Arti Kata

Asal Usul Asian Value yang Ramai di Bahas di Media Sosial, Apakah Indonesia Anut Konsep Ini ?

Inilah asal usul istilah dari Asian Value yang saat ini ramai di bahas di media sosial hingga mnejadi trending di twitter.

Penulis: Yuni Astuti | Editor: Yuni Astuti
Kolase Cuitan di Twitter
Ilsutrasi asal usul Asian Value yang ramai di bahas di media sosial. 

Asian value yang berkembang di Asia Timur serta Asia Tenggara di antaranya disiplin, kerja keras, berhemat, pencapaian akademik, penghormatan terhadap otoritas, serta keseimbangan kebutuhan individu dan masyarakat.

Baca juga: Arti Kata Cringe Bahasa Gaul Trending di Twitter Usai Debat Cawapres 2024

Indonesia anut Asian value?

Melansir dari laman resmi scmp, Indonesia merupakan salah satu negara yang menganut Asian Value. Pada 1993, Menteri Luar Negeri Ali Alatas memperingatkan bahwa "pendekatan individualistis" terhadap HAM dapat menyebabkan ketidakstabilan dan anarki di negara.

Dia pun menyerukan "pemahaman timbal balik atas tradisi dan nilai-nilai sosial."

Negara tetangga, Singapura dan Malaysia, mengonstruksikan Asian value berdasar keyakinan bahwa HAM adalah bentuk "imperialisme budaya" terselubung. Mendiang Lee Kuan Yew dan mantan Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohammad berpendapat memajukan hak-hak sipil dapat menghambat kemajuan ekonomi dan sosial di negara mereka.

Di sisi lain, ada sejumlah pemimpin negara yang tidak sepenuhnya sepakat dengan Asian value seperti, mantan pemimpin Taiwan Lee Teng Hui dan Aung San Suu Kyi dari Myanmar.

Lee berpendapat Asian value yang dianut Lee Kuan Yew berakar pada sistem dinasti Tiongkok. Lee mengaku percaya pada demokrasi dan kebebasan, bukan pada sistem politik di mana "seluruh keluarga ikut campur dalam politik."

Kemudian, apa Asian value masih relevan di masa kini?

Pengamat politik berkata argumen ini memang berhasil di beberapa dekade terakhir. Namun efektifitasnya berkurang sebab pemerintah menghadapi banyak masyarakat terpelajar yang terpapar ide-ide global.

Klaim Istilah Asian Value

Kata Hoon Chang Yau, seorang profesor di Universiti Brunei Darussalam, dalam sebuah makalah tahun 2004. Ada empat klaim yang muncul bersama teori tersebut, katanya.

Pertama, hak asasi manusia tidak bersifat universal dan tidak dapat diglobalisasikan.

Kedua, masyarakat Asia tidak berpusat pada individu namun pada keluarga.

Ketiga merupakan lanjutan dari poin kedua, dimana masyarakat Asia menempatkan hak-hak sosial dan ekonomi di atas hak-hak politik individu.

Terakhir, hak suatu negara untuk menentukan nasib sendiri mencakup yurisdiksi domestik pemerintah atas hak asasi manusia.

 

Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved