat Bengkulu masih terbentuk dalam sistem pemerintahan berupa kerajaan-kerajaan kecil yang berada di kawasan dataran tinggi ataupun berada di wilayah pesisir provinsi Bengkulu.
Berdasarkan hasil penelitian Balai Arkeologi Palembang tahun 2001 telah ditemukan adanya beberapa situs dari masa Islam yang terkait dengan keberadaan Kerajaan Inderapura di Bengkulu Utara. Selain Inderapura dikenal juga beberapa kerajaan kecil antara lain, Kerajaan Silebar, Kerajaan Sungai Lemau, Kerajaan Sungai Hitam dan Kerajaan Muko-Muko, yang tinggalan arkeologisnya masih berhasil diidentifikasikan pada penelitian pada tahun 2007 dan 2009. Keempat kerajaan ini merupakan komunitas-komunitas di wilayah Bengkulu terbentuk melalui konfederasi dari beberapa marga yang pada umumnya bersifat genealogis.
Perkembangan sejarah dakwah di Bengkulu dapat juga di lihat dari beberapa manuskrip yang menunjukkan corak ke-lslam adalah adanya naskah yang ditulis pada ruas atau gelondong (Gelumpai) dari bambu, yang dikenal dengan tulisan Rencong Ka-Ga-Nga, atau aksara Ulu. Masyarakat turunan Pasemah khususnya masyakat yang ada di Padang Guci kabupaten Kaur menyebut tulisan Ka-Go-Nga dengan sebutan tulisan Ke-Ge-Nge, dan dari informasi yang penulis dapatkan tidak ada perbedaan antara Ka-Ga-Nga orang suku Rejang dengan tulisan Ke-Ge-Nge yang pernah ada di Padang Guci.
Di Bengkulu, salah satu peninggalan makam yang bercorak lslam terdapat pada makam Sentot Ali Basya tertulis tanggal pemakaman 17 April 1855. Menurut penuturan masyarakat, Bangunan cungkup yang ada di atas makam Sentot Alibasyah adalah bangunan baru. Hal itu menunjukan bangunan makam tersebut pada awalnya sangat sederhana, tanpa bangunan tambahan. Makam tidak ditandai dengan nisan, berbeda dengan umumnya makam-makam muslim di Nusantara.
Selain peninggalan tulisan, makam, dan artefak, masjid merupakan sebuah bukti sejarah Islam. Sehingga untuk mengkaji sejarah Islam, tidak jarang masjid menjadi tolok ukur masuk dan berkembangnya Islam di suatu daerah. Masjid sebagai sentral kegiatan ibadah dan dakwah Islam yang dapat menjadi bukti sejarah masuknya Islam di Bengkulu, namun di sayangkan sangat sedikit dapat ditemukan masjid-masjid tua yang menunjukkan indikasi bahwa masjid tersebul dibangun pada awal masuknya Islam di Bengkulu. Pada umumnya masjid yang ada di Bengkulu dibangun setelah abad ke-19.
Di Bengkulu Selatan terdapat sebuah masjid yang bernama Masjid Al Mannar yang kondisinya saat ini telah dipugar karena mengalami kerusakan berat setelah gempa tahun 2000. Menurut Burhanuddin (Ketua Panitia Pembangunan Masjid Al-Mannar) masjid Al-Manar merupakan masjid tertua di Kota Manna, karena dibangun sekitar tahun 1905 Masehi atau 1327 Hijriyah.
Masjid Al-Mannar yang berlokasi di perkampungan nelayan Pasar Bawah memiliki nilai-nilai historis, karena terkait erat dengan sejarah perkembangan Islam di Bengkulu Selatan. Di masjid tersebut, dimakamkan pula Syech Moh Amin, yang merupakan penyebar agama Islam dan pendiri masjid pertama di Bengkulu Selatan tersebut.
Selain itu peninggalan sejarah menyangkut kontak hubungan masyarakat Bengkulu dengan agama Islam yang masih dapat dilihat sampai sekarang adanya perayaan ritual Tabut yang dilaksanakan untuk memperingati kematian cucu Nabi Muhammad S.A.W. Hasan dan Husein. Tradisi berkabung yang dibawa dari negara asalnya tersebut mengalami asimilasi dan akulturasi dengan budaya setempat, dan kemudian diwariskan dan dilembagakan menjadi apa yang kemudian dikenal dengan sebutan upacara Tabot.
Upacara Tabot yang ada di Bengkulu mengandung dua aspek ritual dan non-ritual. Aspek ritual hanya boleh dilakukan oleh Keluarga Tabot dan dipimpin oleh dukun Tabot atau orang kepercayaan saja yang memiliki ketentuan khusus dan norma-norma yang harus ditaati. Ritual tabot di Bengkulu dikelompokkan dalam dua jenis. Pertama, Tabot sebagai ritus yang berarti merupakan keseluruhan rangkaian kegiatan ritual yang dilaksanakan mulai malam tanggal 1 sampai 10 tiap bulan Muharram.
Sebagai ritus, ritual Tabot dipimpin oleh seorang anggota keluarga Tabot yang menguasai secara detail ritual ini dan yang dianggap memiliki kemampuan spiritual untuk melaksanakan ritual tersebut. Kedua, Tabot lebih bersifat fisik. Tabot dalam pengertian ini dipahami sebagai suatu ornamen berbentuk candi atau rumah yang mempunyai satu atau lebih puncak dengan ukuran yang berbeda-beda dibuat dari bahan-bahan tertentu dan dikhususkan untuk ritual Tabot.
Dari tradisi tabot ini bisa di ambil kesimpulan bahwa pola hubungan antara Islam dan tradisi tabot bisa dikatakan saling melengkapi sehingga dianggap sebagai implementasi nyata dari semangat “Tradisi lokal yang bercorak Islami dan Islam yang bercorak lokal. Pada sisi lain, tidak semua nilai-nilai tradisi yang turun-temurun pada masyarakat sejalan dengan kehidupan beragama. Nilai-nilai budaya dan adat istiadat tersebut jika dilihat dari kacamata islam akan kita dapati sebagian dari praktek budaya yang bertentangan dengan prinsip-prinsip kebenaran. Dipihak lain juga sebagai ritual ibadah maupun praktek sosial yang dibenarkan oleh syariat islam. Keterkaitan antara Islam dengan Upacara Tabot di Bengkulu yakni dengan adanya upacara Tabot di Bengkulu penyebaran agama Islam mudah disampaikan. Upacara Tabot menjadi media dakwah Islam di kota Bengkulu.
