OJK Lindungi Konsumen dari Cengkeraman Aktivitas Keuangan Ilegal

Hingga 30 September 2024, OJK mencatat ada 2.076 kasus pinjaman online ilegal, 35 kasus investasi bodong, dan 53 kasus social engineering.

Editor: Yunike Karolina
Dewi Lisa Putri/TribunBengkulu.com
Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Sumatera Selatan dan Bangka Belitung, Arifin Susanto, dalam kegiatan OJK Journalist Class Angkatan 9 yang diselenggarakan OJK Institute yang berlangsung di The ALTS Hotel Palembang dari tanggal 14 - 15 Oktober 2024. 

Laporan TribunBengkulu.com, Dewi Lisa Putri

TRIBUNBENGKULU.COM - Mentari pagi menyinari Kota Palembang, Sumatera Selatan. Di sebuah aula hotel, tempat berlangsungnya Journalist Class, Arifin Susanto, Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Sumatera Selatan dan Bangka Belitung, berdiri tegap memaparkan perkembangan sektor jasa keuangan di wilayah Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel).

Namun, saat sampai pada slide yang membahas aktivitas keuangan ilegal, raut wajahnya berubah, memperlihatkan keprihatinan yang mendalam.

Arifin yang telah lama bekerja di OJK, menyadari betul aktivitas keuangan ilegal seperti pinjaman online ilegal, investasi bodong, dan hingga modus kejahatan yang dikenal dengan istilah "social engineering" masih menjadi ancaman serius.

Tidak hanya di Sumatera Selatan dan Bangka Belitung saja, tetapi telah meluas ke wilayah Sumbagsel.

Data terakhir yang diterima dari timnya membuat Arifin merasa prihatin. Hingga 30 September 2024, OJK mencatat ada 2.076 kasus pinjaman online ilegal, 35 kasus investasi bodong, dan 53 kasus social engineering.

"Totalnya ada lebih dari 2 ribu kasus aktivitas keuangan ilegal, itu tersebar di beberapa wilayah di Sumbagsel meliputi Provinsi Bengkulu, Jambi, Kepulauan Bangka Belitung, Lampung, dan Sumatera Selatan," ungkap Arifin di hadapan puluhan jurnalis, Senin (14/10/2024).

Pernyataan yang disampaikan Arifin merupakan fakta. Bahkan belum lama ini, beberapa korban pinjaman online ilegal di Sumbagsel muncul dengan cerita-cerita yang memilukan.

Salah satu di antaranya adalah seorang ibu rumah tangga yang datang ke kantor OJK dengan wajah pucat dan mata sembab.

Suaranya bergetar ketika ia mulai bercerita. Dengan isak yang tertahan, ia menjelaskan bagaimana awalnya ia tergoda oleh tawaran pinjaman online yang terlihat begitu menggiurkan.

Tanpa banyak berpikir, ia langsung mengajukan pinjaman melalui aplikasi yang baru saja dikenalnya, tak menyadari jebakan yang telah dipasang rapi di balik janji manis yang diberikan. Hasilnya, kehidupan yang ia jalani kini terasa seperti mimpi buruk.

Kisah memilukan dari para korban pinjaman online ilegal tersebut hingga tahun 2024 ini masih terjadi di wilayah Sumbagsel. Seolah tak ada habisnya.

Dari data yang diterima, 17,73 persen permasalahan pinjaman online ilegal karena tanpa persetujuan. Tak hanya itu, 21,99 persen permasalahan lainnya terkait pinjaman online yang sama sekali tidak memiliki legalitas di sektor jasa keuangan, beroperasi di luar kendali hukum.

Paling mengerikan adalah 60,24 persen bermasalah dengan tindakan perilaku petugas penagihan. Mereka menebarkan teror, mengintimidasi korban dengan cara-cara yang tidak manusiawi.

"Korbannya itu karena mengajukan tanpa persetujuan, mengajukan di aplikasi yang tidak memiliki legalitas di sektor jasa keuangan, dan yang terbanyak mendapatkan permasalahan teror dari penagih utang yang tidak hanya menciptakan ketakutan, tetapi juga merusak martabat mereka," ujar Arifin.

Arifin melanjutkan pemaparannya, dengan suara tegas, ia menjelaskan delapan kalangan masyarakat yang rentan terjebak pinjaman online ilegal.

Dari data yang dimilikinya, sebanyak 42 persen korbannya adalah guru, setelah itu 21 persen merupakan korban pemutusan hubungan kerja, diikuti oleh 17 persen ibu rumah tangga yang berjuang memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Tidak hanya itu, 9 persen dari mereka adalah karyawan, 4 persen pedagang kecil, dan 3 persen pelajar yang belum memahami konsekuensi dari utang. Bahkan, tukang pangkas rambut dan ojek online juga terlibat, masing-masing dua persen dan satu persen.

"Penyebab mereka terjebak oleh pinjaman ini karena untuk membayar hutang, latar belakang ekonomi, hingga tekanan untuk memenuhi gaya hidup yang tak sepadan dengan kemampuan mereka," tambahnya.

Tidak hanya pinjaman online ilegal, Investasi ilegal juga tak kalah mengkhawatirkan. Arifin mencermati laporan tentang tren investasi yang tidak sah.

 Dari 35 kasus yang teridentifikasi di Sumbagsel pada tahun 2024 ini, separuhnya atau 50 persen, berakar pada lembaga-lembaga yang tidak memiliki legalitas keuangan yang sah.

Sisanya, 47,06 persen, berkaitan dengan fraud eksternal meliputi penipuan, pembobolan rekening, hingga skimming, yang telah menghancurkan hidup ribuan orang di wilayah ini.

"Meski tidak banyak kasus dibandingkan pinjaman online ilegal, tapi investasi ilegal perlu diwaspadai karena sejak tahun 2013 hingga 2023 total kerugian masyarakat akibat kejahatan ini mencapai Rp 139,67 triliun," tutur Arifin.

Tak hanya pinjaman online dan investasi ilegal, ancaman social engineering juga semakin meluas. OJK mencatat ada sebanyak 53 kasus di Sumbagsel, dan angka ini kemungkinan hanya puncak gunung es.

 Arifin memahami, kejahatan ini jauh lebih berbahaya karena memanfaatkan kelemahan manusia, bukan teknologi.

Para pelaku beraksi dengan menyamar sebagai pihak berwenang, menggali informasi pribadi, dan memanipulasi korban untuk memberikan akses ke rekening mereka. 

"Social engineering juga patut diwaspadai, karena ini juga salah satu aktivitas keuangan ilegal yang masih terjadi hingga hari ini," ujar Arifin.

Selain itu, demi melindungi konsumen, OJK juga telah meminta perbankan memblokir sekitar 8.000 rekening yang terindikasi praktik judi online hingga September 2024. Bahkan jumlah tersebut bertambah dari periode pelaporan sebelumnya sekitar 6.000 rekening.

"Tidak hanya modus kejahatan social engineering, OJK juga melindungi masyarakat dari bahaya judi online dengan memblokir 8 ribu rekening terkait perjudian, termasuk rekening penampungan judi yang tersebar di berbagai bank," beber Arifin.

Dalam kesempatan itu, Arifin selalu mengingatkan pentingnya literasi keuangan di kalangan masyarakat. Namun, ia tahu betul bahwa pertempuran ini bukanlah hal yang mudah.

Setiap hari, muncul modus-modus baru yang membuat masyarakat semakin rentan. Di balik semua kasus ini, ada ratusan, bahkan ribuan orang yang hidupnya telah hancur.

Akan tetapi, ia percaya bahwa dengan kerja keras, dukungan pemerintah, dan kerjasama dengan berbagai pihak, OJK bisa melindungi lebih banyak konsumen dari cengkeraman kejahatan keuangan ini.

"Kami percaya dengan kerja keras, dukungan pemerintah, dan kerjasama dengan berbagai pihak, OJK bisa melindungi lebih banyak konsumen dari cengkeraman kejahatan aktivitas keuangan ilegal ini," kata Arifin.

Selain itu, untuk terhindar dari pinjaman online ilegal, Arifin memberikan kiat-kiat khusus. Pertama-tama, pastikan meminjam dari fintech peer-to-peer lending yang sudah terdaftar di OJK.

Ini penting untuk menjamin keamanan dan kepastian hukum. Selain itu, pinjaman harus disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan, serta digunakan untuk kepentingan yang produktif.

"Jangan lupa juga sebelum meminjam pahami secara jelas manfaat, biaya, bunga, jangka waktu, denda, dan risikonya sebelum mengajukan pinjaman, agar tidak terjerat masalah keuangan di kemudian hari," jelas Arifin.

Arifin juga mengingatkan agar tidak mudah tergiur dengan tawaran investasi yang menjanjikan imbal hasil tinggi. Pastikan dulu dengan prinsip 2L, Legal dan Logis.

Legal berarti bahwa produk investasi tersebut memiliki status perizinan yang jelas, baik dari segi badan hukum maupun produknya. Sementara Logis berarti imbal hasil yang ditawarkan masih masuk akal dan disertai dengan risiko yang transparan.

"Semoga dengan pesan ini bisa menyadarkan masyarakat agar lebih berhati-hati dan bijak dalam mengelola keuangan mereka," tuturnya.

Terakhir, Arifin juga memberikan beberapa tips agar terhindar dari kejahatan social engineering, di antaranya tidak memberikan data atau informasi pribadi dari akun keuangan, seperti PIN, OTP atau password kepada pihak manapun, serta menggunakan password dan PIN yang tidak mudah ditebak.

"Selain itu, tidak mengklik link sembarangan, apalagi dari pihak yang tidak dikenal serta mengganti PIN dan password akun keuangan secara berkala," ingat Arifin.

Di tengah maraknya aktivitas keuangan ilegal, Tri Herdianto, Direktur selaku Plh Kepala Departemen Pelindungan Konsumen mengaku, OJK melalui Satgas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (PASTI) telah mengambil langkah tegas.

Bahkan sejak 2017 hingga September 2024, OJK telah menghentikan 21.058 entitas ilegal, terdiri dari 1.942 investasi ilegal, 18.865 pinjaman online ilegal, dan 251 gadai ilegal.

Selain itu, OJK mendorong setiap individu untuk melaporkan aktivitas keuangan ilegal melalui saluran komunikasi yang disediakan melalui nomor telepon 157, WA 081157157157, email: konsumen@ojk.go.id atau email: satgaspasti@ojk.go.id.

"Kami telah memberantas ribuan aktivitas keuangan ilegal, bagi masyarakat yang menemukan aktivitas keuangan ilegal lainnya dapat melaporkannya melalui saluran komunikasi yang telah kami sediakan," ungkap Tri.

Selain tindakan itu, lanjut Tri, OJK juga gencar melaksanakan program edukasi dan literasi keuangan demi menciptakan masyarakat yang lebih cerdas dalam mengelola keuangan. Sejak awal tahun hingga September 2024, OJK telah melaksanakan 3.141 kegiatan edukasi yang menjangkau 4,35 juta peserta secara nasional.

Selain itu, OJK juga gencar melakukan seminar, publikasi konten di media sosial, pembelajaran mandiri melalui learning management system edukasi keuangan, maupun pembentukan duta literasi keuangan

"Melalui kegiatan itu, OJK berharap masyarakat dapat mengenali produk jasa keuangan sehingga menjauhi tawaran investasi dan pinjaman online ilegal yang merugikan serta terhindar dari 
ancaman social engineering," ujar Tri.

Baca juga: Journalist Class Angkatan 9 untuk Wartawan se Sumbagsel, Perkuat Sinergi OJK dengan Media

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved