TRIBUNBENGKULU.COM - TNI Angkatan Darat mengungkap penyebab di balik kekerasan yang menewaskan Prada Lucky Chepril Saputra Namo di Nusa Tenggara Timur.
Prada Lucky Namo (23), prajurit Yonif TP 834/Wakanga Mere, Nagekeo, Nusa Tenggara Timur, menghembuskan napas terakhir di IGD RSUD Aeramo pada Rabu (6/8/2025) sekitar pukul 11.23 Wita.
Ia meninggal setelah menjalani perawatan intensif selama empat hari, diduga akibat penganiayaan oleh seniornya.
Kondisi tubuhnya saat itu penuh luka sayatan dan lebam, bahkan terlihat seperti ada sundutan rokok.
Kematian Prada Lucky menyita perhatian publik, terutama karena dugaan kuat bahwa ia menjadi korban kekerasan di satuan tempatnya bertugas.
Pada Rabu siang, jenazahnya diterbangkan dari Ende menuju Kupang.
“Pukul 12.45 WITA almarhum sampai di Kupang,” kata sumber internal yang dikutip Pos-Kupang.com.
Setibanya di Kupang, jenazah langsung dibawa ke RS Bhayangkara untuk proses autopsi guna memastikan penyebab kematian.
Namun berdasarkan informasi dari dokter yang merawat Prada Lucky, bahwa ginjal dan paru-paru hingga hancur akibat penganiayaan sehingga membutuhkan tiga kantong darah.
Sebelum meninggal, Prada Lucky juga sempat bercerita pernah dipukul senior meski sedang sakit.
Cerita tersebut pernah disampaikannya kepada ibu dan kakaknya.
Tidak hanya itu, Prada Lucky juga menceritakannya kepada dokter yang menanganinya.
Akibat penganiayaan itu berdampak pada kondisi kesehatan Prada Lucky Namo.
Prada Lucky Namo kemudian masuk ruang ICU RSUD Aeramo, Nagekeo hingga kemudian meninggal dunia.
Kasus ini kemudian menjadi perhatian luas hingga viral di media sosial.
Terbaru, 20 orang senior Prada Lucky telah ditetapkan sebagai tersangka penganiayaan.
Penetapan tersangka tersebut diumumkan langsung oleh Pangdam IX Udayana Jenderal TNI Piek Budyakto.
Tindakan Sadis 20 Senior
Kepala Dinas Penerangan AD, Brigjen TNI Wahyu Yudhayana, menyatakan penganiayaan oleh 20 senior bermula dari kegiatan pembinaan prajurit.
Meski dimaksudkan sebagai bagian dari pembinaan, aksi ini berujung tragis hingga menelan korban jiwa, dan TNI AD menegaskan tidak memberikan toleransi terhadap kekerasan semacam ini.
“Motif, saya sudah sampaikan semuanya atas dasar pembinaan," kata Kadispenad ditemui di Gedung Mabes AD, Jakarta, Senin (11/8/2025).
"Jadi pada kesempatan ini saya menyampaikan bahwa kegiatan ini terjadi semuanya pada dasarnya pelaksanaan pembinaan kepada prajurit," lanjutnya.
Namun, disayangkan, proses pembinaan tersebut memakan korban jiwa yaitu Prada Lucky.
Wahyu menjelaskan, pembinaan tersebut dilakukan kepada beberapa personel, termasuk korban, dalam rentang waktu berbeda.
Proses ini melibatkan sejumlah prajurit, sehingga penyidik perlu waktu untuk mengusut peran masing-masing tersangka.
“Tentu kita perlu mendalami beberapa hal yang nanti akan menjadi esensi pemeriksaan terhadap para tersangka," ujarnya.
"Tapi bisa saya katakan bahwa kegiatan-kegiatan pembinaan prajurit itu yang mendasari suatu hal terjadi pada masalah ini."
Wahyu menegaskan, pimpinan TNI AD tidak pernah memberikan toleransi terhadap kegiatan pembinaan menggunakan kekerasan, bahkan menyebabkan korban meninggal dunia.
Kasus Prada Lucky, lanjut Wahyu, tidak bisa ditolerir TNI AD yang berkomitmen menegakkan hukum secara transparan.
"Saya sampaikan bahwa Pimpinan TNI Angkatan Darat tidak pernah mentolerir setiap bentuk pembinaan yang di luar kaedah-kaedah yang bermanfaat untuk operasional prajurit.
Apalagi menyebabkan kerugian personel meninggal dunia," tegas Kadispenad.
"Ini betul-betul suatu hal yang di luar dari apa yang sudah digariskan," sambungnya.
Peran 20 Tersangka
Sebelumnya diberitakan, sebanyak 20 prajurit TNI resmi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penganiayaan brutal terhadap Prada Lucky Chepril Saputra Namo, yang diduga dicambuk, diinjak, dan dianiaya hingga meninggal dunia.
Panglima Komando Daerah Militer IX/Udayana, Jenderal TNI Piek Budyakto, mengumumkan penetapan tersangka tersebut saat mengunjungi kediaman Lucky Namo di Kelurahan Kuanino, Kota Kupang, pada Senin (11/8/2025) siang.
Usai berdialog dengan keluarga, Mayor Jenderal Piek Budyakto memberikan pernyataan kepada wartawan. Ia menyebut bahwa sejauh ini telah dilakukan pemeriksaan terhadap puluhan orang.
"Laporan sementara saat ini semua sudah ditangani. Seluruhnya 20 tersangka sudah ditahan dan sedang menjalani pemeriksaan lanjutan. Ada satu orang perwira," ujar Piek Budyakto.
Piek Budyakto tidak menyebutkan inisial para tersangka. Motif kejadian tersebut, menurutnya, masih dalam penyelidikan oleh Polisi Militer. Ia juga meminta semua pihak bersabar menunggu proses hukum berjalan.
Sejauh ini, pemeriksaan tengah berlangsung, termasuk rekonstruksi kejadian tersebut.
Piek mengatakan bahwa pihak berwenang sedang melakukan pemeriksaan secara menyeluruh.
"Siapapun yang melakukan perbuatan ini harus diusut tanpa pandang bulu. Semua harus diperiksa sesuai mekanisme hukum dan prosedur yang berlaku," tegas Piek Budyakto.
"Hukuman terberat akan diberikan sesuai mekanisme oleh Polisi Militer yang berwenang, sesuai permintaan keluarga. Proses hukum akan kami jalankan secara transparan tanpa ada yang ditutup-tutupi. Para tersangka sudah ditahan," lanjutnya.
Panglima Kodam IX/Udayana tersebut menyampaikan duka cita mendalam atas kejadian memilukan ini. Ia berjanji akan menjalankan seluruh proses secara terbuka.
"Saya kehilangan anggota saya, Prada Lucky Chepril Saputra Namo, anak kandung Sersan Mayor Kristian Namo. Ini sangat menyedihkan dan kami sesalkan," ujarnya.
Selain itu, Piek Budyakto juga menyampaikan perintah dari Menteri Pertahanan dan pejabat Mabes TNI agar pengusutan kasus ini dilakukan secara terbuka dan sesuai aturan yang berlaku.
Sebelumnya, Staf-1/Intel Yonif 834/WM telah melaksanakan pemeriksaan terhadap personel yang diduga terlibat dalam penganiayaan hingga menyebabkan kematian Prada Lucky Chepril Saputra Namo.
Adapun personel yang terlibat dalam pemukulan terhadap Prada Lucky adalah:
a. Letda Inf Thariq Singajuru
b. Sertu Rivaldo Kase
c. Sertu Andre Manoklory
d. Sertu Defintri Arjuna Putra Bessie
e. Serda Mario Gomang
f. Pratu Vian Ili
g. Pratu Rivaldi
h. Pratu Rofinus Sale
i. Pratu Piter
j. Pratu Jamal
k. Pratu Ariyanto
l. Pratu Emanuel
m. Pratu Abner Yetersen
n. Pratu Petrus Nong Brian semi
o. Pratu Emanuel Nibrot Laubura
p. Pratu Firdaus
2. Pemukulan dengan tangan:
a. Pratu Petris Nong Brian Semi
b. Pratu Ahmad Adha
c. Pratu Emiliano De Araojo
d. Pratu Aprianto Rede Raja
Kronologi Penganiayaan
Tindakan penyiksaan terhadap Prada TNI Lucky Chepril Saputra Namo mulai terungkap satu per satu.
Prajurit muda itu disebut mengalami pemukulan, cambukan, dan injakan dari sejumlah senior saat berada di sel tahanan karena dianggap pura-pura sakit.
Kondisinya kian memburuk hingga ginjal dan paru-parunya rusak parah, sebelum akhirnya meninggal dunia.
Detail tersebut mulai terungkap melalui laporan resmi yang kini ramai beredar di media sosial.
Dugaan penyiksaan bermula dari kecurigaan adanya penyimpangan seksual yang membuat Lucky ditahan dan kemudian dianiaya secara bergantian oleh beberapa senior hingga kondisinya memburuk dan akhirnya meninggal dunia.
Laporan tersebut, yang kini ramai beredar di media sosial, dimulai saat Staf-1/Intel melakukan pemeriksaan terhadap Prada Lucky pada Minggu, 27 Juli 2025 pukul 21.45 WITA terkait dugaan penyimpangan seksual (LGBT).
Sayangnya, dalam laporan tersebut tidak dijelaskan secara gamblang perilaku penyimpangan seksual (LGBT) yang diduga dilakukan almarhum.
Keesokan harinya, Senin, 28 Juli 2025 sekitar pukul 06.20 WITA, Prada Lucky kabur saat izin ke kamar mandi untuk buang air besar. Hal ini diketahui oleh anggota Staf Intel, Serda Lalu Parisi Ramdani, saat mengecek kamar mandi.
Mengetahui juniornya kabur, Serda Lalu Parisi Ramdani melaporkan kejadian tersebut kepada Sertu Thomas Desambris Awi.
Sekitar pukul 09.25 WITA hari yang sama, Serda Lalu Parisi Ramdani melaporkan kaburnya Prada Lucky kepada Danki A, Lettu Inf Ahmad Faisal. Danki A kemudian memerintahkan anggota Kipan A untuk melakukan pencarian di sekitar wilayah pelabuhan, arah kota, dan beberapa tempat yang pernah dikunjungi Prada Lucky.
Sekitar pukul 10.45 WITA, Prada Lucky ditemukan di rumah salah satu warga bernama Ibu Iren, yang merupakan ibu asuhnya.
Setelah ditemukan, Prada Lucky dibawa kembali ke Marshalling Area oleh Sertu Thomas Desambris Awi, Sertu Daniel, Serda Lalu Parisi Ramdani, dan Pratu Fransisco Tagi Amir.
Sekitar pukul 11.05 WITA, Prada Lucky kembali diperiksa di kantor Staf-1/Intel. Saat itu, tiba-tiba beberapa senior datang membawa selang dan memukulnya secara bergantian.
Sekitar pukul 23.30 WITA, Danyonif TP/834, Letkol Inf Justik Handinata, memerintahkan Danki C Yonif 834/WM, Lettu Inf Rahmat, untuk datang ke kantor Staf-1/Intel dan memerintahkan agar anggotanya tidak melakukan pemukulan serta memberikan penekanan agar tidak ada kekerasan dalam mendidik junior.
Prada Lucky bersama rekannya, Prada Ricard Junimton Bulan, akhirnya menjalani hukuman di sel tahanan di rumah jaga kesatrian.
Dua hari kemudian, tepatnya Rabu, 30 Juli 2025 sekitar pukul 01.30 WITA, empat anggota Batalyon TP 834/WM Nagekeo, yakni Pratu Petris Nong Brian Semi, Pratu Ahmad Adha, Pratu Emanuel De Araojo, dan Pratu Aprianto Rede Raja, mendatangi rumah jaga kesatrian dan memukul keduanya menggunakan tangan kosong.
Tiga hari setelahnya, Sabtu, 2 Agustus 2025 sekitar pukul 09.10 WITA, Prada Ricard mengalami demam, sementara Prada Lucky muntah-muntah hingga keduanya dibawa ke Puskesmas Kota Danga untuk pemeriksaan.
Setelah diperiksa, Prada Ricard diizinkan pulang, sedangkan Prada Lucky dirujuk ke RSUD Aeramo karena hemoglobin (Hb) rendah. Keesokan harinya, Minggu, 3 Agustus 2025, kondisi Prada Lucky dikabarkan mulai membaik setelah mendapat perawatan.
Prada Lucky bahkan sempat tertawa dan bercengkrama dengan Ibu Iren, ibu asuhnya, yang menjenguk pada Senin, 4 Agustus 2025 sekitar pukul 19.00 hingga 21.30 WITA. Ibu Iren juga sempat memberikan semangat dan menyuapi makan Prada Lucky.
Sayangnya, sekitar pukul 23.30 WITA, kondisi Prada Lucky menurun hingga dipindahkan ke ruang ICU dan dilakukan pemasangan ventilator guna membantu pernapasannya pada Selasa, 5 Agustus 2025 sekitar pukul 04.47 WITA.
Dianggap Pura-Pura Sakit
Sementara itu, kakak almarhum Prada Lucky Chepril Saputra Namo, Lusi Namo mengungkap dugaan kekerasan oleh senior yang menyebabkan kematian adiknya.
Menurutnya, adiknya dianiaya senior saat ditahan di sel tahanan karena suatu masalah.
Lusi sepertinya tidak tahu persis mengapa adiknya sampai ditahan dalam sel dan mendapatkan hukuman.
Di dalam sel itulah Lucky diinjak karena dianggap pura-pura sakit, dan kondisi ginjal serta paru-parunya hancur akibat penganiayaan tersebut.
Informasi tersebut diperolehnya dari seseorang yang mengaku sebagai pacar salah satu prajurit dan mengirim pesan melalui DM Instagram.
Dalam pesan tersebut, pacar prajurit itu mengaku pernah menerima foto yang hanya bisa dilihat sekali, yang memperlihatkan wajah Lucky dan rekannya dalam kondisi terluka dan berdarah akibat pemukulan.
Meski demikian, nama pacar tersebut tidak tercantum dalam daftar 20 pelaku yang diduga terlibat kekerasan itu, kata Lusi.
“Pacar prajurit itu bilang bahwa pacarnya pernah mengirim foto yang hanya bisa dilihat sekali. Ia melihat wajah Lucky dan kawannya saat itu dipukul dan sudah berdarah," ujarnya.
Sementara itu, Dokter yang menangani Lucky menyampaikan bahwa ginjal dan paru-parunya mengalami kerusakan parah sehingga memerlukan tiga kantong darah.
Dugaan kekerasan itu diduga terjadi saat pergantian piket dari Senin hingga Jumat, saat Lucky dan rekannya tidur di lantai tanpa alas di dalam sel tahanan.
Menurut Lusi, rekannya yang bernama Richard juga mengalami penganiayaan, tetapi kondisi Lucky jauh lebih parah.
Ia mengungkapkan melihat bekas sepatu di perut Lucky, yang diduga akibat diinjak oleh pelaku.
Beberapa hari sebelum koma, Lucky sempat berkomunikasi lewat panggilan video dalam kondisi yang tampak baik.
Ia bahkan pernah bercerita bahwa dirinya dipukul oleh senior meski sedang sakit.
“Senior mengira dia pura-pura tidak mau bekerja di dapur,” tutur Lusi.
Keluarga menerima kabar masuknya Lucky ke rumah sakit dari pihak rumah sakit yang diminta tolong oleh almarhum untuk menghubungi orang tuanya di Kupang.
Lusi merasa terkejut karena selama hidup bersama keluarga, Lucky tidak pernah mengalami sakit serius.
“Waktu masuk rumah sakit, Lucky membutuhkan tiga kantong darah.
Selama ini ia hanya sakit biasa, sehingga saya langsung merasa ada yang tidak beres,” ungkap Lusi.
Ia juga menyesalkan sikap atasan Lucky yang tidak memberikan informasi jelas kepada keluarga.
“Dansi itu orang yang paling saya benci, karena tidak memberitahu kondisi adik saya,” tegasnya.
Bagi Lusi, kepergian Lucky meninggalkan duka yang mendalam.
Ia pun menyesal karena tidak bisa selalu mendampingi adiknya.
“Dia anak yang pergaulannya luas dan sangat dekat dengan mama. Kami sangat akrab sejak kecil, bahkan dia sempat meminta saya untuk pindah ke Nagekeo,” kenangnya.
Kini keluarga berharap pihak berwenang dapat mengusut tuntas dugaan kekerasan yang dialami Prada Lucky hingga berujung pada kematiannya.
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com.