Korupsi Tol Bengkulu

Kejati Bengkulu Geledah Rumah Pengacara dan Pejabat BPN, Bongkar Jejak Korupsi Tol

Selasa malam (11/11/2025), Kejati Bengkulu geledah rumah dua tersangka korupsi tol Bengkulu–Taba Penanjung, sita dokumen penting.

Penulis: Beta Misutra | Editor: Ricky Jenihansen
HO TribunBengkulu.com/Kejati Bengkulu
KORUPSI - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu geledah rumah tersangka Hartanto dan Ahadiya Seftiana, Selasa (11/11/2025) malam. Sita sejumlah dokumen dan peralatan elektronik. 
Ringkasan Berita:
  1. Penyidikan kasus dugaan korupsi pembebasan lahan proyek Tol Bengkulu–Taba Penanjung tahun 2020 semakin intensif.
  2. Pada Selasa malam (11/11/2025), penyidik menggeledah rumah Hartanto, seorang pengacara, dan Ahadiya Seftiana, pejabat BPN Bengkulu Tengah.
  3. Dari penggeledahan, penyidik mengamankan dokumen penting, kwitansi pembayaran, serta perangkat elektronik yang diduga terkait perkara.

 

Laporan Reporter TribunBengkulu.com, Beta Misutra

TRIBUNBENGKULU.COM, BENGKULU – Langkah Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu dalam mengusut kasus dugaan korupsi pembebasan lahan proyek Tol Bengkulu–Taba Penanjung tahun 2020 semakin intensif. 

Setelah menetapkan dua orang tersangka, tim penyidik kini bergerak cepat dengan melakukan penggeledahan di kediaman pribadi para tersangka pada Selasa malam (11/11/2025).

Rumah yang digeledah diantaranya milik Hartanto, seorang pengacara yang diduga terlibat dalam pengurusan dokumen pembebasan lahan.

Kemudian rumah milik Ahadiya Seftiana, pejabat Badan Pertanahan Nasional (BPN) Bengkulu Tengah yang menjabat sebagai Kepala Bidang Pengukuran.

Sebelumnya penyidik menemukan indikasi kuat keterlibatan mereka dalam praktik penyimpangan yang menyebabkan kerugian keuangan negara dalam kegiatan pembebasan lahan untuk proyek strategis nasional tersebut.

"Benar, penyidik telah melakukan penggeledahan di dua lokasi, yaitu rumah tersangka Hartanto di Jalan Rangkong, Kecamatan Gading Cempaka, dan rumah tersangka Ahadiya Seftiana di kawasan Bumi Ayu, Kota Bengkulu," ungkap Plh Kasi Penkum Kejati Bengkulu Denny Agustian, Rabu (12/11/2025).

Penggeledahan tersebut merupakan bagian dari proses pengembangan penyidikan yang sudah berjalan sejak beberapa bulan lalu. 

Dari hasil penggeledahan, penyidik berhasil mengamankan sejumlah dokumen penting, kwitansi pembayaran, serta beberapa perangkat elektronik yang diduga kuat memiliki keterkaitan dengan perkara dugaan korupsi tersebut.

Baca juga: Kejati Bengkulu Telusuri Keterlibatan Kades dalam Kasus Korupsi Tol Bengkulu-Taba Penanjung

"Seluruh barang yang disita akan dilakukan penyortiran dan pemeriksaan lanjutan untuk memastikan relevansinya dengan perkara," kata Denny.

Berdasarkan hasil penyidikan sementara, dugaan korupsi dalam proyek pembebasan lahan tol Bengkulu–Taba Penanjung berawal dari ketidaksesuaian nilai ganti rugi lahan dengan hasil verifikasi di lapangan. 

Sejumlah lahan yang tidak layak ganti rugi disebut tetap dimasukkan dalam daftar penerima dengan nilai kompensasi tinggi.

Hartanto diduga berperan sebagai penghubung antara pemilik lahan dan oknum pejabat yang mengatur proses administrasi pembayaran. 

Sementara itu, Ahadiya Seftiana diduga berperan dalam proses pengukuran dan validasi data lahan yang menjadi dasar penetapan nilai ganti rugi.

Selain kedua tersangka tersebut, sebelumnya mantan Kepala ATR/BPN Kabupaten Bengkulu Tengah Hazairin Masrie juga sudah ditetapkan sebagai tersangka.

Hazairin saat itu yang menjabat sebagai Kepala ATR/BPN merupakan Ketua Tim Percepatan Pembebasan Lahan Tol Bengkulu-Taba Penanjung.

Kemudian ada juga Toto Suharto, pimpinan Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) Toto Suharto, yang juga sudah ditetapkan sebagai tersangka.

Toto diduga menjadi pihak yang melakukan perhitungan tidak benar dalam proses penilaian ganti rugi lahan, hingga menimbulkan kerugian negara mencapai Rp 4 miliar.

Mereka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Selain itu, mereka juga disangkakan dengan Pasal 3 undang-undang yang sama, dengan ancaman pidana maksimal 20 tahun penjara dan denda hingga Rp1 miliar, serta kewajiban mengembalikan kerugian keuangan negara.

Gabung grup Facebook TribunBengkulu.com untuk informasi terkini

 

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved