TRIBUNBENGKULU.COM - Kubu Ferdy Sambo dan Putri Candrawthi mengahadirkan seorang doktor ahli hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) sebagai ahli meringankan.
Sosok dan profil Dr. Mahrus Ali sangat tegas dalam menjawab setiap pertanyaan-pertanyan dan lengkap dengan literatur rujukannnya.
Saat menjelaskan juga tampak bersemangat, bahkan penjelasannya tampak membuat kubu jaksa sampai meangguk-angguk.
Seperti diketahui kedua kubu baik dari Jaksa Penuntut Umum maupun kubu terdakwa sama-sama punya hak untuk menghadirkan ahli persidangan.
Keterangan ahli digunakan sebagai pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara.
Ahli mana yang dianggap benar keterangannya oleh hakim? Tentu itu tergantung dari majelis hakim.
Berikut profil dari Dr Mahrus Ali yang kami cuplik dari berbagai sumber.
Nama lengkapnya adalah Mahrus Ali yang lahir pada 14 Februari 1982. Artinya Dr Mahrus baru berusia 40 tahun.
Baca juga: Reaksi Jaksa Sugeng yang Garang Malah Tersenyum Dengar Keterangan Saksi Ahli Meringankan dari Sambo
Saat ini jabatannnya di Universitas Islam Indonesia UII adalah Ketua Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum UII Periode 2022 hingga 2026.
Dia adalah penguji eksternal dosen S1 S2 S3 FH UII, dia juga penguji eksternal program doktor FH UGM.
Bidang keahliand ari Dr Mahrus Ali adalah hukum pidana, hukum pidana lingkungan, hukum pidana khusus, kebijakan hukum pidana dan beberapa keahlian lainnya di bidang hukum.
Di situs law.uii.ac.id dituliskan Dr Mahrus Ali menamatkan S1 dan S2 di UII sementara gelar dokternya di Universitas Diponegoro.
Beliau bekerja sebagai dosen tetap Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII) sejak tahun 2009.
Tercatat di situs tersebut paling tidak sudah ada 16 jurnal yang sudah ditulis oleh Dr Mahrus, sementara ada 10 buku yang sudah ditulisnya.
Dalam persidangan Dr Mahrus sempat mengaku dia anak kampung dan sungguh suatu kebanggan bisa bersaksi memberikan keetrangan sebagai ahli di depan hakim.
Dr Mahrus dalam menyampaikan kesaksiannya setiap menjawab pertanyaan selalu lebih dulu mengatakan “izin yang mulia.”
Meski menjawab pertanyaan dari pengacara atau jaksa tampak jelas Dr Mahrus berusaha menjawab pertanyaan itu untuk ditujukan pada hakim.
Sesuai dengan tujuan dari keterangan ahli di persidangan yakni sebagai bahan pertimbang untuk hakim.
Reaksi Jaksa Sugeng yang Garang Malah Tersenyum
Reaksi Jaksa Sugeng yang Garang malah tersenyum saat mendengarkan keterangan saksi Ahli meringankan dari Ferdy Sambo Cs.
Kubu Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi sudah mulai menghadirkan ahli meringankan di persidangan.
Hari ini Kamis 22 Desember 2022 Kubu Ferdy Sambo menghadirkan ahli hukum pidana Dr Mahrus Ali.
Meski mendengarkan ahli yang meringankan dari kubu lawannnya, Jaksa Sugeng yang terkenal garang malah tampak tersenyum dan mengangguk-angguk saat mendengarkan kesaksian dari Dr Mahrus Ali yang berapi-api.
Saat itu Dr Mahrus sedang menjawab pertanyaan dari pengacara terdakwa.
Reaksi Hakim Wahyu Hakim Wahyu Iman Santosa
Kubu Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi sudah mulai menghadirkan ahli meringankan di persidangan.
Hari ini Kamis 22 Desember 2022 Kubu Ferdy Sambo menghadirkan ahli hukum pidana Dr Mahrus Ali.
Seperti diketahui kedua kubu baik dari Jaksa Penuntut Umum maupun kubu terdakwa sama-sama punya hak untuk menghadirkan ahli persidangan.
Keterangan ahli digunakan sebagai pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara.
Ahli mana yang dianggap benar keterangannya oleh hakim? Tentu itu tergantung dari majelis hakim.
Reaksi dari ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santosa saat mendengarkan keterangan Dr Mahrus Ali, ahli yang meringankan dari kubu terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawati.
Diketahui, Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir Yoshua menjadi korban pembunuhan berencana yang diotaki Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022 lalu.
Brigadir Yoshua tewas setelah dieksekusi di rumah dinas Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Pembunuhan itu terjadi diyakini setelah Putri Candrawathi bercerita kepada Ferdy Sambo karena terjadi pelecehan seksual di Magelang.
Ferdy Sambo saat itu merasa marah dan menyusun strategi untuk menghabisi nyawa dari Yoshua.
Dalam perkara ini Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR, Kuwat Maruf dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada didakwa melakukan pembunuhan berencana.
Kelima terdakwa didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.
Tak hanya dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J, khusus untuk Ferdy Sambo juga turut dijerat dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice bersama Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Irfan Widianto, Arif Rahman Arifin, dan Baiquni Wibowo.
Para terdakwa disebut merusak atau menghilangkan barang bukti termasuk rekaman CCTV Komplek Polri, Duren Tiga.
Dalam dugaan kasus obstruction of justice tersebut mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.