Berita Nasional

Alasan Kepala BGN Tolak Usulan MBG Diganti Bantuan Uang Tunai 'Khawatir Uang Tidak Tepat Sasaran'

Alasan Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana tolak usulan program Makan Bergizi Gratis (MBG) diganti menjadi bantuan uang tunai.

Editor: Yuni Astuti
Tribunnews.com
KEPALA BGN SOAL MBG - Dadan Hindayana tolak usulan program MBG diganti uang tunai, Selasa (7/10/2025). 

Dadan menyebut, setiap satuan SPPG rata-rata mendapatkan anggaran Rp10 miliar per tahun.

Sekitar 45 persen digunakan untuk membeli bahan baku makanan, dan 99 persen bahan baku tersebut berasal dari produk pertanian lokal.

Ia menilai, pola MBG dengan SPPG jauh lebih berkelanjutan ketimbang bantuan tunai yang efeknya hanya sesaat. 

“10,5 persen (anggaran) digunakan untuk membayar seluruh relawan yang bekerja termasuk nasional, dimana disitu ada ibu-ibu yang selama ini tidak bekerja menjadi bisa bekerja, kemudian mendapatkan tambahan penghasilan sehingga kemiskinan ekstrem bisa dihilangkan di lokasi dimana SPPG berdiri," ucapnya.

Baca juga: Progres Dapur MBG Polres Bengkulu Selatan Capai 90 Persen, Kapolres Pastikan Kelayakan Security Food

Pihak yang Akan Terus Lanjutkan Program MBG

Pemerintah memastikan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) tetap berjalan meski Peraturan Presiden (Perpres) yang mengatur tata kelolanya belum rampung.

Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi, Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana, dan Ketua Dewan Energi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan bahwa tidak ada rencana moratorium, dan penyempurnaan regulasi sedang dilakukan lintas kementerian.

“Minggu ini harus selesai. Tapi bukan karena Perpres belum ada kemudian program MBG tidak jalan. Tidak,” kata Prasetyo usai menghadiri HUT ke-80 TNI di Monas, Jakarta, Minggu (5/10/2025).

Prasetyo menjelaskan bahwa proses penyempurnaan Perpres ini merupakan bagian dari evaluasi menyeluruh pemerintah terhadap pelaksanaan MBG, menyusul lonjakan kasus keracunan makanan MBG di berbagai daerah.

Berdasarkan data BPOM per Kamis (2/10/2025), tercatat 9.089 korban di 83 kabupaten/kota pada 28 provinsi. JPPI melaporkan 8.649 anak terdampak hingga 27 September, termasuk 3.289 kasus baru dalam dua pekan terakhir. Sementara BGN mencatat 6.517 kasus hingga akhir September. Lonjakan kasus terjadi sejak Juli, dengan puncaknya pada September yang mencatat 61 kejadian luar biasa (KLB). Wilayah terdampak terbesar adalah Jawa Barat, termasuk Cipongkor dan Cihampelas, Kabupaten Bandung Barat.

“Apalagi dengan beberapa masukan dan kejadian beberapa waktu belakangan. Dan memang semangatnya kita kan tentu ingin program ini berjalan dengan sebaik-baiknya. Jadi tunggu mohon waktu agak sebentar supaya semuanya,” ujar Prasetyo, alumnus Universitas Gadjah Mada.

Ia menambahkan bahwa pemerintah tidak menggunakan istilah “sempurna”, melainkan berupaya mengantisipasi sebanyak mungkin celah yang berpotensi menimbulkan masalah.

“Sebagai bentuk dari evaluasi dan perbaikan ke depan,” tambahnya.

Situasi ini memicu desakan moratorium dari sejumlah organisasi masyarakat, lembaga advokasi anak, dan anggota legislatif. Mereka meminta distribusi MBG dihentikan sementara hingga tata kelola dan pengawasan diperketat.

Namun Kepala BGN Dadan Hindayana menegaskan bahwa program tetap dijalankan sepanjang tidak ada perintah penghentian dari Presiden Prabowo Subianto.

Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved