Kawal Putusan MK

Beda Respon Jokowi Soal Putusan MK yang Atur Usia di Pilpres dan Pilkada

Beda respon Presiden Joko Widodo soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang syarat pencalonan kepala daerah pada Pilkada 2024 menuai sorotan.

Presiden RI
Presiden Joko Widodo 

TRIBUNBENGKULU.COM - Beda respon Presiden Joko Widodo soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang syarat pencalonan kepala daerah pada Pilkada 2024 menuai sorotan.

Seperti diketahui, putusan MK ini sempat menjegal jalan putra bungsu Presiden Joko Widodo (Jokowi), Kaesang Pangarep, melaju ke Pilkada 2024.

Sebab, MK memutuskan calon kepala daerah (cakada) harus berusia minimal 30 tahun saat mencalonkan diri.

Sementara, Kaesang belum genap berusia 30 tahun saat Pilkada 2024 bergulir pada November mendatang.

Namun, putusan MK itu langsung dianulir Badan Legislasi (Baleg) DPR RI.

Dalam rapat yang digelar Rabu (21/8/2024), Baleg sepakat aturan Pilkada tetap mengikuti putusan Mahkamah Agung (MA) yang menetapkan syarat calon kepala daerah minimal berusia 30 saat dilantik.

Dengan putusan MA itu, otomatis Kaesang bisa melenggang ke Pilkada 2024.

Pada saat yang sama, Baleg DPR RI juga menganulir putusan MK tentang threshold atau ambang batas dukungan untuk kepala daerah.

Baleg mengakali putusan MK dengan membuat putusan tersebut hanya berlaku buat partai politik yang tak punya kursi DPRD. 

Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Kaesang Pangarep.
Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Kaesang Pangarep. (Beta Misutra/TribunBengkulu.com)

Respons Jokowi saat Putusan MK Dianulir DPR

Jokowi menganggap aksi Baleg menganulir putusan MK adalah hal yang biasa dalam proses konstitusional.

Sebagai warga negara Indonesia, Jokowi memilih menghormati keputusan Baleg DPR RI dan MK.

"Kita hormati kewenangan dan keputusan dari masing-masing lembaga negara," kata Jokowi di Istana Negara, Rabu (21/8/2024), dikutip dari YouTube Sekretariat Presiden.

Menurut Jokowi, langkah Baleg menganulir putusan MK merupakan proses konstitusional yang biasa terjadi.

"Itu proses konstitusional yang biasa terjadi di lembaga-lembaga negara yang kita miliki," pungkasnya.

Tanggapan Jokowi saat Putusan MK Loloskan Gibran di Pilpres

Saat Pilpres 2024 lalu, MK juga sempat menuai sorotan lantaran dinilai memberi jalan bagi anak sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, untuk mencalonkan diri sebagai calon wakil presiden (cawapres).

Kala itu, Anwar Usman yang menjabat Ketua MK, mengabulkan gugatan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Surakarta (Unsa) bernama Almas Tsaqibbirru.

Gugatan itu mempersoalkan syarat pencalonan presiden dan wakil presiden pada pasal 169 huruf q UU Nomor 7 Tahun 2017.

Pasal tersebut sedianya berbunyi “Persyaratan menjadi calon presiden dan calon wakil presiden adalah: berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun".

Anwar Usman dalam pembacaan putusan juga menyatakan, bahwa Pasal 169 huruf q Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang menyatakan, “berusia paling rendah 40 tahun” bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai "berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum, termasuk pemilihan kepala daerah".

Dengan demikian, Pasal 169 huruf q UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu selengkapnya berbunyi, “Berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah".

Karena putusan MK itu, seseorang yang pernah menjabat sebagai kepala daerah atau pejabat negara lainnya yang dipilih melalui Pemilu bisa mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden meski berusia di bawah 40 tahun.

Keputusan ini dianggap sebagai pembukan jalan Gibran untuk mencalonkan diri di Pilpres 2024.

Jokowi juga sempat memberikan komentar terkait putusan MK ini.

Saat itu, Jokowi memilih tak banyak berkomentar dan meminta awak media menanyakan langsung kepada MK.

"Ya mengenai putusan MK silakan ditanyakan ke Mahkamah Konstitusi. Jangan saya yang berkomentar, silakan juga pakar hukum yang menilainya," ujar Jokowi, Senin (16/10/2023), dikutip dari Kompas.com.

Jokowi mengaku enggan mengomentari lantaran khawatir pernyataannya disalahartikan publik.

"Saya tidak ingin memberikan pendapat atas keputusan MK. Nanti bisa disalah-mengerti seolah-olah saya mencampuri kewenangan yudikatif," katanya.

Ia menegaskan, pasangan capres dan cawapres merupakan urusan partai politik maupun gabungan parpol.

Mantan Wali Kota Solo itu kemudian menegaskan bahwa dirinya tak mencampuri urusan penentuan capres dan cawapres.

"Pasangan capres dan cawapres itu ditentukan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Jadi, silahkan tanyakan saja kepada partai politik. Itu wilayah parpol," ujarnya.

"Dan saya tegaskan bahwa saya tidak mencampuri urusan penentuan capres atau cawapres."

Gibran Rakabuming
Gibran Rakabuming ((KOMPAS.com/Labib Zamani))

DPR RI Akali Putusan MK

Badan Legislasi (Baleg) DPR RI mengakali Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang menurunkan ambang batas (threshold) pencalonan kepala daerah untuk semua partai politik peserta pemilu. 

Baleg mengakali putusan MK dengan membuat putusan tersebut hanya berlaku buat partai politik yang tak punya kursi DPRD. 

Ketentuan itu menjadi ayat tambahan pada Pasal 40 revisi UU Pilkada yang dibahas oleh panja dalam kurun hanya sekitar 3 jam rapat. 

Sementara itu, Pasal 40 ayat (1) UU Pilkada yang mengatur threshold 20 persen kursi DPRD atau 25 persen suara sah pileg tetap diberlakukan bagi partai-partai politik yang memiliki kursi parlemen. 

"Disetujui Panja 21 Agustus 2024 Usulan DPR pukul 12.00 WIB," tulis draf revisi itu seperti dikutip Kompas.com.

Padahal, justru pasal itu lah yang dibatalkan MK dalam putusannya kemarin. Tidak ada perlawanan berarti dari para anggota panja untuk membela putusan MK yang sebetulnya berlaku final dan mengikat. 

Sebelumnya, dalam putusannya, MK menyatakan bahwa threshold pencalonan kepala daerah tidak lagi sebesar 25 persen perolehan suara partai politik/gabungan partai politik hasil Pileg DPRD sebelumnya atau 20 persen kursi DPRD. 

MK memutuskan, threshold pencalonan kepala daerah dari partai politik disamakan dengan threshold pencalonan kepala daerah jalur independen/perseorangan/nonpartai sebagaimana diatur pada Pasal 41 dan 42 UU Pilkada. 

MK menegaskan, hal ini demi menghindari berjalannya demokrasi yang tidak sehat karena threshold versi UU Pilkada rentan memunculkan calon tunggal.

Munculnya calon tunggal atau melawan kotak kosok dianggap sebagai antitesa dari proses demokrasi.

 (**)

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved