Penetapan Pahlawan Nasional

BREAKING NEWS: Presiden Soeharto Resmi Ditetapkan Sebagai Pahlawan Nasional Bidang Perjuangan 

Sosok Presiden Prabowo yang ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional bidang perjuangan, Senin (10/11/2025).

Editor: Yuni Astuti
Kolase Sripoku.com
PENGANUGERAHAN GELAR PAHLAWAN NASIONAL - Presiden Soeharto resmi ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional bidang perjuangan oleh Presiden Prabowo, Senin (10/11/2025). 
Ringkasan Berita:
  • Presiden kedua Indonesia Soeharto resmi ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional Bidang Perjuangan.
 
  • Sosok Presiden Soeharto yang kini ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional oleh Presiden Prabowo.

 

TRIBUNBENGKULU.COM - Sosok Soeharto resmi ditetapkan sebagai pahlawan bidang perjuangan.

Ditetapkannya Soeharto sebagai pahlawan nasional dilakukan saat  Upacara Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional Tahun 2025, Istana Negara, (10/11/2025).

Adapun Presiden Soeharto ditetapkan sebagai pahlawan nasioanal di bidang perjuangan karena dinilai ia menonjol semasa kemerdekaan, sebagai Wakil Komandan BKL Yogyakarta, ia memimpin pelucurtan senjata di Jepang Kota Baru 1945.

Ini sosok Soeharto Presiden Kedua Indonesia 

Soeharto merupakan seseorang yang lahir di Yogyakarta, lebih tepatnya di desa Kemusuk, Argomulyo. Soeharto lahir pada tanggal 8 Juni 1921. Ketika lahir, Soeharto bisa dikatakan sebagai keluarga yang kurang mampu.

Soeharto adalah seorang anak yang lahir dari ayah yang bernama Kertosudiro dan ibu yang bernama Sukirah. Ayah Soeharto merupakan seorang petani di desanya dan seorang pembantu lurah dalam mengairi persawahan desa.

Saat Soeharto belum berusia 40 hari, sang ibu menitipkan anaknya kepada kakek atau Mbah Kromo. Nama asli Mbah Kromo adalah Kromodiryo yang di mana ia merupakan seorang dukun bayi yang membantu proses kelahiran Soeharto.

Soeharto tinggal di rumah Mbah Kromo bisa dibilang cukup lama sekitar empat tahun. 

Selama empat tahun itulah, Soeharto bisa merasakan dan mendapatkan kasih sayang seperti orang tua yang diberikan oleh Mbah Kromo. 

Dari rumah Mbah Kromo juga, Soeharto bisa belajar berdiri bahkan sampai bisa berjalan.

Soeharto lihai memberikan instruksi seperti maju, belok kiri, belok kanan, dan ia juga sangat suka bermain air dan mandi di atas lumpur. 

Selain itu, hal yang paling senang ia lakukan adalah mencari dan menangkap belut atau ikan. 

Oleh karena itu, sampai dengan masa tuanya, Soeharto masih sangat gemar atau memiliki hobi memancing ikan.

Orang tua Soeharto berpisah, kemudian ibu Soeharto (Sukirah) menikah lagi dengan seorang laki-laki yang bernama Atmopawiro dan memiliki tujuh orang anak. 

Sedangkan, ayah kandung Soeharto (Kertosudiro) juga menikah lagi dan mempunyai empat orang anak.

Setelah sekian lama atau kurang lebih selama empat tahun tinggal bersama di rumah Mbah Kromo, sang ibu Soeharto (Sukirah) mengambil anaknya dan dibawa pulang ke rumah ayah tiri Soeharto (Atmopawiro).

Pendidikan Soeharto

Saat berusia delapan tahun, Soeharto baru masuk sekolah dasar, tetapi ia beberapa pindah sekolah. Pada awal masuk sekolah, Soeharto bersekolah di Sekolah Dasar (SD) Puluhan, Godean. 

Namun, ketika ibu dan ayah tirinya pindah rumah ke Kemusuk Kidul maka Soeharto juga pindah sekolah ke Sekolah Dasar (SD) Pedes.

Kekhawatiran Kertosudiro (ayah kandung Soeharto) akan masa depan anaknya maka ia menitipkan Soeharto kepada keluarga Prawirowihardjo yang bertempat tinggal di Wuryantoro, Purwodadi, Jawa Tengah.

Prawirowiharjo merupakan suami dari adik Kertosudiro atau adik ipar Kertosudiro. 

Prawirowiharjo merupakan seorang mantri tani dan ayahnya adalah seorang pengusaha yang sudah terkenal yaitu Sudwikatmono.

Saat tinggal bersama bibi dan pamannya, Soeharto sangat senang karena sering diajak ke sawah oleh pamannya sehingga ia perlahan-lahan bisa mengerti seluk beluk tentang dunia pertanian. 

Untuk melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama (SMP), Soeharto memilih untuk pulang ke kampung halamannya di Kemusuk.

Sekolah Menengah Pertama (SMP) Muhammadiyah di Yogyakarta merupakan lembaga pendidikan yang dipilih oleh Soeharto setelah tamat Sekolah Dasar (SD). 

Untuk menempuh jarak ke sekolah, ketika berangkat dan pulang sekolah Soeharto menggunakan sepeda yang hampir rusak.

Setelah tamat dari SMP, Soeharto ingin sekali melanjutkan pendidikannya ke jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA). 

Namun, karena keadaan ekonomi keluarga dan keterbatasan biaya yang dimiliki oleh orang tuanya membuat Soeharto harus mengurungkan niatnya itu.

Soeharto sempat mendapatkan dua surat panggilan kerja yang terjadi pada sekitar tahun 1939, surat pertama merupakan surat panggilan dari bank dan surat kedua merupakan surat panggilan dari lembaga ketentaraan. Dan akhirnya yang dipilih oleh Soeharto adalah berkarir di dunia militer.

Baca juga: Terungkap! Isi Gugatan Tutut Soeharto Seret Nama Menteri Keuangan Purbaya Sadewa

Pendidikan dan karier militer 

Soeharto baru mulai bersekolah saat berusia delapan tahun dan sempat berpindah-pindah sekolah. 

Pada awalnya, ia bersekolah di Sekolah Dasar (SD) Puluhan, Godean. 

Namun, ia kemudian masuk ke Sekolah Dasar (SD) Pedes setelah ibu dan ayah tirinya pindah rumah ke Kemusuk Kidul.

Setelah itu, Soeharto kembali berpindah sekolah karena sang ayah kandung, Kertosudiro, menitipkan dia ke keluarga paman dan bibinya, Prawirowihardjo, di Wuryantoro, Purwodadi, Jawa Tengah. 

Kertosudiro memilih menitipkan Soeharto kepada keluarga adiknya agar sang anak memiliki masa depan lebih baik. Prawirowiharjo yang merupakan suami dari adik ayah Soeharto, bekerja sebagai mantri tani. 

Ia juga merupakan anak seorang pengusaha terkenal bernama Sudwikatmono. 

Selama tinggal bersama keluarga pamannya, Soeharto sering diajak ke sawah sehingga perlahan mengerti soal seluk beluk pertanian. 

Setamat sekolah dasar, Soeharto kemudian memilih pulang ke Kemusuk untuk melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Pertama (SMP) Muhammadiyah di Yogyakarta. 

Ia biasa mengayuh sepeda dari Kemusuk ke Yogyakarta demi menuntaskan pendidikan SMP. 

Setelah lulus SMP, Soeharto sebenarnya ingin melanjutkan pendidikan ke sekolah menengah atas (SMA), tetapi terkendala biaya. 

Oleh karena itu, Soeharto kemudian memilih masuk ke bidang militer. 

Ia mendaftar ke Militer Koning Willem III (sekarang dikenal sebagai Akademi Militer Magelang) pada 1940. 

Di akademi ini, Soeharto mendapatkan pendidikan yang tidak hanya membentuk karakternya sebagai seorang pemimpin, tetapi juga mempertajam bakat militernya. 

Pada 1941, ia terpilih menjadi prajurit teladan di Sekolah Bintara, Gombong, Jawa Tengah. 

Kemudian, pada 5 Oktober 1945, Soeharto resmi menjadi anggota TNI.

Soeharto menikah dengan seorang anak pegawai Mangkunegaran bernama Siti Hartinah pada 1947. 

Dari pernikahannya dengan Siti Hartinah atau biasa disapa Ibu Tin, Soeharto dikaruniai enam anak, yakni Siti Hardiyanti Hastuti, Sigit Harjojudanto, Bambang Trihatmodjo, Siti Hediati Herijadi, Hutomo Mandala Putra, dan Siti Hutami Endang Adiningsih.

Jalan menuju kursi presiden 

Pada 1967, jalan menuju kursi presiden Indonesia terbuka bagi Soeharto ketika ia diangkat sebagai pejabat presiden menggantikan Soekarno. 

Langkah ini menandai awal perjalanan Indonesia dalam periode yang dikenal sebagai Orde Baru. 

Meski sudah memimpin sejak 1967, Soeharto baru resmi dilantik oleh MPRS untuk menjadi Presiden Republik Indonesia pada 27 Maret 1968. 

Saat diangkat menjadi pejabat presiden, Soeharto memimpin negara dalam menghadapi tantangan yang kompleks. 

Kala itu, Indonesia dihadapkan pada krisis ekonomi dan politik. 

Soeharto pun melakukan reformasi ekonomi terencana dan disiplin fiskal untuk mengatasi inflasi yang tinggi. Dalam kepemimpinan Soeharto, Indonesia mengalami transformasi besar. Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi yang pesat. 

Stabilitas politik juga lebih baik. Kebijakan pembangunan yang terstruktur dan berfokus pada pertanian, industri, dan infrastruktur menghasilkan hasil signifikan.

 Di bawah pemerintahan Soeharto, Indonesia berhasil menjalin kerja sama internasional yang lebih luas dan menjadi pusat perhatian dalam forum global. 

Dalam era Orde Baru ini, stabilitas politik yang ditegakkan memungkinkan Indonesia untuk mengejar proyek-proyek pembangunan skala besar, seperti proyek transmigrasi dan industrialisasi. 

Meski begitu, pemerintahan Orde Baru juga tidak terlepas dari berbagai kontroversi. 

Pemerintahan Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto, berjalan dengan otoriter. 

Kebebasan berpendapat dan pers pun dibungkam. 

Selain itu, korupsi, kolusi, dan nepotisme juga kental terjadi selama Orde Baru. 

Akhir kekuasaan Soeharto 

Kekuasaan Soeharto selama lebih dari tiga dekade menemui titik akhir saat krisis ekonomi melanda Indonesia pada 1998.

Gelombang aksi protes dan kerusuhan pun terjadi di mana-mana untuk menuntut Soeharto turun dari jabatannya.  

Hingga akhirnya, Soeharto memutuskan mengundurkan diri pada 1998. 

Dengan mundurnya Soeharto, berakhirlah pemerintahan Orde Baru dan dimulailah era Reformasi yang masih berjalan hingga kini. 

Setelah menjalani masa-masa pensiun dengan tenang, Soeharto meninggal dunia pada usia 87 tahun di Rumah Sakit Pusat Pertamina, Jakarta Selatan, pada 27 Januari 2006.

Artikel Tayang di Kompas.com

 

 

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved