Resensi Novel

Resensi Novel Si Anak Pemberani Karya Tere Liye, Perjuangan Keluarga Eliana Melawan Perusakan Alam

Novel ini mengisahkan kehidupan keluarga Pak Syahdan dan Mak Nur di sebuah kampung kecil di lereng Bukit Barisan, Sumatera, bersama keempat anaknya.

Penulis: kontenkreator | Editor: Ricky Jenihansen
TribunBengkulu.com/list
Ilustrasi novel Si Anak Pemberani karya Tere Liye. 

TRIBUNBENGKULU.COM- Novel ini mengisahkan kehidupan keluarga Pak Syahdan dan Mak Nur di sebuah kampung kecil di lereng Bukit Barisan, Sumatera, bersama keempat anak mereka: Eliana, Pukat, Bulian, dan Amelia.

Berlatar era tahun 1970 hingga 1980, cerita ini membawa pembaca ke masa lampau, ketika listrik belum merambah desa mereka.

Malam hari hanya diterangi oleh lampu petromaks dan lampu canting.

Suasana alami ini memberi kesan yang tenang dan tradisional, namun kedamaian ini terusik ketika ancaman dari luar mulai mengguncang ketenangan mereka.

Sinopis

Kisah ini dimulai ketika sebuah truk pengangkut pasir mulai datang ke kampung mereka, mengeruk pasir dari aliran sungai dan merusak ekosistem alam di sekitar desa.

Penambangan liar yang dilakukan secara brutal ini tidak memedulikan keseimbangan alam yang sudah terbentuk selama bertahun-tahun.

Para penambang mengeksploitasi sumber daya alam tanpa pertimbangan untuk menjaga kelestariannya, dan kegiatan tersebut perlahan mulai mengancam kehidupan masyarakat yang bergantung pada alam.

Para penduduk desa, yang sudah sejak lama hidup berdampingan dengan alam, sangat keberatan dengan kehadiran truk-truk besar dan kegiatan yang merusak ini. 

Pak Syahdan, seorang tokoh yang dihormati di desa, berusaha keras untuk menentang tindakan perusakan tersebut.

Ia telah berusaha melakukan negosiasi dengan pihak-pihak terkait, mulai dari pejabat di tingkat kabupaten hingga provinsi.

Namun, upayanya tak membuahkan hasil yang berarti, hingga akhirnya ia harus menghadapi berbagai rintangan, termasuk hinaan dari beberapa pihak.

Di tengah situasi sulit tersebut, anak sulung Pak Syahdan, Eliana atau Eli tergerak untuk membela sang ayah. 

Meski begitu, Pak Syahdan tetap tenang dan bijaksana.

Ia memberikan nasihat kepada Eli agar tak membalas hinaan dengan kemarahan, mengingatkan bahwa kemuliaan tidak bisa ditukar dengan penilaian orang lain.

Halaman
123
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved