Religi

Begini Sejarah Hari Raya Idul Adha Hingga Dikenal dengan Istilah Lebaran Haji dan Kurban

Hari Raya Idul Adha diperkirakan akan dilaksanakan pada, Kamis 29 Juni 2023 mendatang.

|
Penulis: Yuni Astuti | Editor: M Arif Hidayat
TribunBengkulu.com
Ilustrasi Mekah, Inilah Sejarah Hari raya idul Adha hingga identik dengan penyembelihan hewan kurban 

Siti Hajar sudah berusaha untuk mencari air di dua bukit itu, hingga akhirnya Siti Hajar menemukan sumber air dari tanah tepat di bawah kaki ismail.

Kini mata air itu disebut dengan air zamzam yang memiliki arti berkumpul, air zamzam ini tidak pernah kering selama 4.000 tahun.

Dan dari peristiwa inilah menjadi salah satu rukun hahi, yaitu sa'i atau berjalan kaki dan berlari-lari kecil, sebanyak tujuh kali ke Bukit Shafa dan Bukit Marwah.

Sejarah Idul Adha Dikenal sebagai Ibadah Kurban

Hari Raya idul Adha juga biasa disebut dikenal dengan ibadah kurban.

Sebagaiamana diketahui hari Raya Idul Adha tak terlepas dari penyembelihan hewan Kurban dan ada kaitannya dengan sejarah Nabi Ibrahim dan anaknya Nabi ismail.

Melansir dari laman Islam.nu.or.id, Saat itu Nabi Ibrahim begitu sayang pada anaknya Nabi Ismail, namun dalam tidurnya nabi Ibrahim bermimpi menyembelih dan mengurbankan Nabi Ismail

Kala itu, Nabi Ismail sudah bisa membantu ayahnya dalam setiap pekerjaan-pekerjaannya. Ia sudah tumbuh menjadi anak yang bisa bertanggung jawab.

Menurut sebagian pendapat, ketika Nabi Ibrahim mendapatkan mimpi tersebut, Nabi Ismail sedang berumur tujuh tahun, ada juga yang mengatakan berumur tiga belas tahun, sebagaimana yang dijelaskan Syekh Wahbah Zuhaili dalam Kitab Tafsir Al-Munir.

Nabi Ibrahim sangat bingung menyikapi mimpinya. Ia tidak lantas membenarkan, namun tidak pula mengingkari. Nabi Ibrahim merenunginya beberapa kali dan memohon kepada Allah untuk memberi petunjuk yang benar kepada-Nya.

Setelah malam yang sangat membingungkan itu selesai, ternyata malam kedua juga datang kepadanya mimpi yang sama, begitupun dengan malam ketiga.

Setelah mimpinya yang ketiga, barulah Nabi Ibrahim meyakini dan membenarkan, bahwa mimpi itu benar-benar nyata dan harus dilaksanakan. Setelah itu, Nabi Ibrahim menyampaikan mimpinya pada anak semata wayangnya. Dalam Al-Qur’an Allah mengisahkan cerita itu, yaitu:

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يابُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانظُرْ مَاذَا تَرَى

Artinya, “Dia (Ismail) menjawab, ‘Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.’” (Surat As-Saffat ayat 102).

Sebagai sosok yang taat pada perintah Allah, Nabi Ibrahim dan nabi Simail melakukan apa yang diperintahkan Allah. Meski dengan hati yang bersedih karena anak kesayangannya harus dikurbankan, disembelih, dan dilakukan Nabi Ibrahim sendiri.

Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved