Sidang Ferdy Sambo

Kubu Ferdy Sambo Dinilai Kehabisan Strategi, Kamaruddin: Mending Sambo Latihan Gila Biar Bisa Bebas

Merespons segala tuduhan yang dianggap fitnah kepada almarhum Brigadir J tersebut, Kamaruddin Simanjuntak angkat bicara.

Editor: Hendrik Budiman
Tribunnews/JEPRIMA
Terdakwa kasus pembunuhan Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir Yosua, Ferdy Sambo tiba di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (8/11/2022). Kubu Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi dinilai kehabisan strategi pembelaan sehingga dianggap ingin menjatuhkan dan menyudutkan sifat negatif almarhum Brigadir J di persidangan. 

TRIBUNBENGKULU.COM - Kubu Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi dinilai kehabisan strategi pembelaan sehingga dianggap ingin menjatuhkan dan menyudutkan sifat negatif almarhum Brigadir J di persidangan.

Merespons segala tuduhan yang dianggap fitnah kepada almarhum Brigadir J tersebut, Kamaruddin Simanjuntak angkat bicara.

Baik soal tuduhan pelecehan atau percobaan pemerkosaan, memiliki kepribadian ganda, temperamental, dan sering pergi ke klub malam.

Kamaruddin tegas membantah semua tudingan itu, dikutip dari tayangan Kompas TV, Kamis (10/11/2022).

Kamaruddin sadar dan selalu mengingatkan bahwa kasus ini adalah kasus pembunuhan terencana.

Sehingga akan banyak upaya-upaya si pembunuh untuk menutupi tindakan yang telah diperbuatnya.

Terkait fitnah dan upaya menjelek-jelekkan Brigadir J ini, Kamaruddin mengatakan hal itu sengaja dibuat-buat.

Baca juga: Irfan Widyanto Kena Prank oleh Ferdy Sambo Cs Saat Disuruh Ambil DVR CCTV di rumah Dinas Sambo

Pasalnya, Brigadir J diterima menjadi anggota Polri dan memiliki keahlian yang baik dalam dunia tembak-menembak.

"Jadi jawaban saya begini, dia (Brigadir J) lahir sehat, normal, dia melamar polisi, tentu berbagai macam ujian tes kesehatan yang dilalui, sehat psikologisnya, sehat badannya, semuanya sehat, makanya diterima jadi anggota Polri."

"Ia diberi julukan terbaik yang katanya Sniper terbaik maka direkrut dia dari Jambi atau dari daerah ke Jakarta, tepatnya di Dirtipidum Polri."

"Ketika Ferdy Sambo menjadi Kadiv Propam, Yoshua diminta menjadi ajudannya untuk pengamanan di rumahnya."

"Setelah dia ikut jadi ajudan diberikan untuk mengawali istrinya, tentu kan dia terbaik makanya dikasih untuk mengawal istrinya, tidak mungkin Ferdy Sambo ingin menjerumuskan istrinya."

"Setelah dia menjadi pengawal istrinya, dipilih lagi dia menjadi anggota Satgas Merah Putih, artinya tadi ada kurang lebih tujuh kali dia terbaik makanya dia sampai kepada Satgas Merah Putih."

"Lalu mereka bunuh secara terencana," jelas Kamaruddin.

Dari sini, kata Kamaruddin, muncul banyak fitnah, awalnya soal pelecehan seksual.

"Putri diduga birahi di Magelang tidak tersampaikan, akhirnya difitnah dengan mengatakan bahwa Brigadir J ini kurang ajar, atas hasutan Kuat Maruf mengatakan supaya tidak ada duri dalam rumah tangga dia, lapor saja ke Ferdy Sambo."

"Ferdy Sambo tanggal 8 Juli 2022 pergi dalam keadaan murka dan sangat emosional, dia sudah menunggu untuk menghabisi (Brigadir J)," sambung Kamaruddin.

Kecuali, kata Kamaruddin, Ferdy Sambo dan yang lain itu gila.

"Kecuali jika Ferdy Sambo gila beneran, Putri tiba-tiba gila beneran, Kuat dan Rizal gila beneran, kemudian karena gila beneran baru tidak bisa dimintai pertanggung jawaban hukum."

Baca juga: Kamaruddin Sebut Kesaksian Kubu Ferdy Sambo-Putri Candrawathi Fitnah Terhadap Almarhum Brigadir J

"Tapi, kalau melebar fitnah itu justru dinilai berbelit-belit dan menambah hukuman tidak membuat simpati Hakim."

"Nah kalau Ferdy Sambo mau bebas dari hukuman, menurut saya keliru kalau menebar-nebar fitnah yang tidak benar, lebih bagus dia mulai sekarang latihan gila," jelas Kamaruddin.

Pasalnya, orang gila tidak bisa dimintai pertanggungjawaban hukum.

Jadi Kamaruddin menilai kesaksian ini akal-akalan Ferdy Sambo dan lainnya yang sengaja di-setting.

Kompak Sudutkan Sifat Negatif Brigadir J, Pakar: Criminal Profiling

Para saksi di Persidangan terdakwa Ricky Rizl dan Kuat Ma'ruf dalam kasus pembunuhan Brigadir J disebut kompak menyudutkan serta mengulik sifat negatif almarhum.

Menanggapi hal itu,Reza Indragiri, anggota Pusat Kajian Assessment Warga Binaan Pemasyarakatan, Poltekip, Kemenkumham, buka suara.

Dalam keterangan yang diterima, Kamis (10/11/2022), ia mengatakan apa yang terjadi itu namanya profiling.

"Karena Yoshua adalah korban, maka profiling yang disusun semestinya adalah victim profiling. Tapi alih-alih membuat kita paham dan bersimpati akan kondisi Yoshua yang membuatnya menjadi korban pembunuhan berencana, victim profiling itu justru mendiskreditkan Yoshua sebagai orang dengan serbaneka tabiat buruk," katanya.

"Terlepas apakah profiling itu benar atau tidak dan sifat-sifat buruk Yoshua itulah yang seolah membenarkan bahwa Yoshua telah melakukan kekerasan seksual. Jadi, victim profiling tentang Yoshua itu justru beraroma criminal profiling, '' ujarnya dikutip dari TribunNews.com.

Reza menyoroti sejumlah saksi yang dinilainya begitu kompak dan fasih menyebut watak-watak buruk Yoshua.

Tapi tidak ada satu pun kata sifat yang positif tentang Yoshua.

Baca juga: Hendra Kurniawan Bantah Paksa Ismail Bolong Buat Video Soal Setoran Rp 6 Miliar Kabareskrim Polri

"Hebat saksi-saksi itu. Mereka punya proses berpikir yang sama, artikulasi spontan yang sama, kosakata yang sama, dan "kelupaan" yang sama untuk menyebut satu kebaikan pun tentang Yoshua. Filter mentalnya seragam, semua isi keterangan mereka pun kelam. Saya berharap ada fairness dan purposefulness," ujarnya.

Menurut Reza, fairness pertama, tak mungkin ada manusia yang isinya sampah semua.

Jadi, setelah Yoshua dilukiskan sebagai manusia dengan sifat-sifat negatif, bolehlah para saksi dan ahli juga dikondisikan untuk tidak bias dan tidak lalai menjabarkan sifat-sifat positif Yoshua. Pasti ada. Kecuali jika saksi diajari untuk lupa.

Fairness kedua, karena sudah ada victim profiling beraroma criminal profiling tentang Yoshua, maka bolehlah di ruang sidang juga disodorkan criminal profiling tentang Ferdy Sambo dan Putri Candrawati. Polri butuh criminal profiling itu.

Yakni, agar paham dinamika kehidupan Ferdy Sambo lalu mencegah para perwira tinggi menjadi Sambo-Sambo baru.

Masyarakat juga bisa menggunakan criminal profiling itu untuk mewaspadai orang-orang dengan ciri-ciri yang sama, sehingga bisa memperkecil risiko menjadi sasaran pembunuhan berencana.

Lalu purposefulness, karena lukisan kelam tentang kepribadian Yoshua itu tampaknya akan dipakai untuk menopang tuduhan kekerasan seksual, maka ahli yang membuat profiling harus bisa menjelaskan bagaimana sifat-sifat Yoshua bisa bersimpul sedemikian rupa mendorong dirinya melakukan kekerasan seksual.

Tanpa penjelasan, maka profiling itu hanya akan menambah stigma buruk berikutnya terhadap Yosua dan keluarga besarnya.

"Betapa menyedihkannya andai profiling hanya menjadi ajang re-viktimisasi terhadap Yosua. Sudah jatuh ditimpakan tangga pula. Sudah ditembak mati, lalu disebut menembak teman, bukan dipulihkan martabatnya, tapi kini justru dipotret dengan sedemikian jeleknya," pungkas Reza


Belum Ada yang Berani Melawan Perintah Ferdy Sambo

Saksi yang dihadirkan dalam sidang lanjutan kasus obstruction of justice dengan terdakwa Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria, Aryanto, ditanya soal keseharian Ferdy Sambo selama menjadi pimpinan.

Seperti diketahui, Aryanto merupakan pekerja lepas harian (PLH) di Divisi Propam Polri yang digaji langsung oleh Ferdy Sambo.

Sifat temperamen tersebut terungkap saat petugas harian lepas (PHL) pribadi Ferdy Sambo, Aryanto memberikan kesaksiannya dalam persidangan.

Awalnya kuasa hukum terdakwa Irfan Widyanto menanyakan soal sifat mantan Kadiv Propam Polri itu kepada anak buahnya yang melakukan kesalahan.

Aryanto pun mengelak dan menjawab bahwa dirinya tidak pernah mendapat teguran dari Ferdy Sambo.

Namun pernyataan Aryanto tersebut diragukan oleh Kuasa Hukum Irfan Widyanto, karena faktanya Aryanto telah bekerja dengan Ferdy Sambo selama enam tahun.

"Apakah tidak ada kesalahan (selama masa kerja tersebut)?" kata Kuasa Hukum kepada Aryanto yang dikutip Tribunnews.com dari Kompas.com, Kamis (10/11/2022).

Barulah setelah itu Aryanto mengaku jika Ferdy Sambo akan marah-marah jika ada perintahnya yang tidak dijalankan oleh anak buah.

"Kalau ada masalah yang tidak sesuai pasti dimarahi," jawab Aryanto.

Kuasa Hukum Irfan Widyanto lalu bertanya kembali apakah Ferdy Sambo orangnya temperamen.

"Temperamen berarti Pak Sambo?" tanya Kuasa Hukum Irfan Widyanto.

Kemudian Aryanto pun mengiyakan pertanyaan Kuasa Hukum Irfan tersebut.

Irfan Widyanto Kena Prank oleh Ferdy Sambo

Tim kuasa hukum sebut kilenya terdakwa obstruction of justice Irfan Widyanto kena prank oleh Ferdy Sambo.

Tim kuasa hukum Irfan Widyanto, Fattah Riphat, mengatakan bahwa saat pengambilan DVR CCTV di rumah dinas Ferdy Sambo, kliennya hanya mengetahui perkara saat itu hanyalah tembak-menembak

Hingga ketika ada berita mengenai dugaan tindak pidana kasus pembunuhan terhadap Brigadir J, barulah Irfan merasa diprank.

"Artinya apa. Artinya, semua yang menangani kasus ini, semuanya merasa dikerjain, termasuk klien kami. Irfan hanya mengetahui bahwa perintah mengamankan CCTV itu adalah perintah yang dibenarkan," kata Fattah.

Di sisi lain, Radithya Yosodiningrat yang juga merupakan tim kuasa hukum Irfan Widyanto mengatakan, ketika ada perintah pengrusakan CCTV tidak ada peran kliennya.

"Setelah tanggal 13 Juli baru ada niat jahat penghilangan barang bukti, merusak dan penghalangan penyelidikan, itu tidak ada peran Irfan," kata Radithya.

Radhitya menerangkan bahwa Irfan dijadikan tersangka atas asumsi bahwa kliennya mantan anak buah Ferdy Sambo.

Padahal, lanjut Radithya, Irfan Widyanto sudah mengundurkan diri sejak Ferdy Sambo masih menjabat sebagai Dirtipiddum Polri.

"Irfan Widyanto telah mengundurkan diri jadi asisten pribadj sejak Ferdy Sambo masih di Dirtipiddum, tidak ada kecocokan di situ, artinya hubungannya pun tidak terlalu harmonis juga," ujar Radithya.

Sebagian Artikel ini telah tayang di TribunNews.com

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved