Penjelasan BRIN soal Tsunami Hantam Jakarta dalam 2 Jam Setelah Megathrust Selat Sunda

Saat tsunami terjadi, ketinggian gelombang diperkirakan mencapai 20 meter di pesisir selatan Jawa dan 15 meter di Selat Sunda dan bisa hantam Jakarta.

Kompas
Menurut simulasi yang telah dilakukan BRIN bersama tim peneliti dari berbagai institusi, jika tsunami terjadi, ketinggian gelombang diperkirakan dapat mencapai 20 meter di pesisir selatan Jawa, 3–15 meter di Selat Sunda, dan sekitar 1,8 meter di pesisir utara Jakarta. 

Sedangkan untuk daerah perkotaan seperti Jakarta, yang memiliki kepadatan penduduk tinggi dan sedimen tanah yang rentan mengamplifikasi goncangan, upaya mitigasi gempa juga mencakup retrofitting atau penguatan struktur bangunan. 

“Retrofitting sangat penting, terutama untuk bangunan di kawasan padat penduduk, karena goncangan kuat berpotensi menyebabkan kerusakan masif dan korban jiwa,” tambahnya.

Sedangkan untuk kawasan industri seperti Cilegon, potensi gempa juga dikhawatirkan dapat memicu kebakaran akibat kebocoran bahan bakar atau bahan kimia di pabrik-pabrik besar. 

Hal ini menjadi salah satu secondary hazard yang perlu diantisipasi melalui penerapan standar keamanan yang ketat.

Rahma menambahkan, melalui penelitian paleotsunami, BRIN menemukan bahwa gempa megathrust di selatan Jawa memiliki periode ulang sekitar 400–600 tahun. 

Dengan kejadian terakhir diperkirakan pada 1699, energi yang tersimpan saat ini telah mencapai titik kritis. 

“Bencana seperti tsunami Aceh mengajarkan kita bahwa kesiapsiagaan dan mitigasi bencana adalah kunci untuk menyelamatkan nyawa,” tegas peneliti BRIN.

Sebagai upaya mitigasi kebencanaan, BRIN terus bekerja sama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), BMKG, dan institusi terkait lainnya untuk memperkuat sistem peringatan dini tsunami, khususnya di Selat Sunda dan wilayah selatan Jawa. 

“Salah satu upaya yang dilakukan adalah pemasangan sensor deteksi perubahan muka air laut di kawasan rawan tsunami,” imbuhnya.

Menurut Rahma, peringatan 20 tahun tsunami Aceh menjadi momentum untuk meningkatkan kesadaran akan potensi bencana serupa di masa depan. 

Dengan dukungan riset dan teknologi, BRIN berharap mitigasi bencana dapat dilakukan lebih sistematis dan efektif. 

“Kita tidak bisa memprediksi kapan gempa akan terjadi, tetapi kita dapat mempersiapkan diri. Adaptasi, edukasi, dan kolaborasi adalah kunci untuk mengurangi risiko bencana,” pungkas Rahma.

Dengan langkah-langkah mitigasi yang komprehensif, diharapkan Indonesia siap menghadapi potensi gempa megathrust dan tsunami di masa mendatang, serta meminimalkan dampak kerusakan dan kerugian yang ditimbulkan.

Penelitian Megathrust Selat Sunda Minim

Sebelumnya, peneliti BRIN Profesor Danny Hilam Natawidjaja mengungkapkan bahwa penelitian soal Megathrust Selat Sunda masih minim Danny mengungkapkan, data dan penelitian di Indonesia yang berkaitan dengan Megathrust Selat Sunda masih sangat sedikit. 

Ia menyebut BRIN belum bisa memastikan seberapa sering wilayah di sekitar Megathrust Selat Sunda dilanda gempa, kapan gempa megathrust kali terakhir terjadi, dan kapan gempa besar akibat Megathrust Selat Sunda akan terjadi. 

Halaman 2 dari 4
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved