Berita Nasional
Sosok Suhartoyo, Ketua MK Tolak Gugatan Syarat Minimum S-1 untuk Jadi Capres dan Cawapres
Inilah sosok Suhartoyo, ketua Mahkamah Konstitusi (MK) yang tolak gugatan syarat minimum S-1 untuk jadi Capres dan Cawapres.
TRIBUNBENGKULU.COM - Inilah sosok Suhartoyo, ketua Mahkamah Konstitusi (MK) yang tolak gugatan syarat minimum S-1 untuk jadi Capres dan Cawapres.
Diketahui MK kembali menolak gugatan terkait syarat pendidikan minimal Capes dan Cawapres.
Adapun Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan terkait syarat calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) minimal berpendidikan sarjana atau S-1 dengan nomor perkara 154/PUU-XXIII/2025.
"Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK, Suhartoyo, dalam sidang yang digelar di Ruang Sidang MK, Jakarta Pusat, Senin (29/9/2025).
Adanya penolakan syarat pendidikan untuk jadi Capres dan Cawapres, banyak yang penasaran dengan sosok Suhartoyo.
Sosok Suhartoyo
Suhartoyo adalah seorang hakim sekaligus Ketua MK yang dilantik pada 12 November 2023.
Suhartoyo dikenal sebagai salah satu hakim MK yang menyatakan tidak setuju atau berbeda pendapat (dissenting opinion) dalam putusan nomor 90/PUU-XXI/2023 yang melonggarkan syarat usia minimum capres-cawapres.
Dalam putusan MK tersebut, seseorang yang belum berusia 40 tahun bisa menjadi capres-cawapres asal berpengalaman sebagai kepala daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.
Putusan itu disebut untuk memuluskan jalan anak sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka untuk maju di Pilpres 2024.
Nah, Suhartoyo tidak setuju, kepala daerah belum berusia 40 tahun bisa jadi capres-cawapres.
Selain Suhartoyo, mereka yang dissenting opinion adalah Saldi Isra, Wahiduddin Adams, dan Arief Hidayat.
Diketahui, karier Suhartoyo menjadi hakim konstitusi bermula saat menggantikan Ahmad Fadlil Sumadi yang habis masa jabatannya pada 7 Januari 2015.
Pria kelahiran Sleman, 15 November 1959 itu sudah dua periode menjadi hakim konstitusi.
Baca juga: BREAKING NEWS: MK Pastikan Partai yang Tak Punya Kursi di DPRD Tetap Bisa Usung Cagub-Cawagub
Yaitu periode pertama pada 7 Januari 2015-7 Januari 2020, sedangkan periode kedua pada 7 Januari 2020-15 November 2029.
Sebelum menjadi hakim konstitusi, Suhartoyo mengawali karier sebagai calon hakim di Pengadilan Negeri (PN) Bandar Lampung pada 1986.
Lulusan S1 Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) itu dipercaya menjadi hakim PN di beberapa kota hingga tahun 2011.
Di antaranya Hakim PN Curup (1989), Hakim PN Metro (1995), Hakim PN Tangerang (2001), Hakim PN Bekasi (2006) sebelum akhirnya menjabat sebagai hakim pada Pengadilan Tinggi Denpasar.
Ia juga terpilih menjadi Wakil ketua PN Kotabumi (1999), Ketua PN Praya (2004), Wakil Ketua PN Pontianak (2009), Ketua PN Pontianak (2010), Wakil Ketua PN Jakarta Timur (2011), serta Ketua PN Jakarta Selatan (2011).
Pencalonan Suhartoyo menjadi hakim MK dari unsur Mahkamah Agung (MA) sempat mendapatkan penolakan dari Komisi Yudisial (KY).
KY menduga Suhartoyo melakukan pelanggaran etik dalam proses pengurusan berkas peninjauan kembali (PK) terkait perkara Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang melibatkan Sudjiono Timan.
Kasus bergulir di PN Jakarta Selatan yang saat itu Suhartoyo menjadi ketua pengadilannya. Ia mengakui, dialah yang menunjuk anggota majelis hakim yang menangani perkara tersebut.
Namun, ia tidak pernah menyidangkan perkara Sudjiono Timan sejak perkara itu di tingkat pertama tahun 2002 sampai perkara PK.
Suhartoyo menduga KY salah mengidentifikasi orang karena nama hakim yang menyidangkan perkara Sudjiono mirip dengan nama Suhartoyo.
Begitu pula dengan isu yang menyebut selama kasus tersebut disidangkan, Suhartoyo telah melakukan perjalanan ke Singapura sebanyak 18 kali.
Ia membantah isu tersebut dan menyebut Dewan Etik Mahkamah Agung (MA) sudah memeriksa paspornya dan hanya satu kali terbang ke Singapura.
Kemudian pada November 2023, Suhartoyo dilantik menjadi Ketua MK menggantikan Anwar Usman yang dicopot dari jabatan tersebut melalui putusan Majelis Kehormatan MK (MKMK).
Pada saat sidang perdana sengketa hasil Pilpres 2024, Suhartoyo sempat menegur sejumlah peserta yang menggunakan HP.
Salah satu peserta sidang yang tertangkap kamera tengah bermain HP di tengah persidangan adalah Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar yang saat itu menjadi cawapres.
Ia sempat mengarahkan kamera ponsel miliknya sekira 5 hingga 10 detik saat calon presiden nomor urut 01, Anies Baswedan sedang berbicara.
Baca juga: Tamatan SMA Bisa Calonkan Diri, MK Tolak Permohonan yang Minta Syarat Minimal Capres-Cawapres S-1
MK Tolak Permohonan Syarat Jadi Capres dan Cwapres Minimum S-1
Baru-baru ini Mahkamah Konstitusi menolak permohonan yang minta syarat Pendidikan Presiden minimal Strata 1 (S-1).
Adapun pemohon perkara ini merupakan seorang advokat sekaligus konsultan hukum bernama Hanter Oriko Siregar.
“Mengadili, menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Suhartoyo saat membaca putusan 154/PUU-XXIII/2025 di Ruang Sidang Pleno, MK, Jakarta, Senin (19/9/2025).
Menurut mahkamah, dalil pemohon tidak beralasan menurut hukum.
Mahkamah juga menyebut syarat pendidikan Capres Cawapres yang berlaku saat ini dikategorikan sebagai suatu kebijakan hukum terbuka pembentuk undang-undang yang tetap dinilai konstitusional.
Dalam permohonannya, pemohon mengajukan uji materiil Pasal 169 huruf r, Pasal 182 huruf e, Pasal 240 ayat (1) huruf e UU Pemilu serta Pasal 7 ayat (2) huruf c UU Pilkada.
Pasal 169 huruf r UU Pemilu menyatakan,Persyaratan menjadi calon Presiden dan calon Wakil Presiden adalah: berpendidikan paling rendah tamat sekolah menengah atas, madrasah Aliyah, sekolah menengah kejuruan, madrasah Aliyah kejuruan, atau sekolah lain yang sederajat.
Pasal 182 huruf e UU Pemilu menyatakan, anggota DPD adalah perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 181 dapat menjadi Peserta Pemilu setelah memenuhi persyaratan: berpendidikan paling rendah tamat sekolah menengah atas, madrasah Aliyah, sekolah menengah kejuruan, madrasah Aliyah kejuruan, atau sekolah lain yang sederajat”.
Pasal 240 ayat (1) huruf e UU Pemilu menyatakan, ayat (1) Bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota adalah Warga Negara Indonesia dan harus memenuhi persyaratan: berpendidikan paling rendah tamat sekolah menengah atas, madrasah Aliyah, sekolah menengah kejuruan, madrasah Aliyah kejuruan, atau sekolah lain yang sederajat.
Pasal 7 ayat (2) huruf c UU Pilkada berbunyi, ayat (2) Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: berpendidikan paling rendah sekolah lanjutan Tingkat atas atau sederajat.
Sebagai warga negara, Hanter merasa berhak untuk dipimpin presiden dan wakil presiden serta seluruh jabatan lainnya oleh orang yang cakap, berintegritas, dan memiliki kemampuan intelektual yang memadai untuk mengelola negara.
Ia juga menegaskan norma itu menetapkan standar minimal pendidikan yang terlalu rendah untuk posisi jabatan tertinggi dalam pemerintahan negara serta untuk seluruh jabatan bagi pembuat kebijakan dan peraturan perundang-undangan.
Padahal di satu sisi menurutnya negara justru mewajibkan guru Sekolah Dasar minimal lulusan dengan pendidikan S1.
MK sebelumnya pun telah menolak gugatan yang meminta syarat minimal pendidikan capres-cawapres diubah dari SMA menjadi S-1.
MK beralasan pemaknaan baru yang diminta pemohon malah mempersempit ruang warga negara untuk menjadi calon presiden-wapres.
MK menilai pasal itu sama sekali tidak menutup kemungkinan warga dengan pendidikan lebih tinggi dari SMA untuk diusung sebagai capres-cawapres oleh partai politik peserta pemilu.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com
Berita Nasional
Sosok Suhartoyo
Sosok Suhartoyo Ketua MK Tolak Gugatan
Syarat Capres dan Cawapres
MK Tolak Syarat Capres-Cawapres Minimal S-1
Ketua MK Suhartoyo
Tamatan SMA Bisa Calonkan Diri, MK Tolak Permohonan yang Minta Syarat Minimal Capres-Cawapres S-1 |
![]() |
---|
Prabowo Ungkit Lagi Dikasih Nilai 11 Oleh Anies Baswedan 'Sebenarnya Dia yang Bantu Aku Menang' |
![]() |
---|
Dr Meilanie Buitenzorgy Sebut Gibran Tamatan SD, KPU Dituding 'Sulap' Jadi Lulusan S1? |
![]() |
---|
Klarifikasi Biro Pers Soal ID Pers Diana Valencia Dicabut Istana: Kami Tak Mengambil ID Profesional |
![]() |
---|
Respon Diana Valencia, Jurnalis CNN Usai ID Pers Miliknya Dikembalikan Biro Pers Setpres |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.