Berita Kang Dedi Mulyadi
Kisah Pilu Warga Sumsel Datang Temui Kang Dedi Mulyadi, Tak Sanggup Urus Anak jadi Pecandu Narkoba
Seorang ibu bernama Dian Nurhayati datang jauh-jauh dari Kota Lubuk Linggau, Sumatera Selatan temui Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi.
Kisah Ibu Dian dari Lubuk Linggau: Perjuangan Seorang Ibu Membebaskan Anak dari Jerat Narkoba
TRIBUNBENGKULU.COM - Seorang ibu bernama Dian Nurhayati datang jauh-jauh dari Kota Lubuk Linggau, Sumatera Selatan temui Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi.
Ia menempuh perjalanan panjang naik bus, meninggalkan pekerjaannya sebagai pedagang nasi uduk dan lontong sayur di kantin RS Siti Aisyah, hanya demi menyelamatkan anaknya dari kecanduan narkoba.
“Saya sudah dua kali merehabilitasi anak saya,” ungkap Ibu Dian di hadapan Kang Dedi Mulyadi.
“Pertama di BNN, lalu di Rumah Asa Silampari. Tapi selalu kembali lagi. Bahkan pendamping rehab terakhir ternyata juga pemakai.” ujar Dian curhat.
Putranya, yang kini berusia 19 tahun, sudah memakai sabu-sabu sejak SMP.
Awalnya dia diberi oleh teman, tanpa tahu efeknya.
“Katanya, kalau pakai sabu waktu puasa, nggak lapar,” tutur si anak saat ditanya.
Tak hanya mengganggu pendidikan, narkoba juga merusak kehidupannya.
Ia sudah menikah muda dan memiliki seorang anak, namun rumah tangganya kandas.
Istrinya kembali ke orang tua, karena tak kuat hidup dengan pecandu.
“Saya masih cinta sama istri, tapi dulu lebih pilih sabu,” katanya.
Ibu Dian kini harus menghidupi tiga anak lainnya sebagai single parent, sekaligus mengurus anak yang kecanduan.
Selama ini, ia hidup dari berjualan makanan di kantin rumah sakit. Tapi beban hidup kian berat. Uang hasil jualan habis untuk kebutuhan anak yang kecanduan.
“Barang-barang rumah sudah dijual. Berat badan saya turun 7 kilo,” ujar ibu dengan mata berkaca-kaca.
Dia bahkan pernah ingin mengakhiri hidupnya. Tapi mengurungkan niat itu karena memikirkan anak-anak lainnya yang masih membutuhkan kasih sayang.
Rumah satu-satunya hasil kerja di Arab Saudi pun hampir disita bank.
Ia pinjam uang dari bank keliling (bank plecit) dengan bunga 30 persen.
“Pinjam Rp1 juta, cuma terima Rp900 ribu, bayarnya Rp1.300.000,” jelasnya.
Lebih pilu lagi, tanah yang pernah ia cicil senilai Rp22 juta kini tak punya bukti kepemilikan karena kwitansi dibakar oleh anaknya sendiri.
Kehidupan di rumah makin tidak aman. Si anak kerap meminta uang dengan paksa, mengancam, dan membuat kegaduhan. Ibu Dian mengaku sudah sangat kewalahan.
Tujuan utama Ibu Dian datang ke sini adalah agar anaknya bisa dititipkan ke tempat pembinaan khusus. Ia tak sanggup lagi membina sendiri.
“Saya harap Bapak bisa bantu mendidik anak saya. Supaya akhlaknya berubah, supaya hidupnya lebih baik.”
Permintaan lainnya, bila memungkinkan, ia juga berharap bantuan keuangan untuk mempertahankan rumah yang hendak disita.
Tapi fokus utamanya tetap pada pemulihan anaknya.
Kang Dedi Mulyadi menegaskan bahwa ia bersedia membantu rehabilitasi sang anak.
Namun tidak bisa menjanjikan bantuan di luar itu karena ia juga memiliki tanggung jawab terhadap masyarakat luas, khususnya di wilayahnya sendiri.
Anak tersebut akan segera diantar ke tempat rehabilitasi.
Ia akan menjalani pemeriksaan psikologis dan proses pembinaan.
“Tapi harus ada surat pernyataan dan kesiapan mental. Karena ini bukan anak kecil lagi, tapi orang dewasa,” tegas pihak yang menangani.
Ibu Dian pun bersyukur dan menyatakan siap menandatangani surat pernyataan.
Ia berharap besar agar anaknya bisa berubah dan menjadi pribadi yang lebih baik.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.