Kawal Putusan MK

Bak Angin Segar DPR Setujui Aturan KPU Sesuai Putusan MK, Perjuangan Mahasiswa Tak Sia-Sia 

Bak angin segar Komisi II DPR RI setujui aturan KPU sesuai putusan Mahkamah Konstitusi (MK). 

Editor: Rita Lismini
Kompas
Foto Komisi II DPR RI. Bak Angin Segar DPR Setujui Aturan KPU Sesuai Putusan MK, Perjuangan Mahasiswa Tak Sia-Sia 

Direktur Pusat Studi Hukum Konstitusi dan Pemerintahan (Pushan) ini mengingatkan, akan ada dampak serius jika putusan MK terkait pilkada tidak ditaati.

Salah satunya, pemilihan kepala daerah serentak yang akan berlangsung rawan melanggar hukum. 

Tidak hanya itu, hasil pilkada juga dapat dibatalkan oleh MK, mengingat lembaga tinggi negara ini memiliki kewenangan dalam memutus perkara hasil pemilihan umum. 

"Hasil pilkada tersebut dapat dibatalkan oleh MK. Sebab, di ujung tahap pilkada, MK berwenang mengadili hasil pilkada," ujarnya. 

Senada, pakar hukum tata negara dan Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera, Jakarta, Bivitri Susanti mengatakan, putusan MK terkait pilkada tidak bisa dibatalkan oleh DPR. 

"Tidak bisa dibatalkan," tegasnya, saat dihubungi Kompas.com, Rabu. Dia menjelaskan, undang-undang atau peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) tidak dapat mengubah putusan MK. 

Bivitri pun menilai, tindakan pemerintah dan DPR hari ini yang mendadak merevisi UU Pilkada melalui rapat Baleg serupa dengan pembangkangan terhadap konstitusi. 

"Kalau ini dilakukan, ada pembangkangan konstitusi menurut saya. Ini semua sudah dagelan lah, menurut saya, pembangkangan konstitusi yang luar biasa," paparnya.

Pembangkangan konstitusi harus dilawan

Di sisi lain, Constitutional and Administrative Law Society (CALS) menilai, Presiden Joko Widodo beserta segenap partai politik pendukung tengah mempertontonkan pembangkangan konstitusi. 

Presiden juga dinilai tengah memamerkan kekuasaan yang eksesif tanpa kontrol dari lembaga legislatif. 

"Rezim yang otokratis ini kembali melanggengkan otokrasi legalisme untuk mengakumulasikan kekuasaan dan mengonsolidasikan kekuatan elit politik hingga ke level pemerintahan daerah," kata CALS dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Rabu. 

Menurutnya, upaya mendelegitimasi Pilkada 2024 tampak sejak awal, seiring aturan main yang kerap diakali untuk meminimalisasi kompetitor. 

Misalnya, dengan menutup ruang-ruang kandidasi alternatif, memborong dukungan koalisi gemuk partai politik, serta memunculkan kandidat boneka agar mengesankan kontestasi pilkada berjalan secara bebas, adil, dan setara. 

"Masih lekat di benak masyarakat bagaimana Pemilihan Umum 2024 dibangun dengan pondasi manipulasi, pelanggaran hukum, dan pelanggaran etika yang terstruktur, sistematis, dan masif," tulis CALS. 

Halaman 3 dari 4
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved