PMI Asal Bengkulu Meninggal

PMI Seluma Bengkulu Meninggal di Jepang, Gubernur Bengkulu Geram soal Dugaan Perdagangan Orang

Helmi Hasan Geram Soal Dugaan TPPO hingga Adelli Mesya PMI asal Seluma Bengkulu meninggal dunia di Jepang.

Panji Destama/TribunBengkulu.com
GUBERNUR BENGKULU - Gubernur Bengkulu, Helmi Hasan saat diwawancarai di Balai Raya Semarak, Jalan Indracaya, Kelurahan Pasar Jitra, Kecamatan Teluk Segara, Kota Bengkulu, Bengkulu, Selasa (11/11/2025). Helmi Hasan Geram Soal Dugaan TPPO hingga Adelli Mesya PMI asal Seluma Bengkulu meninggal dunia di Jepang. 
Ringkasan Berita:
  1. PMI asal Seluma, Adellia Mesya (23), meninggal dunia di Jepang akibat meningitis TB.
  2. Adellia diketahui bekerja nonprosedural atau overstay di Jepang.
  3. Gubernur Bengkulu, Helmi Hasan, geram dan akan menindak dugaan TPPO.
  4. Fokus utama saat ini adalah pemulangan jenazah Adellia ke Bengkulu.
  5. Pemprov Bengkulu bantu biaya pemulangan karena ada kendala administratif.

 

Laporan Reporter TribunBengkulu.com, Panji Destama

TRIBUNBENGKULU.COM, BENGKULU – Gubernur Bengkulu, Helmi Hasan, geram terhadap dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang terjadi di Bengkulu.

Sebelumnya, Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal Bengkulu, Adellia Mesya (23), meninggal dunia akibat meningitis TB di Kota Sakai, Prefektur Ibaraki, Jepang, pada Sabtu (8/11/2025).

Diketahui, Adellia merupakan salah satu PMI yang bekerja secara nonprosedural atau berstatus overstay di Jepang.

Terkait hal itu, Helmi menegaskan akan menindak tegas oknum yang bertanggung jawab atas dugaan TPPO tersebut.

“Tidak ada himbauan, hal ini akan saya tindak,” ungkap Helmi saat diwawancarai TribunBengkulu.com, Selasa (11/11/2025) pukul 11.29 WIB.

Helmi menjelaskan, dirinya tidak bisa menerima jika ada warga Provinsi Bengkulu yang berangkat tanpa prosedur jelas, lalu mengalami musibah di luar negeri.

Ia telah meminta Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Bengkulu untuk segera menyelesaikan persoalan terkait dugaan TPPO tersebut.

“Saya tidak terima jika ada warga Bengkulu dibuat seperti ini (bekerja di luar negeri tanpa prosedur yang jelas, red). Saya sudah perintahkan Disnakertrans untuk menyelesaikan persoalan ini, hari ini SK-nya saya buat,” jelas Helmi.

Namun, Helmi menekankan bahwa untuk saat ini fokus utama pemerintah adalah memulangkan jenazah Adellia terlebih dahulu.

Setelah proses pemulangan dan pemakaman selesai, barulah langkah penindakan terhadap dugaan TPPO akan dibahas lebih lanjut.

“Untuk soal ini jangan dibicarakan dulu. Tunggu dulu, almarhumah kita pulangkan, fardu kifayah-nya kita selesaikan. Keluarga almarhumah memberikan izin, kita akan kejar oknum ini,” tutup Helmi.

Baca juga: Adellia Meysa, PMI Asal Seluma Meninggal di Jepang, Gubernur Bengkulu Helmi Hasan Turun Tangan

Tanggung Biaya

Gubernur Bengkulu Helmi Hasan turun tangan membantu upaya pemulangan jenazah Adellia Meysa (23), Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal Desa Kampai, Kecamatan Talo, Kabupaten Seluma, yang meninggal dunia di Kota Sakai, Prefektur Ibaraki, Jepang, Sabtu (8/11/2025).

"Kita turut berduka yang mendalam. Saya sudah dapat informasinya, dan saya sudah minta Kadisnakertrans (Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi) untuk koordinasi dengan pemerintah pusat. Saya juga sudah berkoordinasi dengan KBRI Jepang untuk memulangkan jenazah almarhumah anak kita," kata Gubernur Bengkulu Helmi Hasan, dikutip dari unggahan video YouTube Helmi Hasan Official pada Selasa (11/11/2025).

Menurut Helmi, upaya pemulangan jenazah saat ini sudah dikoordinasikan dan hanya tinggal menunggu proses teknis pemberangkatan dari Jepang ke Indonesia.

"Kendala yang lain, Pemprov akan bantu sampai almarhumah anak kita yang tercinta tiba di tempat pemakaman," lanjut Helmi.

Gubernur juga berjanji akan menyiapkan seluruh fasilitas yang diperlukan dalam proses pemulangan jenazah.

"Ambulans insyaallah akan disiapkan dari bandara. Malam takziahnya akan disiapkan juga, dan malam takziah ketiga Pemprov akan ambil bagian," ujar Helmi.

"Bapak dan ibu sabar, Diskertrans akan standby di situ untuk membantu kepulangan," tambahnya.

Berdasarkan informasi dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Bengkulu, biaya pemulangan jenazah diperkirakan mencapai sekitar Rp80 juta.

Hingga saat ini, dana yang sudah terkumpul dari donasi baru sekitar Rp32 juta dan masih kurang Rp48 juta.

"Kurang Rp48 juta, biaya akan jadi tanggung jawab pemerintah provinsi. Jika ada apa-apa, sampaikan ke WhatsApp saya atau ke Kadisnakertrans," lanjut Helmi.

Sakit Sebelum Meninggal Dunia

Sebelum meninggal, Adellia sempat dirawat di rumah sakit akibat meningitis tuberkulosis (TB), yaitu peradangan pada selaput otak dan saraf tulang belakang yang disebabkan oleh infeksi bakteri mycobacterium.

Ia dirawat sejak Jumat (31/10/2025) dan kondisinya sempat membaik sebelum kembali memburuk pada Jumat (7/11/2025).

Adellia dinyatakan meninggal dunia pada Sabtu (8/11/2025) pukul 14.45 waktu Jepang atau 12.45 WIB.

“Kami segenap keluarga besar Ikatan Keluarga Bengkulu di Jepang (IKBJ) turut berduka cita yang sedalam-dalamnya atas berpulangnya almarhumah. Kami sangat prihatin dengan kabar duka ini,” kata Ketua IKBJ, Andri Santoso, dalam keterangan pers yang diterima Kompas.com, Senin (10/11/2025).

Andri menuturkan, pihaknya telah berkoordinasi dengan keluarga di Bengkulu untuk mengatur pemulangan jenazah ke kampung halaman di Desa Kampai, Kecamatan Talo, Kabupaten Seluma.

“Saat ini jenazah sudah dibawa dari Ibaraki ke persemayaman di Tokyo atas bantuan KBRI Tokyo. Tengah dilakukan penyiapan dokumen dan administrasi pemulangan,” jelas Andri.

Korban Dugaan Human Trafficking

Lebih lanjut, Andri mengungkapkan bahwa Adellia merupakan korban dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) atau human trafficking yang dilakukan oleh oknum Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) di Kabupaten Garut, Jawa Barat.

“Tujuh bulan lamanya mereka belajar bahasa Jepang di lembaga tersebut, kemudian ditawari bekerja di Jepang menggunakan visa kunjungan tiga bulan. Mereka dijanjikan akan dicarikan pekerjaan dan diganti dengan visa kerja resmi setelah tiba di Jepang,” ujar Andri.

Namun, janji itu tidak terealisasi.

Setelah masa visa habis, mereka tidak bisa mengubah status menjadi visa kerja.

“Padahal mereka sudah membayar hingga Rp70 juta lebih untuk berangkat ke Jepang, belum termasuk biaya belajar dan hidup di sana,” ucap Andri.

Karena sudah mengeluarkan banyak uang dan berada di Jepang tanpa status kerja resmi, mereka terpaksa bertahan hidup dengan bekerja secara ilegal.

“Hingga akhirnya salah satu korban, Adellia Meysa, sakit dan dirawat tanpa jaminan asuransi. Setelah berjuang melawan penyakitnya, ia meninggal dunia pada 7 November 2025,” tutur Andri.

Gabung grup Facebook TribunBengkulu.com untuk informasi terkini

 

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved