Pelantikan Kepala Daerah 2025

2 Walikota Terpilih di Provinsi Lampung Tak Dilantik Presiden Prabowo Pada 6 Februari 2025

Dua Walikota dan Wakil Walikota terpilih di Provinsi Lampung tak dilantik Presiden Prabowo Subianto pada 6 Februari 2025 di Istana Negara, Jakarta.

Humas Mahkamah Konstitusi
Pelantikan Kepala Daerah Terpilih - MK meregistrasi sebanyak 309 perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah (PHP Kada) 2024,Jumat (3/1/2025). Dua Walikota dan Wakil Walikota terpilih di Provinsi Lampung tak dilantik Presiden Prabowo Subianto pada 6 Februari 2025 di Istana Negara, Jakarta. 

TRIBUNBENGKULU.COM - Dua Walikota dan Wakil Walikota terpilih di Provinsi Lampung tak dilantik Presiden Prabowo Subianto pada 6 Februari 2025 di Istana Negara, Jakarta.

Kedua kepala daerah terpilih tersebut yakni, Walikota dan Wakil Walikota terpilih Kota Bandar Lampung, Eva Dwiana dan Deddy Amarullah Yacub.

Kemudian Walikota dan Wakil Walikota terpilih Kota Metro, Bambang Iman Santoso dan Rafieq Adi Pradana.

Sebelumnya, Presiden Prabowo diketahui akan menggelar pelantikan serentak kepala daerah terpilih dari seluruh daerah di Indonesia.

Hal itu berdasarkan hasil Rapat Dengar Pendapat DPR RI, Komisi II DPR RI, Menteri Dalam Negeri, KPU, Bawaslu dan DKPP telah menyetujui jadwal pelantikan kepala daerah pada 6 Februari 2025, pada Rabu (22/1/2025). 

Namun, keputusan tersebut akhirnya dibatalkan dan jadwal pelantikannya akan menunggu putusan dismissal untuk 310 sengketa hasil Pilkada 2024.

Di Provinsi Lampung, ada 5 kepala daerah terpilih yang masih bersengketa di Mahkamah Konstitusi (MK).


Berikut 5 Kepala Daerah Terpilih di Provinsi Lampung yang masih bersengketa di MK

1. Kabupaten Mesuji: Elfianah-Yugi Wicaksono

2. Kabupaten Pesawaran: Aries Darma Putra-Supriyanto

3. Kabupaten Pesisir Barat: Septi Heri Agusnaeni-Ade Abdul Rochim

4. Kabupaten Pringsewu: Riyanto Pamungkas-Umi Laila

5. Kabupaten Tulang Bawang: Qudrotul Ikhwan BY-Hankam Hasan

Daftar Kepala Daerah terpilih di Provinsi Lampung pada Pilkada 2025

1. Pemenang Gubernur Lampung Pilkada 2024: Mirzani Djausal-Jihan Nurlela

2. Kota Bandar Lampung: Eva Dwiana-Deddy Amarullah Yacub

3. Kota Metro: Bambang Iman Santoso-Rafieq Adi Pradana

4. Kabupaten Lampung Barat: Parosil Mabsus-Mad Hasnurin

5. Kabupaten Lampung Selatan: Radityo Egi Pratama-M Syaiful Anwar

6. Kabupaten Lampung Tengah: Ardito Wijaya-I Komang Koheri

7. Kabupaten Lampung Timur: Ela Siti Nuryamah-Azwar Hadi

8. Kabupaten lampung Utara: Hamartoni Ahadis- Romli

9. Kabupaten Mesuji: Elfianah-Yugi Wicaksono

10. Kabupaten Pesawaran: Aries Darma Putra-Supriyanto

11. Kabupaten Pesisir Barat: Septi Heri Agusnaeni-Ade 
Abdul Rochim

12. Kabupaten Pringsewu: Riyanto Pamungkas-Umi Laila

13. Kabupaten Tanggamus: Moh Saleh Asnawi-Agus Suranto

14. Kabupaten Tulang Bawang: Qudrotul Ikhwan BY-Hankam Hasan

15. Kabupaten Tulang Bawang Barat: Novriwan Jaya-Nadirsyah

16. Kabupaten Way Kanan: Resmen kadapi-Cik Raden

Sengketa Pilkada di Provinsi Lampung di Mahkamah Konstitusi

Komisi Pemilihan Umum (KPU) Lampung mengungkapkan bahwa terdapat lima pemohon yang menggugat hasil Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 ke Mahkamah Konstitusi (MK). 

Ketua Divisi Hukum dan Pengawasan KPU Lampung, Hermansyah, menyatakan bahwa kelima pemohon tersebut berasal dari lima kabupaten di Provinsi Lampung

Kelima kabupaten yang dimaksud adalah Pesawaran, Mesuji, Pesisir Barat, Tulang Bawang, dan Way Kanan.

Namun, Hermansyah menambahkan bahwa nama-nama pemohon tersebut belum dapat dipublikasikan karena masih dalam proses registrasi. 

"Nama pemohon masih belum terdaftar dengan jelas, apakah dari paslon atau hanya dari timses," jelas Hermansyah kepada wartawan di kantor KPU, Jumat (6/12/2024).

Lebih lanjut, Hermansyah menjelaskan bahwa KPU Lampung sedang melakukan koordinasi internal terkait teknis dan materi yang mungkin muncul dalam gugatan ini. 

Beberapa aspek yang menjadi perhatian antara lain rekapitulasi hasil, administrasi calon, kampanye, serta keterlibatan aparatur sipil negara (ASN). 

"Kami akan mempersiapkan semua materi yang harus dijawab, baik itu terkait dengan Daftar Pemilih Tetap (DPT), pemberitahuan, maupun isu-isu lain yang muncul di lapangan," ungkapnya.

Hermansyah juga menambahkan bahwa MK memiliki kewenangan untuk menerima atau menolak permohonan berdasarkan berbagai pertimbangan, termasuk mekanisme, prosedur, dan tahapan yang dianggap penting. 

"Selisih suara yang menjadi dasar gugatan umumnya tidak lebih dari satu atau dua persen, meskipun MK sering kali mempertimbangkan materi yang lebih luas, bukan sekadar angka," tutupnya.

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved