Ading menjelaskan, kawan-kawan buruh dari PT SAP sudah beberapa kali mengajukan pembuatan BPJS ketenagakerjaan dan kesehatan.
Namun, dari pihak PT SAP menolak dengan alasan harus melibatkan OPD terkait, kemudian PT SAP juga beralasan meskipun tak ada BPJS kesehatan, buruh yang berobat akan ditanggung perusahaan.
“Kawan-kawan buruh sudah mengajukan tapi ditolak, alasannya melibatkan OPD atau dinas terkait kami tidak tahu, kemudian alasan PT SAP pihaknya akan menanggung buruh yang berobat,” tutur Ading.
“Tapi ternyata adanya kecelakaan kerja di PT SAP, kawan-kawan buruh berobat sendiri dan tidak ditanggung oleh perusahaan,” sambung Ading.
Ading juga menjelaskan, komitmen awal akan ditanggung, nanti bisa minta diklaim ke PT SAP nyatanya tidak.
Termasuk buruh yang memiliki anak maupun keluarga, harus berobat secara mandiri tanpa ditanggung oleh BPJS Kesehatan.
“Buruh yang berkeluarga dan yang sudah punya anak, kalau berobat menanggung sendiri tak ada ditanggung perusahaan,” jelas Ading.
Alasan dari PT SAP sendiri, pihak perusahaan tak mampu membayar BPJS ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan.
Menurut Ading, PT SAP setiap hari beroperasi dengan tonase sawit yang begitu banyak, hal ini yang menjadi tanda tanya.
“Alasan PT SAP tak mampu membayar BPJS Kesehatan dan Tenagakerja, padahal PT SAP setiap hari beroperasi dengan tonase yang begitu banyak,” tutup Ading.
Senada juga disampaikan oleh, Anggota FSPMI yang merupakan buruh dari PT SAP, Zainal Abadi, dirinya sudah bekerja sejak 2015 lalu.
Sejak dirinya bekerja dari awal perusahaan berdiri, ia belum mendapatkan upah yang layak.
Dulu dirinya hanya mendapatkan upah hanya Rp 200 ribu hingga Rp 300 ribu per minggu.
Menurutnya dengan upah segitu ia tak bisa mencukupi kebutuhan keluargannya, memang beberapa bulan yang lalu, ia diangkat menjadi tenaga harian tetap dengan upah yang juga tak layak.
“Baru beberapa bulan diangkat jadi harian tetap, tapi upah yang diterima tak layak naik hanya sedikit,” ungkap Zainal.