Konflik Rempang

8 Warga Rempang yang Bentrok dengan Polisi Dapat Penangguhan Penahanan, Disambut Bak Pahlawan

8 Warga Rempang yang Bentrok dengan Polisi Dapat Penangguhan Penahanan, Disambut Bak Pahlawan

Tribun Batam
Warga Pulau Rempang menggelar syukuran terkait delapan orang yang mendapat penangguhan penahanan terkait bentrok dengan aparat, Kamis (7/9). Tampak warga menangis haru menyambut kepulangan mereka, Minggu (17/9/2023). 

TRIBUNBENGKULU.COM - Sebanyak 8 orang pemuda asal Pulau Rempang akhirnya mendapatkan penangguhan penahanan dari Polresta Barelang, Minggu (17/9/2023).

Para pemuda tersebut sebelumnya ditahan lantaran bentrok dengan pihak kepolisian saat melakukan unjuk rasa penolakan proyek strategis nasional pengembangan Eco City Pulau Rempang.

Penangguhan penahanan terhadap 8 pemuda tersebut disambut ratusan warga bak pahlawan di halaman pergudangan kelompok tani Yaa-bunayya, Cate Galang, Minggu (17/9/2023) pagi.

Ke 8 pemuda tersebut ditaburi beras kuning, dan dipasangi tanjak kebanggaan.

Dukungan moral diberikan warga Rempang kepada Hidayat, Farizal bin Cebol, Roma bin Muslimin, Pirman bin Lamera, Jakarim bin Karoli, Martahan Siahaan, As Arianto dan Ripan Saputra.

Duduk beralaskan karpet biru, masyarakat di sana berkumpul di lokasi itu.

Baca juga: Nenek Berusia 105 Tahun Asal Rempang Menangis Saat Tau Akan Direlokasi : Kemana Kami akan Pindah

Tak muat di karpet biru, para masyarakat ada yang duduk di pojokan kantin hingga rerumputan.

Lantunan selawat yang didengungkan masyarakat turut mewarnai suasana di sana.

Syair Melayu dan orasi singkat digaungkan para tetua dan tokoh adat untuk membakar semangat masyarakat.

Sementara delapan orang pemuda itu duduk di panggung mini, ditemani para sesepuh dan puak Melayu.

Diiringi musik bernapaskan Islam, satu persatu masyarakat pun menyalami mereka, pelukan hangat dari masyarakat didapati delapan pemuda itu.

“Tetap semangat, kita harus memperjuangkan kampung kita. Kampung nenek moyang kite. Alhamdullilah kalian sudah bebas,” ujar sejumlah masyarakat memeluk satu persatu delapan pemuda itu.

Baca juga: 3 Menteri Gelar Rapat Tertutup di Batam, Bahas Konflik Warga Rempang yang Menolak Direlokasi

Tak banyak kalimat yang keluar dari delapan pemuda itu.

Mereka mengaku tetap berkomitmen dalam barisan perjuangan warga pulau saat ini.

Dalam rangkaian acara syukuran, delapan pemuda itu ditaburi beras kuning.

Selain beras kuning, mereka juga dipasangi tanjak kebanggaan.

Pemasangan tanjak langsung oleh tokoh adat Melayu.

Bukan sembarang tanjak, tanjak yang dipasang merupakan tanjak kebanggaan.

“Mereka layak mendapatkan itu. Hari ini kita lakukan penabalan gelar terhadap mereka sebagai Panglima Marwah Sejati,” ujar Wakil Ketua Kerabat Masyarakat Adat Tempatan (Keramat), Rizal.

Rizal menyebutkan rangkaian acara yang digelar merupakan bentuk penyambutan delapan pemuda pulau yang dibebaskan penahanannya setelah beberapa pekan ditahan Polresta Barelang pasca bentrok dengan aparat beberapa waktu lalu.

“Kegiatan singkat ini untuk menyambut mereka, saudara kami yang saat ini sudah bergabung bersama kami. Makanya kami menggelar syukuran kecil-kecilan,” ucapnya.

Acara ini, lanjut dia tentunya sebagai bentuk tolak bala dan mensyukuri atas perjuangan kami terhadap kampung nenek moyang kami.

Sementara tabur beras kunyit, kata dia menjelaskan itu merupakan budaya masyarakat Melayu untuk membuang sial, keburukan-keburukan setelah delapan pemuda kami itu meninggalkan tahanan Polresta.

“Pakaian, baju mereka sudah ditinggalkan di penjara. Mereka juga telah kami nobatkan sebagai Panglima. Panglima Marwah Sejati,” sebutnya.

Kronologi Warga Rempang Bentrok

Kronologi bentrok antar warga vs polisi di Pulau Rempang Batam, berawal dari warga menolak adanya rencana pembangunan proyek nasional Rempang Eco City.

Bentrok warga Pulau Rempang dengan polisi ini terjadi di Pulau Rempang, Kota Batam, Kepulauan Riau pecah, Kamis (7/9/2023) pagi kemarin.

Adanya rencana pembangunan proyek nasional Rempang Eco City di Pulau Rempang, Kecamatan Galang belasan warga terancam direlokasikan dari rumah masing-masing.

Total ada 10.000 warga dari 16 kampung adat dilaporkan terdampak Rempang Eco City.

Sementara itu, Usman salah satu warga Pulau Rempang mengatakan jika kericuhan ini terjadi karena tim gabungan dari BP Batam tetap memaksa untuk melakukan pengukuran dan pemasangan patok di Pulau Rempang.

“Kami warga Pulau Rempang sepakat, tidak boleh ada kegiatan apa pun jika belum ada kepastian dari pemerintah untuk tanah turun temurun kami tidak direlokasi,” ujar Usman dilansir dari Kompas.com.

Baca juga: Nenek Rohaya Sakit Selama Tiga Bulan Sang Anak Ungkap Slamet Jarang Pulang Hingga Sang Ibu Meninggal

Usman juga mengatakan jika sebenarnya warga pulau Rempang tidak akan melawan pihak polisi jika pemerintah tidak memperlakukan mereka secara semena-mena.

“Pemerintah tidak komitmen, makanya kami melakukan perlawanan untuk menjaga kampung yang merupakan tanah kelahiran yang sudah berlangsung ratusan tahun yang lalu,” ungkap Usman.

Usman juga mengaku jika dirinya kecewa karena dari aksi penolakan ini ada beberapa warga yang diamankan ke Polresta Barelang karena dianggap melawan.

“Yang melawan itu pemerintah, karena berlaku semena-mena. Seharusnya pemerinta mengayomi rakyatnya, bukan malam merampas apa yang dimiliki rakyatnya,” ungkap Usman.

Usman mengungkapkan jika sebenarnya mereka tidak akan melakukan penolakan jika warga tidak melakukan rekokasi.

"Kami tidak akan melakukan hal ini jika pemerintah mau sepakat untuk tidak melakukan relokasi seperti yang kami minta,” ungkap Usman.

BP Batam Telah Melakukan Sosialisasi

Sebelum adanya bentrok warga dengan pihak kepolisian Badan Pengusahaan (BP) Batam telah melakukan sosialisasi kepada warga Pulau Rempang, Galang.

Adapun sosialisasi yang dimaksud yakni melakukan pengukuran tanah batas hutan Rempang.

Sosialisasi ini dilakukan guna menindaklanjuti arahan dari Kementrian Lingkungan Hidup dan Kelautan.

Namun sayangnya sosialisasi tersbeut tidak diindahkan, sehingga masyarakat melakukan pemblokiran jalan dan sweeping di Jembatan 4 Barelang.

Mengetahui hal ini Kepala Biro Humas Promosi dan Protokol BP Batam, Ariastuty Sirait mengatakan jika pihaknya telah meminta bantuan pada Tim Terpadu Kota Batam karena adanya pemblokiran jalan dan sweeping yang dilakukan warag di jembatan 4 dan Dapur 6.

“Sebelum melaksanakan kegiatan pengukuran ini, kita sudah melakukan berbagai tahapan sosialisasi oleh tim kecil yang masuk ke masyarakat maupun dari tim terpadu. Namun, warga tetap melakukan pemblokiran jalan, sehingga terpaksa melibatkan tim terpadu untuk menjalankan proyek strategis nasional ini,” kata Ariastuty.

Ariastuty juga menghimbau kepada masyarakat agar tidak terprovokasi dengan berbagai isu yang berkembang.

“Kami berharap masyarakat tidak terprovokasi dengan isu yang berkembang. Kegiatan ini kami pastikan sudah melalui tahapan sosialisasi sebelumnya kepada warga,” ungkapnya.

Tak hanya itu saja, Ariastuty juga mengatakan pihak BP Batam akan bertanggung jawab mnyelesaikan hunian baru untuk masyarakat Rempang Galang yang rumahnya terelokasi adanya rencana pembangunan Rampang Eco City.

“Relokasi ke tempat yang baru ini akan disiapkan BP Batam. BP Batam tidak akan pindahkan bapak dan ibu begitu saja,” ungkap Ariastuty.

Artikel ini telah tayang di TribunBatam.id

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved