Kawal Putusan MK

15 Artis Posting Peringatan Darurat Garuda Biru di Media Sosial, Ada Refal Hady Hingga Kunto Aji

Daftar artis turut posting peringatan darurat Garuda Biru, ajak peduli Pilkada.

Editor: Yuni Astuti
IG Refal Hady dan Kunto Aji
15 Artis Posting Peringatan Darurat Garuda Biru di Media Sosial, Ada Refal Hady Hingga Kunto Aji 

TRIBUNBENGKULU.COM - Daftar artis turut posting peringatan darurat Garuda Biru, ajak peduli Pilkada.

Ditesurui TribunBengkulu.com ada 14 artis yang memposting Peringatan Darurat Garuda Biru melalui akun instagram pribadi mereka.

Viral peringatan darurat garuda biru di media sosial. Ini merupakan ajakan masyarakat untuk mengawal jalannya Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024.

Simbol Garuda yang ada di peringatan darurat dianggap menjadi representasi dari keresahan publik terhadap potensi ancaman demokrasi, keadilan, dan kebebasan di Indonesia.

Peringatan darurat garuda biru masuk dalam daftar trending topik di X. Beberapa artis membagikan foto dengan latar biru tersebut dengan pesan mereka masing-masing.

Adapun 14 Artis yang turut posting Peringatan Darurat Garuda Biru diantaranya:

  1. Arie Kriting
  2. Abdurrahim Arsyad
  3. Abdel Achrian
  4. Kunto Aji
  5. Kristo Immanuel
  6. Joshua Suherman
  7. Refal Hady
  8. Wanda Hamidah
  9. Raditya Dika
  10. Joko Anwar
  11. Fiersa Besari
  12. Fedi Nuril
  13. Pandji Pragiwaksono
  14. Ernest Prakasa
  15. Angga Dwimas Sasongko

Baca juga: Siapa Pembuat Video Peringatan Darurat? Ternyata Jejaknya Berasal dari 2 Tahun Lalu

Makna Peringatan Darurat Gambar Garuda Warna Biru

Apa arti gambar garuda berlatar warna biru yang tengah viral di media sosial?

Sejak Rabu sore (21/8/2024), netizen Indonesia ramai membagikan gambar garuda berlatar warna biru di media sosial, baik Twitter hingga Instagram.

Gambar tersebut disandingkan dengan tagar #KawalPutusanMK yang menduduki Trending Topic X Indonesia.

Ini adalah bentuk protes warganet terhadap pemerintah.

Gambar garuda biru itu mulanya dibagikan akun kolaborasi @narasinewsroom, @najwashihab, @matanajwa, dan @narasi.tv di Instagram.

Gambar itu hanya memampang gambar garuda dengan latar warna biru dongker.

Di atasnya tertulis 'Peringatan Darurat'.

'Peringatan Darurat' itu merujuk pada ajakan untuk sama-sama mengawal jalannya Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024.

Bermula dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa (20/8/2024) lalu bahwa partai politik (parpol) tidak perlu memiliki kursi di DPRD untuk mengajukan calon kepala daerah.

Sehari kemudian, Rabu (21/8/2024), DPR memutuskan akan menggelar rapat dalam membahas revisi Undang-undang (UU) Pilkada.

Beberapa pihak merasa revisi UU Pilkada dilakukan untuk menganulir putusan MK.

Gambar dan video "Peringatan darurat" tersebut disebut dengan analog horor yang bentuknya menggunakan tayangan televisi era 1980 dan 1990-an.

Video ini biasa disebut "Emergency Alert System" (EAS) yang digunakan di luar negeri, seperti Jepang.

Siaran EAS dipakai untuk peringatan darurat terjadinya bencana alam, seperti gempa atau tsunami yang akan terjadi.

Meluas

Gerakan "Peringatan Darurat" di platform "X" meluas setelah sejumlah seniman dan musisi yang turut menaruh perhatian terhadap suhu politik di Tanah Air.

Mulai dari komedian Pandji Pragiwaksono hingga musisi Fiersa Besari turut mengunggah gambar "Peringatan Darurat" tersebut.

Bahkan, gerakan ini juga turut direspons komunitas pencinta sepak bola Tanah Air, seperti Komunitas Brajamusti Gadjah Mada, suporter PSIM Yogyakarta, salah satunya.

Dalam unggahan gambar "Peringatan Darurat", Brajamusti Gadjah Mada turut membubuhkan keprihatinannya terhadap kondisi perpolitikan Indonesia.

"Peringatan darurat ini mungkin bukan kapasitas kami yang cuma komunitas pecinta klub sepak bola ini untuk bicara terlalu banyak. Tapi ini adalah hak dan bentuk tanggung jawab kami sebagai Warga Negara Indonesia untuk tidak diam saja saat situasi seperti ini," demikian tulis @Brajagama_.

Ketika ditelusuri oleh, ternyata video peringatan darurat berlatar belakang biru itu dibuat 2 tahun lalu.
Ketika ditelusuri oleh, ternyata video peringatan darurat berlatar belakang biru itu dibuat 2 tahun lalu. (TribunBengkulu.com/Ist)

Polemik Aturan Pilkada 

Sebagaimana diketahui, ambang batas pencalonan gubernur Jakarta dipastikan turun drastis setelah MK memutuskan mengubah ambang batas pencalonan kepala daerah melalui Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024.

Awalnya, permohonan ini diajukan oleh Partai Buruh dan Gelora.

Keputusan hasil sidang ini memberikan harapan baru dalam pencalonan gubernur Jakarta, yang sebelumnya menuai polemik karena "borong tiket" oleh Koalisi Indonesia Maju (KIM).

Dengan perubahan ini, maka lebih banyak partai politik dapat mengusung calon gubernur dengan modal suara yang lebih rendah.

Hal ini tentu membuka peluang bagi tokoh-tokoh baru dalam kontestasi Pilkada DKI Jakarta.

Namun, baru sehari pasca-putusan, DPR dan pemerintah langsung menggelar rapat untuk membahas Revisi Undang-Undang Pilkada.

Pakar Ikut Berkomentar

Feri Amsari, Pakar Hukum Tata Negara pun ikut berkomentar soal polemik aturan pencalonan kepala daerah.

Menurut Feri, putusan Badan Legislasi (Baleg) DPR yang mengubah putusan MK terkait ambang batas pencalonan di Pilkada ini sama saja memperlihatkan DPR telah melawan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

"Tentu saja melawan, karena jelas di dalam putusan Nomor 60 dan 70 mengenai syarat dan Partai yang dapat mengajukan calon kepala daerah dan syarat usia calon kepala daerah semua diubah oleh DPR dan pemerintah," kata Feri, dilansir dari Tribunnews.com, Kamis (22/8/2024).

Feri menilai, putusan Baleg tersebut merupakan akal-akalan DPR yang terganggu terhadap putusan MK.

"Jadi ini sebenarnya akal-akalan DPR, karena memang permainan politik mereka."

"Landscape mereka terganggu dengan putusan MK yang sangat luar biasa memperbaiki keadaan ini," jelas Feri.

Feri kemudian membandingan sikap anggota DPR di putusan MK terdahulu dengan saat ini.

"Dulu mereka mengatakan harus patuh putusan MK di dalam perubahan syarat usia calon presiden dan calon wakil presiden."

"Mereka tidak menyinggung bahwa ini adalah upaya untuk merongrong dewan dan segala macamnya," ujar Feri.

Namun sekarang, kata Feri, sikap DPR berbanding terbalik.

"Mereka merasa terganggu kepentingan politiknya sehingga keluarlah jurus asal trobos, merusak berbagai sistem."

"Dan ini kerusakan ketatanegaraan yang begitu besar dan tampak di depan mata," kata Feri.

 

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved