Viral di Media Sosial

Cerita Getir Kakak Adik Farrel dan Nayaka Tawarkan Ginjalnya, Lawan Orang Tajir yang Zalimi Ibu

Aksi kakak beradik Farrel Mahardika Putra dan Nayaka Rivanno Attalah menjadi sorotan setelah mereka membentangkan poster yang berisi niat jual ginjal.

Tribun Jakarta/Dionisius Arya Bima Suci
ADIK KAKAK JUAL GINJAL - Dua remaja menggelar aksi membentangkan poster di Bundaran HI, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (20/3/2025). (Tribun Jakarta/Dionisius Arya Bima Suci) 

TRIBUNBENGKULU.COM - Aksi kakak beradik Farrel Mahardika Putra dan Nayaka Rivanno Attalah menjadi sorotan setelah mereka membentangkan poster yang berisi niat untuk menjual ginjal.

Tindakan ini dilakukan demi mendapatkan uang untuk menolong sang ibu, yang saat ini ditahan di Mapolres Tangerang Selatan atas tuduhan penggelapan uang.

Mereka nekat beraksi di kawasan Bundaran Hotel Indonesia (HI), Jakarta Pusat, untuk menarik perhatian publik dan membebaskan ibunya dari tahanan.

"TOLONG KAMI... KAMI INGIN MENJUAL GINJAL UNTUK MEMBEBASKAN BUNDA KAMI YANG DITAHAN DI POLRES TANGSEL," demikian bunyi tulisan di poster yang mereka bawa.

Ibu Difitnah, Keluarga Sendiri yang Melaporkan

Ibu mereka, Syafrida Yani, dituduh melakukan penggelapan uang oleh anggota keluarganya sendiri.

“Ibu saya hanya seorang penjual makanan rumahan. Awalnya, ibu membantu saudara ayah untuk mengurus rumahnya, karena beliau bekerja di sebuah maskapai dan sering ke luar negeri,” ungkap Farrel saat ditemui di Bundaran HI, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (20/3/2025).

Namun, dari sinilah masalah bermula.

Sang pemilik rumah marah karena ibunya tidak bisa dihubungi lantaran ponselnya tertinggal di rumah. 

Untuk mempermudah komunikasi, pemilik rumah kemudian membelikan satu unit ponsel untuk ibunya.

Tak hanya itu, Syafrida juga diberikan uang sebesar Rp10 juta untuk mengurus kebutuhan rumah, termasuk membayar seorang asisten rumah tangga.

“Uang diberikan cash, dan setiap ada pengeluaran, rinciannya selalu dicatat oleh ibu saya,” ujar Farrel.

Seiring waktu, Yani memilih berhenti mengurus rumah tersebut karena tidak tahan sering dimaki dengan kata-kata kasar.

Keputusan itu membuat pemilik rumah tidak terima dan melaporkan Yani ke Polsek Ciputat dengan tuduhan penggelapan uang dan barang.

Tidak Diberi Pendamping, Sang Ibu Tak Berdaya

Saat menjalani pemeriksaan, Yani tidak bisa membela diri karena tidak diberikan pendamping hukum.

“Saat diperiksa, ibu saya tak bisa membela diri karena tidak diberikan pendamping. Sementara di sisi lain, pelapor didampingi pengacaranya,” jelas Farrel.

Padahal, menurutnya, sang ibu telah menunjukkan rincian pengeluaran dari uang yang pernah diberikan oleh pemilik rumah.

Bahkan, Syafrida juga sudah mengembalikan ponsel dan uang Rp10 juta yang sebelumnya diterimanya.

“Namun tetap saja ibu ditahan di Polres Tangerang Selatan sejak kemarin. Padahal ibu tidak salah,” tuturnya.

Nekat Menjual Ginjal demi Keadilan

Merasa tidak memiliki cara lain untuk menyelamatkan ibunya, Farrel dan Nayaka nekat melakukan aksi di Bundaran HI dengan menawarkan ginjal mereka demi mendapatkan uang dalam jumlah besar.

Uang tersebut rencananya akan digunakan untuk membebaskan sang ibu dari tahanan.

“Saya mau melawan orang yang menzalimi ibu saya. Karena dia bukan orang biasa, mereka orang berada,” tegas Farrel.

Hukum Jual Beli Ginjal

Melansir laman hukum online, sebenarnya jual beli organ tubuh, termasuk ginjal adalah hal yang dilarang.

Larangan penjualan organ tubuh manusia memang tidak diatur dalam KUHP yang saat artikel ini diterbitkan masih berlaku, namun hal ini telah diatur dalam UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan, yaitu pada tahun 2026.

Hal ini ditegaskan dalam Pasal 345 UU 1/2023 yang mengatur tentang tindak pidana jual beli organ, jaringan tubuh, dan darah manusia yang selengkapnya berbunyi:

Setiap Orang yang dengan alasan apa pun memperjualbelikan:

  • organ atau jaringan tubuh manusia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun atau pidana denda paling banyak kategori VI, yaitu Rp2 miliar; atau
  • darah manusia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV, yaitu Rp200 juta.

Selain itu, Pasal 346 UU 1/2023 mengatur:

Setiap Orang yang melakukan komersialisasi dalam pelaksanaan transplantasi organ tubuh manusia atau jaringan tubuh manusia atau transfusi darah manusia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V, yaitu Rp500 juta.

Transplantasi organ tubuh manusia atau jaringan tubuh manusia atau transfusi darah manusia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan untuk tujuan kemanusiaan.
 
Larangan Penjualan Organ Tubuh dalam UU Kesehatan

Lebih lanjut, secara khusus larangan penjualan organ tubuh diatur dalam UU Kesehatan saat ini yang ditegaskan dalam Pasal 124 ayat (3) dengan bunyi sebagai berikut:

Organ dan/atau jaringan tubuh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang dikomersialkan atau diperjualbelikan dengan alasan apa pun. 

Dalam hal konsep memperjualbelikan organ tubuh manusia menurut unsur-unsur yang terkandung dalam UU Kesehatan yaitu adanya suatu perbuatan yang melanggar hukum dengan cara mengambil dan/atau memberikan dengan sengaja organ tubuh manusia atau jaringan manusia yang dilakukan atas kehendak sendiri ataupun adanya paksaan untuk tujuan memperoleh keuntungan. 

Dalam hal ini jual/beli organ tubuh manusia dan/atau jaringan manusia masuk dalam konteks perdagangan orang karena adanya tujuan eksploitasi yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan salah satunya dengan mentransplantasi organ tubuh dan/atau jaringan manusia.

Hal ini dikarenakan pada dasarnya transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh hanya dilakukan untuk tujuan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dan hanya untuk tujuan kemanusiaan.

Adapun transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh merupakan tindakan pemindahan organ dan/atau jaringan tubuh dari donor kepada resipien sesuai dengan kebutuhan medis.

Pelaku penjualan organ dan/atau jaringan tubuh ini diancam pidana dalam Pasal 432 UU Kesehatan berikut ini:

Setiap Orang yang mengomersialkan atas pelaksanaan transplantasi organ atau jaringan tubuh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 124 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp500 juta.

Setiap Orang yang memperjualbelikan organ atau jaringan tubuh dengan alasan apa pun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 124 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun atau pidana denda paling banyak Rp2 miliar.

Atas bunyi jerat pidana Pasal 345 huruf a UU 1/2023 dan Pasal 432 ayat (2) UU Kesehatan, menurut pandangan kami dapat diterapkan asas lex specialis derogat legi generali, yang artinya hukum khusus (UU Kesehatan) menyampingkan hukum umum (KUHP atau UU 1/2023).

Namun demikian, dalam praktiknya penyidik dapat mengenakan pasal berlapis terhadap suatu tindak pidana yang memenuhi unsur tindak pidana jual beli organ atau jaringan tubuh manusia. Artinya, jika unsur-unsur tindak pidananya terpenuhi, penyidik dapat menggunakan pasal-pasal tersebut.

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved