Pengungsi Rohingya

Pengakuan Pengungsi Rohingya, Sebut Tiket ke Indonesia Lebih Murah daripada Malaysia

Pengakuan pengungsi Rohingya hingga alasan mengapa lebih memilih untuk datang ke Indonesia daripada Malaysia.

Editor: Kartika Aditia
SERAMBINEWS.COM/Maulidi Alfata
Pengakuan Pengungsi Rohingya, Sebut Tiket ke Indonesia Lebih Murah daripada Malaysia 

TRIBUNBENGKULU.COM - Pengakuan pengungsi Rohingya hingga alasan mengapa lebih memilih untuk datang ke Indonesia daripada Malaysia.

Diketahui, pengungsi Rohingya yang diberangkatkan dari kamp pengungsi di Bangladesh untuk melintasi Laut Andaman dan menuju Indonesia membayar jutaan Rupiah.

Hal itu diungkapkan oleh seorang pemuda Rohingya, Abdu Rahman (23) yang ikut dalam rombongan dan berhasil mendarat di Aceh pada November 2023 lalu.

Dirinya saat ini tinggal di kamp penampungan sementara di Desa Kulee, Kabupaten Pidie, bersama 232 pengungsi Rohingya lainnya.

Ia menceritakan kisahnya melalukan perjalanan panjang dari kamp pengungsi di Bangladesh hingga akhrinya mendarat di Aceh.

“Perjalanan itu benar-benar menakutkan, perjalanan laut selama 17 hari yang mengerikan,” 

“Kami harus menunggu hujan agar bisa minum,” kenangnya, menjelaskan bagaimana para pengungsi kehabisan makanan dan air minum pada minggu pertama perjalanan mereka dengan perahu.

Dia mengatakan mayoritas orang Rohingya datang ke daratan di bagian utara Pulau Sumatera, di provinsi Aceh.

Aceh merupakan satu-satunya provinsi di Indonesia yang menerapkan hukum Syariah Islam, dan darah dengan tingkat kemiskinan nomor 1 di Sumatera.

Melansir dari Serambinews.com, lebih dari 1.000 pengungsi Rohingya yang mendarat di Aceh pada bulan November saja, yang merupakan gelombang pengungsi terbesar yang mencapai Indonesia sejak tahun 2015.

Mereka mengatakan tiket perahu ke Indonesia juga lebih murah dibandingkan tiket ke Malaysia.

Sementara itu, Polres Pidie mengungkapkan aksi penyelundupan pengungsi Rohingya ke Aceh menggunakan kapal dari kamp pengungsi Bangladesh.

Seorang warga negara (WN) Bangladesh Husson Mukhtar (70), sudah ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus ini.

Husson Mukhtar merupakan kapten dari kapal yang membawa 147 rohingya ditangkap mendarat di pesisir pantai Muara Tiga pada 14 November 2023.

Kini Husson Mukhtar ditahan di Mapolres Pidie, sementara ada ada tiga orang lainnya masih menjadi Daftar Pencarian Orang (DPO) yakni Nababai, Saber dan Zahrangi.

Mereka masih dalam pengejaran polisi setelah melompat dari kapal dan melarikan diri ke hutan.

Hal itu diungkapkan oleh Kapolres Pidie AKBP, Imam Asfali SIK saat konferensi pers di Mapolres Pidie, Rabu (6/12/2023).

Untuk itu pihak Polres Pidie menggandeng Imigrasi untuk penanganan tindakan pidana penyelundupan manusia yang dikhawatir ini.

Pada kesempatan itu juga hadir, Ujo Sujoto, Kepala divisi Keimigrasian Kanwil Kemenkumham Aceh.

Informasi diperoleh, pelaku inisial HM diduga mempasilitasi kapal kayu untuk mengangkut, membawa rombongan etnis rohingya dari perairan Bangladesh Myanmar masuk ke perairan wilayah Negera Indonesia.

Mereka berjumlah 194 orang berangkat tanpa dilengkapi izin dan dokumen yang sah.

Selanjutnya, tujuan melakukan Penyelundupan Etnis Rohingya sebanyak 194 orang dalam satu kapal kayu, secara bersama-sama dengan Agen Zahangir dan Saber Kapten kapal membawa rombongan etnis rohingya 147 orang yang terdampar.

Sementara itu, pada rohingya itu para tersangka mendapat keuntungan setiap penumpang kapal yang anak dibebankan membayar sebesar 50.000 Taka atau Rp 7.000.000.

Baca juga: Kondisi Terkini D, Istri Panca yang Jadi Korban KDRT di Jagakarsa, Sudah Tahu 4 Anaknya Tewas

Sedangkan dewasa sebesar 100.000 Taka atau Rp 14.000.000.

Sehingga apabila ditotalkan AGEN mendapatkan hasil kejahatan tersebut Rp 3,3 Miliyar.

Maka itu, tersangka diancam dengan pidana Pasal 120 Ayat (1) dan Ayat (2) undang-undang republik indonesia nomor 6 tahun 2011 tentang keimigrasian dan Pasal 55 Ayat (1) Ke I KUHPidana.

Dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 500.000.000.00 dan paling banyak Rp 1.500.000.000.00.

Hingga kini tercatat, selama November 2023 sudah tiga kali pendaratan rohingya ke Pidie dengan total 573 pengungsi dibawa.

Kendati demikian, gelombang perjalanan pengungsi Rohingya dari kamp pengungsi di Bangladesh baru saja dimulai, karena musim perjalanan perahu pengungsi pada tahun 2023 baru saja dimulai.

Membayar untuk Mencari Kedamaian

Khairul Amin, seorang pengungsi Rohingya lainnya yang mendarat di Pidie, mengatakan mereka ingin meninggalkan kamp Bangladesh untuk menemukan kedamaian dan kehidupan yang lebih baik.

Pria berusia 38 tahun itu, istri dan ketiga anaknya berada di kapal yang sama dengan Abdu.

“Kami merasa seperti akan mati,” kata Khairul.

“Saya berharap akan ada kedamaian bagi kita di sini di Indonesia. Saya ingin anak-anak saya memiliki masa depan yang lebih baik dan mendapatkan Pendidikan,” ungkapnya.

Para pengungsi mengatakan kepada ABC bahwa mereka harus membayar sekitar 100.000 Taka Bangladesh (Rp 14 juta) per orang untuk perjalanan tersebut, sementara anak-anak di bawah 10 tahun dapat bepergian secara gratis.

Khairul membayar 300.000 taka (Rp 42 juta) untuk perjalanan keluarganya.

Pengungsi Rohingya Terus Bertambah di Aceh

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD mengatakan, pihaknya sedang mencari jalan keluar mengenai pengungsi Rohingya yang terus bertambah datang ke Indonesia.

Sebab, hingga kini pengungsi Rohingya yang datang ke tanah air terus bertambah, yakni 1.478 orang.

"Kita sedang mencari jalan keluar tentang ini; satu, mengenai kebutuhan domestik kita Indonesia di mana pun. Kedua, juga mengenai kemanusiaan," kata Mahfud saat ditemui di iNews Tower, Jakarta, Selasa (5/12/2023) malam.

Mahfud menjelaskan, para pengungsi tersebut sejatinya hanya transit di Indonesia sebelum ke tempat tujuannya.

"Biasanya mau transit buat ke Australia. Tapi dia berhenti di Indonesia dan enggak mau keluar lagi," ujarnya.

Sementara saat ini, kata Mahfud MD, warga Indonesia seperti di Aceh, Sumatera Utara, Riau keberatan dengan pengungsi Rohingya tersebut.

"Orang-orang lokal, orang Aceh, Sumatera Utara, Riau itu beliau sudah keberatan ditambah terus, 'karena kami juga miskin kenapa ini terus ditampung tapi gratis terus?" ucap Mahfud.

Mahfud menegaskan, pengungsi Rohingya tidak terikat dengan Indonesia.

Sebab, Indonesia tidak menandatangani United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR).

UNHCR adalah organisasi internasional yang berdiri dibawah United Nations (UN) atau Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Organisasi ini bertujuan melindungi, memberikan bantuan, dan menangani orang-orang yang harus meninggalkan rumah mereka karena konflik dan diskriminasi.

Karenanya, Mahfud menerangkan bahwa Indonesia menerima pengungsi Rohingya karena kemanusiaan saja.

Sebab, negara-negara lain seperti Malaysia, Australia hingga Singapura tidak menerima mereka.

"Kita tidak terikat itu, karena tidak menandatangani UNHCR itu, kita hanya kemanusiaan, cuma negara-negara lain itu sudah menutup," ungkap Mahfud.

Alasan Pengungsi Rohingya Kabur dari Bangladesh Menuju Aceh Padahal Dijatah Makan Rp124 Ribu Sehari

Pengungsi Rohingya yang ditempatkan di kamp-kamp wilayah timur Bangladesh memutuskan meninggalkan daerah tersebut dan menuju Aceh, Indonesia.

Para pengungsi mengeluhkan meningkatnya kekerasan geng, kurangnya lapangan pekerjaan dan sekolah, serta terbatasnya jatah makanan.

Program Pangan Dunia PBB, sumber utama bantuan pangan bagi para pengungsi, memotong nilai uang bulanan di kamp-kamp pada Juni 2023, untuk kedua kalinya tahun ini, menjadi rata-rata USD 8 per orang atau Rp124 ribu.

Badan itu telah menyalahkan kurangnya dukungan para donatur.

“Semua hal ini mendorong orang-orang Rohingya untuk melakukan perjalanan laut yang berbahaya,” kata Mohammed Rezuwan Khan, seorang pengungsi Rohingya yang tinggal di kamp-kamp.

Dia mengatakan bahwa saudara perempuan dan keponakannya melarikan diri dari kamp dengan perahu tahun lalu, menuju Indonesia, dan mereka semua tahu risikonya.

“Tetapi ketika orang-orang tidak punya pilihan lain, ketika orang tidak dapat melakukan perjalanan dengan paspor seperti orang-orang lain di dunia,”

“ketika orang-orang tidak memiliki harapan untuk kembali ke Myanmar dalam waktu dekat dalam beberapa tahun mendatang,”

“ketika orang-orang mengalami banyak penderitaan di kamp pengungsian, maka perjalanan tersebut menjadi pilihan terakhir dan tidak dapat dibatalkan,” kata Khan.

“Ini seperti melempar koin. Kami akan bertahan atau kami akan mati” ujarnya.

Kondisi di darat dan di laut juga mengubah penumpang dan tujuan kapal.

Jika pada tahun-tahun sebelumnya perahu-perahu tersebut kebanyakan mengangkut laki-laki dan gadis perempuan, kini lebih banyak keluarga yang bepergian bersama dan membawa anak-anak.

Menurut angka UNHCR, 1 dari 5 penumpang pada tahun 2022 adalah anak-anak, namun sepanjang tahun ini hampir sepertiganya.

Juru bicara UNHCR, Babar Baloch dan Chris Lewa dari Arakan Project, mengatakan hal itu juga merupakan akibat dari meningkatnya keputusasaan di kamp-kamp pengungsian.

“Karena mereka tidak melihat masa depan (keluarga) mereka di kamp – pelanggaran hukum, ketidakamanan, kurangnya pendidikan,” kata Lewa.

“Tetapi di antara berbagai alasan orang meninggalkan kamp, ​​kami mendengar alasan nomor satu adalah pengurangan makanan,” paparnya.

Sementara itu, jauh lebih banyak kapal, sekitar 60 persen, yang berangkat ke Indonesia dibandingkan tahun 2022 yang hanya 22 persen, menurut data UNHCR.

Baloch dan Lewa mengatakan hal ini karena pada dasarnya saat ini hanya negara di sepanjang rute perjalanan mereka yang masih bersedia menerima mereka.

Baca juga: Kronologi Guru di Sampang Diduga Dilecehkan Kepsek, Wali Murid Juga Disebut Jadi korban

Artikel ini telah tayang di Serambinews.com

Dapatkan Informasi Lainnya di GoogleNews, Klik: Tribun Bengkulu

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved