Berita Nasional

Alasan Kepala BGN Tolak Usulan MBG Diganti Bantuan Uang Tunai 'Khawatir Uang Tidak Tepat Sasaran'

Alasan Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana tolak usulan program Makan Bergizi Gratis (MBG) diganti menjadi bantuan uang tunai.

Editor: Yuni Astuti
Tribunnews.com
KEPALA BGN SOAL MBG - Dadan Hindayana tolak usulan program MBG diganti uang tunai, Selasa (7/10/2025). 

TRIBUNBENGKULU.COM - Alasan Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana tolak usulan program Makan Bergizi Gratis (MBG) diganti menjadi bantuan uang tunai.

Maraknya kasus keracunan program MBG, banyak pihak yang mendesak untuk mengganti program tersebut.

Namun usulan tersebut rupanya ditolak oleh Dadan Hindayana.

“Kita tidak menggunakan metode di mana uang dikirim ke orang tua dan orang tua suruh masak,” ujar Dadan dalam paparan virtualnya, Selasa (7/10/2025).

Dadan menjelaskan, jika dana MBG diberikan langsung dalam bentuk uang, maka efektivitas program akan sulit diawasi.

Ia khawatir sebagian besar anggaran justru tidak digunakan sesuai tujuan peningkatan gizi anak.

“Satu sisi kita ada kekhawatiran bahwa uang ini akan tidak tepat (sasaran), juga yang kedua tidak mampu membuat ekosistem,” kata Dadan.

Ia menegaskan, tujuan program MBG bukan hanya memberi makan kepada anak-anak.

Akan tetapi juga menciptakan sistem ekonomi pangan yang menyejahterakan masyarakat bawah.

“Kalau kita tidak menggunakan metode seperti sekarang, uang yang besar hanya digunakan untuk memberi makan anak-anak. Itu hanya satu sisi saja. Tapi dengan cara ini kita membangun rantai pasok dan menciptakan kebutuhan baru,” jelasnya.

Menurut Dadan, skema MBG melalui Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) justru membuka peluang ekonomi di tingkat akar rumput. 

Satu SPPG melayani ribuan penerima manfaat di sekitar sekolah dan diberi tanggung jawab penuh untuk menyediakan makanan bergizi setiap hari.

“Dengan satu SPPG melayani sekitar 3.000 penerima manfaat, terbentuklah new demand atau kebutuhan baru, atau boleh dikatakan juga sebagai new emerging market. Karena 3.000 orang itu yang bertumbuh dalam satu tempat, dilayani, itu akan membutuhkan kebutuhan yang luar biasa,” ucapnya.

Ia menambahkan, model seperti ini membuat uang negara benar-benar berputar di daerah. 

“Kita menciptakan kebutuhan baru sekaligus menjamin pemasarannya. Jadi ekonomi sudah bergerak di level paling bawah,” ujarnya.

Dadan menyebut, setiap satuan SPPG rata-rata mendapatkan anggaran Rp10 miliar per tahun.

Sekitar 45 persen digunakan untuk membeli bahan baku makanan, dan 99 persen bahan baku tersebut berasal dari produk pertanian lokal.

Ia menilai, pola MBG dengan SPPG jauh lebih berkelanjutan ketimbang bantuan tunai yang efeknya hanya sesaat. 

“10,5 persen (anggaran) digunakan untuk membayar seluruh relawan yang bekerja termasuk nasional, dimana disitu ada ibu-ibu yang selama ini tidak bekerja menjadi bisa bekerja, kemudian mendapatkan tambahan penghasilan sehingga kemiskinan ekstrem bisa dihilangkan di lokasi dimana SPPG berdiri," ucapnya.

Baca juga: Progres Dapur MBG Polres Bengkulu Selatan Capai 90 Persen, Kapolres Pastikan Kelayakan Security Food

Pihak yang Akan Terus Lanjutkan Program MBG

Pemerintah memastikan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) tetap berjalan meski Peraturan Presiden (Perpres) yang mengatur tata kelolanya belum rampung.

Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi, Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana, dan Ketua Dewan Energi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan bahwa tidak ada rencana moratorium, dan penyempurnaan regulasi sedang dilakukan lintas kementerian.

“Minggu ini harus selesai. Tapi bukan karena Perpres belum ada kemudian program MBG tidak jalan. Tidak,” kata Prasetyo usai menghadiri HUT ke-80 TNI di Monas, Jakarta, Minggu (5/10/2025).

Prasetyo menjelaskan bahwa proses penyempurnaan Perpres ini merupakan bagian dari evaluasi menyeluruh pemerintah terhadap pelaksanaan MBG, menyusul lonjakan kasus keracunan makanan MBG di berbagai daerah.

Berdasarkan data BPOM per Kamis (2/10/2025), tercatat 9.089 korban di 83 kabupaten/kota pada 28 provinsi. JPPI melaporkan 8.649 anak terdampak hingga 27 September, termasuk 3.289 kasus baru dalam dua pekan terakhir. Sementara BGN mencatat 6.517 kasus hingga akhir September. Lonjakan kasus terjadi sejak Juli, dengan puncaknya pada September yang mencatat 61 kejadian luar biasa (KLB). Wilayah terdampak terbesar adalah Jawa Barat, termasuk Cipongkor dan Cihampelas, Kabupaten Bandung Barat.

“Apalagi dengan beberapa masukan dan kejadian beberapa waktu belakangan. Dan memang semangatnya kita kan tentu ingin program ini berjalan dengan sebaik-baiknya. Jadi tunggu mohon waktu agak sebentar supaya semuanya,” ujar Prasetyo, alumnus Universitas Gadjah Mada.

Ia menambahkan bahwa pemerintah tidak menggunakan istilah “sempurna”, melainkan berupaya mengantisipasi sebanyak mungkin celah yang berpotensi menimbulkan masalah.

“Sebagai bentuk dari evaluasi dan perbaikan ke depan,” tambahnya.

Situasi ini memicu desakan moratorium dari sejumlah organisasi masyarakat, lembaga advokasi anak, dan anggota legislatif. Mereka meminta distribusi MBG dihentikan sementara hingga tata kelola dan pengawasan diperketat.

Namun Kepala BGN Dadan Hindayana menegaskan bahwa program tetap dijalankan sepanjang tidak ada perintah penghentian dari Presiden Prabowo Subianto.

“Di luar perintah itu, saya tetap melaksanakan,” kata Dadan (2/10/2025).

Ia menyebut banyak anak dan orang tua menantikan manfaat program ini.

Luhut Pandjaitan menyatakan bahwa MBG tidak perlu dihentikan karena proses perbaikan sedang berjalan. Ia menyebut data pelaksanaan sudah diverifikasi dan menunjukkan tren membaik.

“Gak usah dihentikan. Kita lihat bagus kok. Kalau kurang di sana sini, ya kita perbaikin,” ujarnya.

Luhut juga menyoroti dampak ekonomi MBG, termasuk penyerapan tenaga kerja dan meningkatnya permintaan bahan pangan. Ia menyebut mulai terjadi kekurangan pasokan pisang, telur, ayam, ikan, dan sayuran.

“Pemda harus bangun kebun sayur, kebun pisang, dan seterusnya,” katanya.

BGN memastikan Perpres Tata Kelola MBG akan segera terbit untuk memperjelas peran kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah.

“Dengan Perpres, tata kelola MBG menjadi lebih kuat, transparan, dan akuntabel,” kata Dadan.

Program MBG merupakan salah satu janji kampanye Presiden Prabowo yang mulai dijalankan sejak September 2025, menyasar anak-anak sekolah dasar dan madrasah.

Pemerintah menekankan bahwa evaluasi dan perbaikan terus dilakukan, bukan penghentian.

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com 

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved