Penemuan Rafflesia Hasseltii

Sosok Septian Andriki Aktivis Bengkulu Menangis Haru Temukan Rafflesia Hasseltii di Hutan Sumatera

Sosok Septian Andriki Menangis Haru saat Temukan Rafflesia Hasseltii usai 13 tahun Pencarian, Aktivis Lingkungan Bengkulu

Editor: Hendrik Budiman
Dokumentasi Septi Andriki
PENEMUAN RAFFLESIA HASSELTII - Rafflesia hasseltii di Sijunjung, Sumatera Barat yang ditemukan tim ekspedisi Septi Andriki, Chris Torogood dari Oxford, dan Iswandi dari LPHN SUMPUR KUDUS. 
Ringkasan Berita:
  • Sosok Septian Andriki Menangis Haru saat Temukan Rafflesia Hasseltii usai 13 tahun Pencarian, Aktivis Lingkungan Bengkulu
  • Puncak penantian panjang dan perjalanan penuh risiko selama 13 tahun memburu salah satu bunga paling langka di dunia. 
  • Rafflesia Hasseltii berhasil ditemukan tim ekspedisi di  di Hiring Batang Somi, Kecamatan Sumpur Kudus, Sijunjung, Sumatera Barat, pada Rabu (19/11/2025) malam. 

 

TRIBUNBENGKULU.COM - Air mata haru tak terbendung dari wajah Septian Andriki atau Deki ketika akhirnya ia menemukan Rafflesia hasseltii yang selama 13 tahun menjadi obsesinya. 

Di tengah rimba yang lebat, perjuangan panjang penuh kesabaran itu berbuah manis di pedalaman hutan Sumatera.

Deki sapaan akrabnya, seorang aktivis lingkungan dari Bengkulu, momen tersebut adalah puncak dari penantian panjang selama 13 tahun memburu bunga langka tersebut.
 
Rafflesia hasseltii berhasil ditemukan tim ekspedisi di  di Hiring Batang Somi, Kecamatan Sumpur Kudus, Sijunjung, Sumatera Barat, pada Rabu (19/11/2025) malam. 

Ia dan tim sampai memerlukan waktu 20 jam lebih, ditambah kondisi hutan yang rawan satwa liar.

Puncak penantian panjang dan perjalanan penuh risiko selama 13 tahun memburu salah satu bunga paling langka di dunia. 

Lantas Siapa Sosok Septian Andriki atau Deki?

Septi Andriki, atau akrab disapa Deki, dulunya bekerja sebagai guru pendidikan jasmani di sekolah dasar. 

Ia kemudian terlibat dalam ekspedisi bersama ilustrator botani dari Oxford University, Chris Thorogood. 

Kolaborasi keduanya ternyata berawal dari komunikasi sederhana melalui pesan langsung (DM) pada masa pandemi Covid-19 tahun 2019.

Deki mengaku kecintaannya pada Rafflesia bermula dari rasa ingin meluruskan pemahaman murid-muridnya mengenai perbedaan Rafflesia dan bunga bangkai (Amorphophallus). 

Baca juga: Detik-detik Haru Penemuan Rafflesia Hasseltii di Pedalaman Hutan Sumatera Usai 13 Tahun Pencarian

"Saya itu, basic saya adalah guru Penjas. Saya mengabdi 7 tahun, akhirnya saya dititipin buku pelajaran," katanya saat dihubungi Kompas.com, Kamis (20/11/2025). 

Ia menyadari banyak siswa sekolah dasar mengira kedua flora tersebut sama. 

Berangkat dari keinginan mengedukasi murid, Deki mulai melakukan eksplorasi kecil-kecilan. 

"Saya awalnya coba ekspedisi kecil-kecilan dengan anak-anak Karang Taruna, saya coba cari lagi, dapat 10 habitat. Akhirnya saya berhenti mengajar," ujarnya.

PENEMUAN RAFLESIA HASSELTII- Kolase Septian Andriki saat menangis (kiri) dan Raflesia Hasseltii di Sijunjung, Sumatera Barat yang ditemukan tim ekspedisi Septi Andriki, Chris Torogood dari Oxford, dan Iswandi dari LPHN SUMPUR KUDUS.
PENEMUAN RAFLESIA HASSELTII- Kolase Septian Andriki saat menangis (kiri) dan Raflesia Hasseltii di Sijunjung, Sumatera Barat yang ditemukan tim ekspedisi Septi Andriki, Chris Torogood dari Oxford, dan Iswandi dari LPHN SUMPUR KUDUS. (Dokumentasi Septi Andriki)

Sejak 2013, Rafflesia Hasseltii menjadi target utama pencarian Deki.

Namun hingga bertahun-tahun, ia belum berhasil menemukannya.

Ekspedisi 2025 

Pada pertengahan November 2025, Deki mendapat informasi bahwa R. hasseltii ditemukan mekar di kawasan Sumber Kudus, Sijunjung.

Ia kemudian merencanakan ekspedisi berisiko tinggi bersama Chris, Iswandi dari LPHN Sumpur Kudus, dan Joko Witono dari BRIN. Perjalanan tersebut sangat berat.

Dari Bengkulu menuju lokasi butuh 20 jam perjalanan darat, ditambah tiga jam mendaki jalur ekstrem.

"Akhirnya kita coba cari klarifikasi, kita coba ekspedisi. Berangkat dari Bengkulu selama 20 jam dengan jalan kaki lebih dari 3 jam. Ini total perjalanan 23 jam," ujar Deki.

Baca juga: Bumi Rafflesia Diganti Bumi Merah Putih? Ini Penjelasan Gubernur Bengkulu Terpilih Helmi Hasan

Risiko terbesar adalah lokasi habitat yang merupakan jalur harimau.

Musim durian yang sedang berlangsung juga meningkatkan potensi bertemu kucing besar tersebut.

"Mungkin kalau hari itu kita ketemu, kemungkinannya ada di 60 persen, ketemu harimau," katanya.

Beruntung, tim tidak bertemu harimau selama perjalanan. 

Apa yang Terjadi Sesaat Sebelum Penemuan?

Dalam perjalanan, Joko Witono tidak dapat melanjutkan ekspedisi dan terpaksa kembali ke pemukiman, ditemani Deki.

Setelah memastikan rekannya aman, Deki kembali mendaki untuk menyusul Chris dan Iswandi.

Setelah tiga jam mendaki medan sulit dan menuruni lereng dengan kemiringan hampir 90 derajat, mereka akhirnya menemukan bunga yang menjadi target selama 13 tahun.

R. hasseltii ditemukan mekar sebagian dengan satu kelopak yang sudah terbuka. Tim kemudian menunggu selama dua jam hingga bunga mekar sempurna pada malam hari.

Mengapa Penemuan Ini Sangat Emosional bagi Deki?

Setelah bertahun-tahun mencari tanpa hasil, Deki tidak bisa menahan tangis saat melihat R. hasseltii mekar sempurna.

"Haru saya untuk pertama kali saya melihat Helti setelah 13 tahun," ujarnya.

"Saya bilang sampai haru karena sudah enggak bisa kebendung lagi emosionalnya, akhirnya saya luapin di situ," lanjutnya.

Meski begitu, ia tetap menekankan pentingnya etika dalam mendokumentasikan tumbuhan langka.

"Saya selalu memposting foto saya itu tidak pernah menyentuh langsung si Rafflesia," katanya.

Menurutnya, sentuhan manusia dapat mempercepat kerusakan dan pembusukan bunga.

Rafflesia Hasseltii Pernah Dianggap Punah

Profesor Agus Susatya, peneliti Rafflesia sekaligus Guru Besar Universitas Bengkulu mengungkap, populasi R. hasseltii yang kecil di habitat aslinya membuat statusnya tergolong Critical Endangered atau berada dalam risiko kepunahan yang sangat tinggi di alam liar.

Agus mengatakan, Rafflesia hasseltii sebenarnya sudah ditemukan sejak lama, yaitu sekitar tahun 1879.

Meskipun sebarannya luas dapat ditemukan di Sumatera (Bengkulu, Sumatera Barat) hingga Kalimantan Barat spesies ini adalah yang relatif langka.

Penemuan Spesies Baru Mesti Diikuti Pelestarian Artikel Kompas.id Kelangkaan ini diperparah oleh kesulitan memprediksi massa mekarnya, yang membuat informasinya sangat jarang. "Malah di (beberapa tahun yang lampau itu) dia dianggap punah," ungkap Prof. Agus dihubungi Kompas.com, Kamis (20/11/2025).

Setelah sempat menghilang, R. hasseltii muncul lagi dan ditemukan oleh mahasiswa di Jambi.

Namun, populasi R. hasseltii secara keseluruhan masih sangat kecil dan terfragmentasi. Diketahui, masa mekar R. hasseltii hanya tujuh hari, dengan waktu puncaknya selama dua hari.

Prof. Agus Susatya menjelaskan bahwa di lokasi penemuan, populasi R. hasseltii tidak pernah mencapai jumlah besar. Kondisi inilah yang memicu klasifikasi status konservasi yang kritis.

"Memang populasinya kecil, ya. Bunganya dalam satu lokasi itu mungkin, saya punya data itu, kurang dari 10 kuncup, ya," katanya.

Tidak semua kuncup tersebut berhasil mekar. Banyak kuncup yang mati dalam proses perkembangannya. Kombinasi antara populasi yang kecil dan mortalitas (kematian) yang tinggi ini membuat R. hasseltii rentan.

"Kami menggolongkan R. hasseltii status konservasinya lebih ke arah critical endangered," ujar Prof. Agus.

Ia memberikan peringatan keras: "Dia kalau ee sebentar lagi kalau enggak ada proteksi, dia akan punah." B

Untuk mencegah kepunahan, Prof. Agus menekankan pentingnya perlindungan in situ (di tempat aslinya).

Solusi konservasi yang dilakukan adalah dengan meminimalkan interaksi manusia dan mencegah konversi habitat.

Prof. Agus menyebut edukasi kepada masyarakat lokal menjadi kunci.

"Ya, di in situ, di tempatnya. Kita perlindungan di tempatnya dan mengurangi interaksi dengan manusia," kata dia.

Sebagian Artikel Ini Telah Tayang di Kompas.com

 

Sumber: Tribun Bengkulu
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved