Penjelasan BRIN soal Tsunami Hantam Jakarta dalam 2 Jam Setelah Megathrust Selat Sunda
Saat tsunami terjadi, ketinggian gelombang diperkirakan mencapai 20 meter di pesisir selatan Jawa dan 15 meter di Selat Sunda dan bisa hantam Jakarta.
TRIBUNBENGKULU.COM - Mencuat narasi tsunami berpotensi menghantam Jakarta dalam 2,5 jam setelah megathrust Selat Sunda.
Narasi tersebut kembali mencuat tidak lama setelah peringatan tsunami Aceh pada 26 Desember 2024 beberapa hari yang lalu.
Pada saat itu, Peneliti dari Pusat Riset Kebencanaan Geologi, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Nuraini Rahma Hanifa mengajak kepada seluruh masyarakat untuk lebih waspada terhadap potensi bencana yang bisa datang kapan saja.
Rahma menegaskan, potensi bencana dalam bentuk gempa megathrust di wilayah selatan Jawa bisa saja terjadi dan dapat memicu tsunami dengan skala serupa di Aceh.
Hal ini perlu mendapat perhatian serius dari para pemangku kepentingan dan masyarakat luas agar dapat melakukan mitigasi risiko dampak bencana dengan cermat.
Rahma menyebutkan bahwa berdasarkan hasil risetnya, segmen megathrust di selatan Jawa, termasuk Selat Sunda, menyimpan energi tektonik yang signifikan dan berpotensi melepaskan gempa berkekuatan magnitudo 8,7 hingga 9,1.
“Potensi megathrust ini dapat memicu goncangan gempa yang besar dan tsunami, yang menjalar melalui Selat Sunda hingga ke Jakarta dengan waktu tiba sekitar 2,5 jam,” ungkap Rahma dalam keterangannya dikutip dari laman BRIN pada Sabtu (4/1/2025).
Gelombang Mencapai 20 Meter
Menurut simulasi yang telah dilakukan BRIN bersama tim peneliti dari berbagai institusi, jika tsunami terjadi, ketinggian gelombang diperkirakan dapat mencapai 20 meter di pesisir selatan Jawa, 3–15 meter di Selat Sunda, dan sekitar 1,8 meter di pesisir utara Jakarta.
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa fenomena serupa pernah terjadi dalam sejarah, seperti tsunami Pangandaran 2006 yang dipicu oleh marine landslide di dekat Nusa Kambangan.
“Energi yang terkunci di zona subduksi selatan Jawa terus bertambah seiring waktu. Jika dilepaskan sekaligus, goncangan akan memicu tsunami tinggi yang bisa berdampak luas, tidak hanya di selatan Jawa tetapi juga di wilayah pesisir lainnya,” tambahnya.
Untuk itulah, BRIN menekankan pentingnya mitigasi melalui pendekatan struktural dan non-struktural.
Pendekatan struktural meliputi pembangunan tanggul penahan tsunami, pemecah ombak, serta penataan ruang di kawasan pesisir dengan memperhatikan jarak aman 250 meter dari bibir pantai.
“Pembangunan hutan pesisir atau vegetasi alami seperti pandan laut dan mangrove juga menjadi solusi berbasis ekosistem untuk meredam energi gelombang tsunami,” jelas Rahma.
Sementara itu, pendekatan non-struktural melibatkan kesiapsiagaan masyarakat melalui edukasi mitigasi bencana, pelatihan simulasi evakuasi, serta penyediaan jalur dan lokasi evakuasi yang memadai.
“Kita harus memastikan bahwa masyarakat memiliki pemahaman tentang potensi bahaya tsunami, sistem peringatan dini yang efektif, serta kemampuan merespons dengan cepat,” ujarnya.
Sedangkan untuk daerah perkotaan seperti Jakarta, yang memiliki kepadatan penduduk tinggi dan sedimen tanah yang rentan mengamplifikasi goncangan, upaya mitigasi gempa juga mencakup retrofitting atau penguatan struktur bangunan.
“Retrofitting sangat penting, terutama untuk bangunan di kawasan padat penduduk, karena goncangan kuat berpotensi menyebabkan kerusakan masif dan korban jiwa,” tambahnya.
Sedangkan untuk kawasan industri seperti Cilegon, potensi gempa juga dikhawatirkan dapat memicu kebakaran akibat kebocoran bahan bakar atau bahan kimia di pabrik-pabrik besar.
Hal ini menjadi salah satu secondary hazard yang perlu diantisipasi melalui penerapan standar keamanan yang ketat.
Rahma menambahkan, melalui penelitian paleotsunami, BRIN menemukan bahwa gempa megathrust di selatan Jawa memiliki periode ulang sekitar 400–600 tahun.
Dengan kejadian terakhir diperkirakan pada 1699, energi yang tersimpan saat ini telah mencapai titik kritis.
“Bencana seperti tsunami Aceh mengajarkan kita bahwa kesiapsiagaan dan mitigasi bencana adalah kunci untuk menyelamatkan nyawa,” tegas peneliti BRIN.
Sebagai upaya mitigasi kebencanaan, BRIN terus bekerja sama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), BMKG, dan institusi terkait lainnya untuk memperkuat sistem peringatan dini tsunami, khususnya di Selat Sunda dan wilayah selatan Jawa.
“Salah satu upaya yang dilakukan adalah pemasangan sensor deteksi perubahan muka air laut di kawasan rawan tsunami,” imbuhnya.
Menurut Rahma, peringatan 20 tahun tsunami Aceh menjadi momentum untuk meningkatkan kesadaran akan potensi bencana serupa di masa depan.
Dengan dukungan riset dan teknologi, BRIN berharap mitigasi bencana dapat dilakukan lebih sistematis dan efektif.
“Kita tidak bisa memprediksi kapan gempa akan terjadi, tetapi kita dapat mempersiapkan diri. Adaptasi, edukasi, dan kolaborasi adalah kunci untuk mengurangi risiko bencana,” pungkas Rahma.
Dengan langkah-langkah mitigasi yang komprehensif, diharapkan Indonesia siap menghadapi potensi gempa megathrust dan tsunami di masa mendatang, serta meminimalkan dampak kerusakan dan kerugian yang ditimbulkan.
Penelitian Megathrust Selat Sunda Minim
Sebelumnya, peneliti BRIN Profesor Danny Hilam Natawidjaja mengungkapkan bahwa penelitian soal Megathrust Selat Sunda masih minim Danny mengungkapkan, data dan penelitian di Indonesia yang berkaitan dengan Megathrust Selat Sunda masih sangat sedikit.
Ia menyebut BRIN belum bisa memastikan seberapa sering wilayah di sekitar Megathrust Selat Sunda dilanda gempa, kapan gempa megathrust kali terakhir terjadi, dan kapan gempa besar akibat Megathrust Selat Sunda akan terjadi.
Namun, Danny menyebutkan bahwa sampai saat ini belum ada gempa besar akibat pertemuan dua lempeng tektonik atau Megathrust Selat Sunda.
Kondisi tersebut, sambung Danny, dapat menyebabkan akumulasi energi yang terkumpul untuk memicu tumbukan dua lempeng tektonik semakin besar.
“Belum bisa dipastikan kapan gempa akan terjadi. Tapi paling tidak sudah ada mahasiswa S-3 yang meneliti (dampaknya di wilayah) Jawa agak selatan sedikit. Di wilayah itu, kalau menurut tesisnya (kekuatan gempa Megathrust Selat Sunda bisa mencapai) M 8,5,” terang Danny.
Minimnya data dan studi mengenai Megathrust Selat Sunda berbanding terbalik dengan data mengenai Megathrust Mentawai-Siberut yang dinilai BRIN sudah cukup banyak.
Menurut Danny, Megathrust Mentawai-Siberut diprediksi bisa menimbulkan gempa besar dengan kekuatan M 8,8.
Ia menjelaskan, data terkait Megathrust Mentawai-Siberut berasal dari data geologi, data naik-turunnya pulau di wilayah tersebut, data seismik, sampai Global Positioning System (GPS).
Lokasi Megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut Danny menyampaikan, definisi Megathrust adalah sumber gempa yang berada pada batas lempeng yang menunjam.
Megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut berada di Andaman, Sumatera bagian barat, Jawa bagian selatan, Bali, hingga Lombok di Nusa Tenggara Barat (NTB).
“Megathrust itu sumber gempa yang berada pada batas lempeng yang menunjam dalam hal ini (Megathrust Selat Sunda) berada di lempeng Hindia yang di Pulau Jawa Selatan yang menunjam di bawah Sumatera,” ungkap Danny.
“Kalau gempa itu terjadi si tanah pulau akan terangkat berapa meter itu yang menyebabkan tsunami,” tambahnya.
Danny menambahkan, wilayah Sumatera sudah beberapa kali dilanda gempa megathrust, seperti gempa Aceh pada 2004 dan gempa Nias pada 2005.
Gempa Aceh dipicu oleh Megathrust Aceh-Andaman dan gempa Nias disebabkan oleh Megathrust Nias-Simeuleu.
Imbauan BRIN
Terkait peringatan yang disampaikan BMKG beberapa waktu lalu soal potensi gempa besar akibat Megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut, Danny meminta informasi ini tidak disalahartikan bahwa gempa akan terjadi dalam waktu dekat.
Danny menilai, peringatan tersebut dikeluarkan karena BMKG ingin masyarakat ingat kembali terhadap gempa Aceh dan Nias yang berbahaya.
Dengan peringatan tersebut, Danny berharap, masyarakat tidak melupakan tindakan dan mitigasi bencana.
Mengenai kapan gempa Megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut terjadi, Danny mengatakan, belum ada prediksi yang secara akurat bisa memastikan kapan dua gempa besar ini terjadi.
Namun, ia mengingatkan pemerintah agar melakukan manajemen bencana dan mitigasi gempa dan tsunami.
Danny juga meminta masyarakat yang tinggal di wilayah pantai supaya diberi informasi mengenai wilayah yang rawan tsunami.
WASPADA! BMKG Rilis Tsunami Terdeteksi Akibat Guncangan Gempa 7,6 SR di Sulawesi Utara |
![]() |
---|
Waspada Gempa Susulan Sulawesi Utara, BMKG Rilis Kali Ini Pusatnya di Kedalaman 10 KM |
![]() |
---|
Update Gempa di Sulut, BMKG Keluarkan Peringatan Dini Potensi Tsunami 1 Daerah Papua Terancam |
![]() |
---|
Waspada Gempa Bumi Sulut 7.6 SR, BMKG Keluarkan Peringatan Dini Tsunami, Ini 5 Daerah yang Terancam |
![]() |
---|
Breaking News: Gempa Guncang Sulawesi Utara 7.6 SR, Prediksi BMKG Potensi Tsunami |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.