Berita Seluma

Masyarakat Adat Serawai Kecewa atas Vonis PN Tais Seluma Bengkulu dalam Kasus Anton dan Kayun

Masyarakat ada Serawai kecewa dengan vonis PN Tais Seluma Bengkulu terhadap Anton dan Kayun.

Penulis: Yayan Hartono | Editor: Ricky Jenihansen
Yayan Hartono/Tribunbengkulu.com
RUANG SIDANG PN TAIS - Sidang terdakwa Anton Afriadi dan Kayun di PN Tais Kamis (17/4/2025). Dalam putusannya, Hakim Ketua Galuh Kumalasari menyatakan bahwa keduanya terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan pencurian ringan berupa TBS sawit milik perusahaan negara tersebut. 

Laporan Reporter Tribunbengkulu.com, Yayan Hartono

TRIBUNBENGKULU.COM, SELUMA - Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Tais telah menjatuhkan vonis terhadap dua terdakwa, Anton Afriadi dan Kayun, dalam kasus dugaan pencurian tandan buah segar (TBS) kelapa sawit milik PTPN IV Regional VII Talo-Pino.

Dalam putusannya, Hakim Ketua Galuh Kumalasari menyatakan bahwa keduanya terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan pencurian ringan berupa TBS sawit milik perusahaan negara tersebut.

"Menjatuhkan pidana penjara masing-masing selama satu bulan kepada para terdakwa. Dengan ketentuan tidak perlu dijalani kecuali jika dalam masa percobaan tiga bulan mereka kembali melakukan tindak pidana," ujar Galuh Kumalasari dalam persidangan yang digelar Kamis petang (17/4/2025).

Putusan ini menuai kekecewaan dari masyarakat adat Serawai Semidang Sakti. 

Tokoh adat komunitas tersebut, Tahardin, menyebut putusan tersebut tidak adil dan mengabaikan keberadaan masyarakat adat yang telah lama mengelola wilayah itu.

Menurutnya, meski pidana ringan yang dijatuhkan kepada Anton Afriadi dan Kayun yakni satu bulan dan tak menjalani kurungan badan, bagi masyarakat adat Serawai Semidang Sakti putusan itu tak mengubah tudingan pencuri kepada Anton dan Kayun.

Tahardin menambahkan, konflik antara komunitas adat dengan PTPN IV Regional VII sudah berlangsung sejak tahun 1986. 

Ia menilai, perjuangan masyarakat adat mempertahankan tanah leluhur seharusnya menjadi pertimbangan dalam proses hukum.

"Hakim kami anggap tak mempertimbangkan keberadaan masyarakat adat. Tanah itu, milik leluhur kami dan sudah lama kami kelola," tegasnya.

Ia menggambarkan tindakan perusahaan sebagai bentuk perampasan lahan masyarakat adat.

"Analoginya begini, saya menaruh rokok di meja anda. Lantas apa mejanya, jadi otomatis milik saya? Seperti itulah kira-kira tindakan PTPN VII kepada kami masyarakat adat," ungkap Tahardin.

Di sisi lain, kuasa hukum dari Kantor Hukum Masyarakat Adat Bengkulu, Fitriansyah, menyampaikan bahwa pihaknya tidak membantah adanya aktivitas pemanenan sawit oleh Anton dan Kayun.

Namun menurutnya, perkara ini seharusnya masuk dalam ranah sengketa keperdataan, bukan tindak pidana.

Semestinya harus diputuskan onslag atau lepas dari segala tuntutan hukum.

Terkait langkah hukum selanjutnya, Fitriansyah mengatakan pihaknya masih akan mendiskusikan hal tersebut secara internal, mengingat kasus ini mewakili perjuangan masyarakat adat Serawai di Kabupaten Seluma.

"Menanggapi putusan ini, kami akan diskusikan lebih lanjut," pungkasnya.

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved