Laporan Reporter TribunBengkulu.com, Jiafni Rismawarni
TRIBUNBENGKULU.COM, BENGKULU - Jabatan Agustinus Dani Dadang Sumantri, M.Pd., sebagai Kepala Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) 2 Rejang Lebong resmi dicopot oleh Gubernur Bengkulu, Helmi Hasan.
Keputusan ini tertuang dalam Surat Keputusan Gubernur Bengkulu Nomor SK.593 Tahun 2025, yang ditandatangani pada 16 Juni 2025.
Pemberhentian tersebut dilakukan karena adanya temuan dugaan pelanggaran disiplin berat, khususnya terkait pemotongan Dana Bantuan Pendidikan Program Indonesia Pintar (PIP) Tahun Ajaran 2024/2025.
Dugaan pelanggaran ini tertuang dalam Nota Dinas Inspektorat Daerah Provinsi Bengkulu dan diperkuat oleh telaah staf dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Bengkulu.
Agustinus kini dikembalikan ke tugas fungsional sebagai guru di bawah naungan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Bengkulu.
“Kita sudah menonaktifkan Kepala SMKN 2 Rejang Lebong terhitung sejak kemarin. Dan sudah ditetapkan, di-SK-kan untuk pelaksana tugasnya. Untuk SK pemberhentian nanti, Kadis Dikbud yang akan menyerahkan,” kata Pj Sekda Provinsi Bengkulu, Herwan Antoni, Kamis (19/6/2025).
Dimintai Uang Rp 7 Juta hingga Gaji Honorer Tak Dibayar
Seblumnya, melalui sebuah petisi yang ditandatangani pada 17 April 2025, para guru menyatakan sikap tegas: menolak gaya kepemimpinan kepala sekolah yang dinilai arogan dan sewenang-wenang.
Kebijakan kepala sekolah juga dianggap menciderai marwah pendidikan dan menyalahgunakan jabatan.
Petisi itu ditujukan langsung kepada Gubernur Bengkulu, dengan permintaan agar Agustinus Dani DS dicopot dari jabatannya sebagai Kepala SMKN 2 Rejang Lebong.
Salah satu poin yang mencuat dalam isi petisi adalah dugaan permintaan uang kepada guru-guru PPPK lulusan tahun 2023.
Ada empat nama yang disebut dalam laporan tersebut, yakni Irmawati, Hamida Mulyana, Agil Prisdi Ribowo, dan M. Apriliansyah.
Mereka mengungkap bahwa diduga dimintai uang sebesar Rp 7 juta oleh Kepala Sekolah Agustinus Dani DS dan Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan, Efni Dianti, dengan alasan sebagai biaya penempatan di SMKN 2 Rejang Lebong.
Guru-guru yang menandatangani petisi menilai bahwa praktik semacam ini mencederai semangat pendidikan dan merusak iklim kerja di sekolah.
Salah satu perwakilan guru, Alexander Leo Permadi, menyampaikan bahwa hak guru harus diperjuangkan sebagaimana kewajiban mereka telah dijalankan.
Ia menyoroti bahwa masih banyak guru yang belum menerima gaji, terutama dari kalangan GTT dan PTT, serta keluhan lainnya dari guru PPPK.
"Saya tidak ada maksud untuk melawan pimpinan, namun faktanya kepala sekolah kita ini tidak layak, ada beberapa hal yang dilanggarnya," jelas Alex.
Ia mengatakan bahwa kebijakan yang diambil kepala sekolah sangat tidak masuk akal dan terkesan semaunya sendiri.
Jika ada yang tidak mengikuti perintah, maka akan dijauhi, ditekan, atau bahkan dipersulit dalam berbagai urusan.
"Kebijakannya sangat tidak masuk akal, ini adalah keresahan kami selama ini," tutup Alex.
Kepala Sekolah Buka Suara
Kepala SMKN 2 Rejang Lebong, Bengkulu, Agustinus Dani, akhirnya angkat bicara terkait petisi penolakan yang dilayangkan oleh puluhan guru di sekolahnya.
Ia menegaskan bahwa setiap kebijakan yang diambil memiliki alasan yang jelas dan membantah tudingan bertindak semena-mena.
Agustinus secara tegas menolak seluruh isi petisi yang saat ini tengah ramai diperbincangkan.
Menurutnya, semua poin yang tercantum dalam petisi tersebut tidak berdasar.
“Saya kaget saat pertama kali tahu ada petisi ini. Tapi setelah saya baca poin-poinnya, saya nyatakan semuanya tidak benar,” jelas Agustinus.
Salah satu poin dalam petisi menuding adanya pemotongan dana Program Indonesia Pintar (PIP).
Menanggapi hal ini, Agustinus menyatakan bahwa pemotongan tersebut dilakukan karena siswa yang bersangkutan masih memiliki tunggakan kewajiban di sekolah.
“Ada yang belum lunas seragam, uang komite, dan kewajiban lainnya. Jadi pemotongan itu ada alasannya, bukan asal-asalan,” tegasnya.
Ia juga menambahkan bahwa saat proses pencairan PIP berlangsung, dirinya sedang mengikuti pelatihan di Bandung.
Polemik lain yang turut disorot dalam petisi adalah soal gaji guru honorer.
Agustinus menjelaskan, tidak semua guru bisa langsung menerima honor dari sekolah karena terbentur masalah legalitas.
“Ada yang SK-nya dari provinsi, ada juga yang belum terdaftar di Dapodik dan belum punya NUPTK. Jadi secara aturan, sekolah tidak bisa membayarkan honor mereka,” paparnya.
Pihak sekolah, lanjut Agustinus, sudah berkoordinasi dengan Cabang Dinas (Cabdin) untuk mencari solusi, namun hingga kini belum ada kejelasan dari instansi terkait.
Terkait tudingan soal utang fotokopi kepada pihak ketiga, Agustinus menyatakan hal tersebut bukan menjadi tanggung jawabnya.
“Waktu serah terima jabatan, saya tidak menemukan adanya utang tersebut. Dan sejak saya jadi Kepsek, saya bahkan tidak lagi memakai jasa fotokopi itu,” ujarnya.
Jika pun ada tagihan selama masa jabatannya, Agustinus meminta agar pihak yang bersangkutan menunjukkan bukti resmi seperti nota atau kwitansi.
Namun hingga kini, belum ada pengajuan ke bendahara sekolah.
Ia menambahkan bahwa pihaknya akan menggelar pertemuan dengan para guru yang membuat petisi untuk mencari solusi bersama.
“Kami agendakan duduk bersama minggu ini. Semua akan dibicarakan baik-baik,” ucapnya.
Agustinus juga menegaskan bahwa dirinya terbuka terhadap kritik selama disertai bukti yang kuat.
Bahkan, ia menyatakan kesiapannya mundur jika dianggap tidak layak memimpin sekolah.
“Jabatan itu amanah. Kalau memang dianggap gagal, saya siap mengundurkan diri. Tapi selama ini saya sudah berupaya membangun sekolah,” tutupnya.
Kejari Ikut Soroti
Sementara itu, Kepala Kejari Rejang Lebong, Fransisco Tarigan, menyampaikan bahwa pihaknya telah mengetahui adanya petisi yang diajukan oleh puluhan guru SMKN 2 Rejang Lebong.
Petisi tersebut memuat 20 poin keberatan terhadap gaya kepemimpinan kepala sekolah.
Di dalamnya tercantum sejumlah dugaan pelanggaran, mulai dari pemotongan dana bantuan pendidikan, pemerasan, intimidasi terhadap guru, hingga tidak dibayarkannya gaji tenaga honorer dan pelatih ekstrakurikuler.
Menanggapi hal ini, Fransisco mengatakan pihak kejaksaan belum dapat mengambil langkah hukum karena masih menunggu laporan resmi.
"Berdasarkan pemantauan kami, permasalahan ini sedang ditangani oleh Inspektorat Provinsi Bengkulu melalui APIP," kata Kajari.
Ia menambahkan, saat ini kejaksaan masih bersikap menunggu sambil terus memantau perkembangan kasus tersebut.
Jika nantinya ada laporan masuk, pihaknya akan mengkaji dan menindaklanjuti berdasarkan hasil pemeriksaan APIP.
"Kami akan kaji dan lihat perkembangannya. Kami belum bisa menyimpulkan, namun memang jika ada temuan ya kita tindak nantinya," tegasnya.
Petisi Guru
Sebelumnya diberitakan, puluhan guru di SMKN 2 Rejang Lebong secara kompak menuntut Kepala Sekolah mereka, Agustinus Dani DS, untuk mundur dari jabatannya.
Tuntutan ini disampaikan secara resmi melalui sebuah petisi yang ditandatangani oleh para guru.
Petisi tersebut, yang belakangan ramai diperbincangkan di media sosial, ternyata telah dibuat sejak sekitar satu bulan lalu. Isinya merupakan bentuk protes terhadap gaya kepemimpinan kepala sekolah yang dianggap bermasalah.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, sebanyak 37 guru dari total sekitar 50 guru dan tenaga kependidikan di sekolah itu ikut menandatangani petisi.
Para penandatangan berasal dari berbagai status kepegawaian, termasuk ASN, honorer, dan guru tidak tetap (GTT).
Salah satu guru yang ikut menandatangani, Alex, mengatakan bahwa langkah ini diambil karena tidak ada lagi ruang komunikasi yang sehat antara guru dan pimpinan sekolah.
"Kami sudah cukup lama menahan kondisi ini, tapi tidak ada perubahan. Maka dari itu, kami sepakat membuat petisi agar Kepala Sekolah mundur," ungkap Alex saat dikonfirmasi.
Menurut Alex, petisi tersebut memuat 20 poin keberatan yang mencakup dugaan pelanggaran dan gaya kepemimpinan otoriter.
Di antaranya adalah dugaan pemotongan dana bantuan pendidikan, pemerasan, intimidasi terhadap guru, serta tidak dibayarkannya gaji sejumlah tenaga honorer dan pelatih ekstrakurikuler.
Tidak hanya berhenti pada penyampaian internal, petisi itu juga telah resmi dilayangkan kepada Gubernur Bengkulu, Helmi Hasan.
Para guru berharap, akan ada tindak lanjut dan keputusan tegas dari pemerintah provinsi.
"Surat sudah kami serahkan langsung ke Gubernur. Kami berharap ada evaluasi dan tindakan, agar suasana pendidikan di SMKN 2 Rejang Lebong bisa kembali kondusif," lanjutnya.
Berikut adalah sejumlah poin keberatan yang tercantum dalam petisi:
- Kepemimpinan yang arogan dan intervensi terhadap bawahan
- Pemotongan dana Program Indonesia Pintar (PIP)
- Baju praktik yang tidak sesuai standar
- Dugaan korupsi dana Praktik Kerja
- Dugaan korupsi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS)
- Dugaan utang kepada pihak ketiga atas nama sekolah yang tidak dibayarkan
- Intimidasi terhadap bawahan
- Pemutihan gaji honorer
- Gaji honorer tidak dibayarkan, dan tenaga honorer diminta mengundurkan diri
- Pengancaman dan pemerasan terhadap guru PPPK
- Peminjaman uang pribadi dari sejumlah guru ASN, guru honorer, dan staf TU, mengatasnamakan sekolah, dengan nilai mencapai puluhan juta
- Perlakuan tidak adil terhadap bawahan
- Merendahkan martabat pendidik dan tenaga kependidikan
- Memaksa PTT untuk berjaga malam dan merumput di lingkungan sekolah atas perintah kepala sekolah
- Pengancaman profesi guru (diberikan 0 jam mengajar bahkan sampai dirumahkan)
- Manipulasi tanggal terbit SK kerja tenaga honorer
- Pemutusan jaringan WiFi dengan alasan tidak sanggup membayar, sehingga jurusan TKJ tidak bisa praktik
- Honorer yang mengundurkan diri secara terpaksa tidak dibayarkan gajinya selama bekerja di SMKN 2 Rejang Lebong
- Tidak dibayarkannya gaji pelatih ekstrakurikuler internal