Pembunuhan Brigadir Yosua
Briptu FDA Mantan Anak Buah Ferdi Sambo Ikut Terseret Kasus Brigadir J, Kini Dihukum Demosi 1 Tahun
Briptu Firman Dwi Ariyanto (FDA) telah melanggar etik di dalam rangkaian kasus kematian Brigadir Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
TRIBUNBENGKULU.COM - Briptu Firman Dwi Ariyanto (FDA) dinyatakan telah melanggar etik di dalam rangkaian kasus kematian Brigadir Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Hal itu diputuskan komisi Sidang Kode Etik dan Profesi Polri (KKEP) yang dipimpin Kombes Pol Rahmat Pamudji.
Selain itu, ada pula anggota sidang etik Kombes Pol Satyus Ginting, Kombes Pol Fitra Andrias dan Kombes Arnaini.
"Perangkat sidang KKEP memutuskan sanksi kepada Brigadir FDA berupa sanksi etika yaitu perilaku pelanggar dinyatakan perbuatan tercela," kata Juru Bicara Divisi Humas Polri Kombes Ade Yahya dalam konfrensi pers virtual, Kamis (15/9/2022).
Adapun sidang KKEP Briptu Firman Ariyanto digelar pada Rabu 14 September 2022 lalu.
Sidang pun berlangsung selama 6 jam 45 menit di Ruang Sidang Gedung TNCC Lantai 1 Mabes Polri.
Baca juga: Bharada Sadam Sopir Ferdy Sambo Selain Kuat Maruf Ikut Jalani Sidang Etik, Sosok Baru Apa Perannya?
Dalam sidang itu, kata Ade, Briptu Firman dihukum berupa demosi selama satu tahun.
Selain itu, dia juga diminta meminta maaf secara lisan dan tertulis di depan pimpinan sidang dan pimpinan Polri.
"Kewajiban pelanggar untuk meminta maaf secara lisan didepan tim KKEP dan secara tertulis kepada pimpinan Polri dan pihak yang dirugikan. Kemudian sanksi administratif yaitu sanksi bersifat demosi selama satu tahun," jelasnya.
Baca juga: Kini Brigadir FF Ikut Terseret Kasus Brigadir J, FF Lakukan ini dan Dijatuhi Sanksi Demosi 2 Tahun
Adapun pasal yang dilanggar adalah pasal 5 ayat 1 huruf b dan atau pasal 5 ayat 1 huruf c peraturan kepolisian RI nomor 7 tahun 2022 tentang kode etik profesi dan komisi kode etik Polri.
Namun, tidak dijelaskan secara rinci pelanggaran Briptu Firman.
Atas putusan itu, Briptu Firman tidak mengajukan banding kepada komisi sidang KKEP.
Dia memilih menerima dan menjalankan putusan sidang tersebut.
Baca juga: Kesaksian Baru Bripka RR,Putri Candrawathi Tak Menangis di Magelang Malah Cari Keberadaan Brigadir J
Diberitakan sebelumnya, Sidang kode etik dan profesi Polri (KEPP) terhadap anggota Polri yang terkait kasus Brigadir Yosua Hutabarat alias Brigadir J kembali digelar.
Kali ini, giliran Briptu Firman Dwi Ariyanto yang kini disidang etik.
Briptu Firman Dwi merupakan eks Banum Urtu Roprovos Divpropam Polri. Dia kini telah dimutasi menjadi BA Yanma Polri seusai kasus tersebut.
"Hari ini juga ada agenda sidang KKEP terduga pelanggar Briptu FDA akan dilaksanakan pada hari ini Rabu, 14 September 2022 pada pukul 13.00 WIB di ruang sidang Div Propam Polri gedung TNCC lantai 1 Mabes Polri," kata Juru Bicara Divisi Humas Polri Kombes Ade Yahya kepada wartawan, Rabu (14/9/2022).
Rencananya, sidang KKEP bakal dipimpin Kombes Pol Rahmat Pamudji, Kombes Pol Satyus Ginting, Kombes Pol Fitra Andrias dan Kombes Arnaini selaku anggota.
Menurut Yahya, pihaknya juga bakal menghadirkan 4 orang sebagai saksi dalam sidang etik tersebut.
Dua orang di antaranya merupakan Brigadir Frillyan Fitri Rosadi alias Brigadir FF dan Bharada Sadam alias Bharada S.
"Saksi-saksi yang akan dilakukan pemeriksaan dalam sidang tersebut yaitu sebanyak 4 orang. Kompol SMD, Ipda DDC, Brigadir FF, dan Bharada S," ungkapnya.
Lebih lanjut, Yahya menuturkan Briptu Firman diduga tidak professional dalam menjalankan tugas.
Namun, dia masih enggan merinci terkait detil pelanggaran Briptu Firman.
"Wujud perbuatannya ketidakprofesionalannya dalam melaksanakan tugas. Jadi nanti bisa diupdate untuk informasi berikutnya," pungkasnya.
PPTAK Akui Ada Aliran Dana
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi (PPATK) mengakui adanya pemindahan dana yang cukup besar pascaterbunuhnya Brigadir Pol Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Humas PPATK Natsir Kongah mengkonformasi soal kejanggalan adanya transaksi keluar dengan angka cukup besar dari rekening Brigadir J setelah peristiwa pembunuhan.
“Ya tergambar di situ, kalau kita melakukan transaksi itu kan tergambar dia, kapan waktunya detiknya sampai ininya juga tergambar jelas di sana,” ucap Natsir saat ditanya presenter Sapa Indonesia Pagi Thimoty Marbun .
PPATK tidak bisa memberikan informasi lebih detail perihal transaksi tersebut karena hal tersebut hanya boleh disampaikan kepada penyidik dan bukan konsumsi publik.
“Karena kita punya keterikatan dengan undang-undang Keterbukaan Informasi Publik, sekalipun banyak yang bisa kami sampaikan karena informasi yang kami lakukan itu adalah informasi yang bersifat intelijen,” ucap Natsir.
"Dan juga karena keterbatasan dari kewenangan fungsi PPATK sendiri yang diatur oleh undang-undang nomor 8 tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang," ungkapnya.
Thimoty kembali bertanya kepada Natsir perihal gambaran adanya pemindahan dana Rp 300 juta dari rekening Brigadir J seperti yang mengemuka di publik apakah PPATK dapat mengetahui asal usul sumber dana tersebut.
“Ya dari konsep tadi itu tergambar itu," kata Natsir.
Natsir pun menjelaskan apa saja yang menjadi bagian dari transaksi keuangan mencurigakan.
Menurutnya transaksi keuangan mencurigakan adalah transaksi keuangan yang menyimpang dari profile, karakteristik, atau pola transaksi dari pengguna jasa yang bersangkutan.
"Kemudian transaksi keuangan mencurigakan itu adalah transaksi keuangan oleh pengguna jasa yang patut diduga dilakukan dengan tujuan untuk menghindari pelaporan transaksi yang bersangkutan yang wajib dilakukan oleh pihak pelapor sesuai dengan ketentuan undang-undang,'' jelasnya.
Pihak pelapor seperti penyedia jasa keuangan, penyedia barang dan jasa, dan profesi itu, wajib menyampaikan laporan transaksi keuangan mencurigakan.
Tak hanya, pelaporan juga harus dilakukan untuk transaksi tunai di atas Rp500 juta.
"Pada poin ini yang transaksi yang patut diduga untuk tujuan menghindari pelaporan itu, agar tidak dilaporkan sebagai transaksi keuangan tunai di atas Rp500 juta per hari, biasanya pelaku menghindari pelaporan tadi dia setor dibawah itu Rp100 juta misalnya. Nah ini wajib disampaikan sebagai laporan transaksi keuangan mencurigakan,'' ujar Natsir.
Natsir menambahkan pelaporan juga dilakukan pada transaksi keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan menggunakan harta kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana.
''Ini yang dimaksud dengan transaksi keuangan mencurigakan, jadi dari laporan transaksi keuangan mencurigakan yang disampaikan oleh pihak pelapor tadi, PPATK lakukan analisis, lakukan pemeriksaan hasilnya disampaikan kepada penyidik, penyidik lah yang menindaklanjuti dari laporan hasil analisis yang disampaikan oleh PPATK," kata Natsir.