Viral di Media Sosial
Apa Fungsi Pagar Laut Sepanjang 30 Km di Tangerang yang Diduga Dibangun Agung Sedayu?
Keberadaan pagar laut sepanjang 30 kilometer ini dikeluhkan oleh para nelayan karena tangkapan ikan berkurang.
TRIBUNBENGKULU.COM - Pagar laut sepanjang 30 kilometer membentang di sepanjang pantai utara Tangerang, membelah lautan dengan diam yang mencekam.
Keberadaan pagar laut di Tangerang dan Bekasi masih jadi tanda tanya.
Namun belakangan nama pengembang PIK 2, Agung Sedayu Group dikaitkan dengan keberadaan pagar laut tersebut.
Nama Agung Sedayu muncul setelah ada nelayan setempat yang keceplosan dalam sebuah wawancara di stasiun televisi swasta nasional.
Tapi yang jelas, keberadaan pagar laut ini memicu ketegangan di kalangan masyarakat pesisir dan nelayan.
Keberadaan pagar laut sepanjang 30 kilometer ini dikeluhkan oleh para nelayan karena tangkapan ikan berkurang.
Para nelayan yang sehari-harinya bergantung pada laut kini terhalang, terkepung oleh struktur yang lebih menyerupai penghalang daripada pelindung.
Kehadiran pagar bambu tersebut menjadi tanda tanya besar bagi nelayan, yang merasa akses mereka terhadap laut dibatasi.
Bukan hanya sebagai penghalang fisik, pagar ini juga berdampak pada kehidupan ekonomi dan ekosistem yang mereka andalkan.
Lantas apa sebenarnya fungsi pagar laut ini?
Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) menduga keberadaan pagar bambu sepanjang lebih dari 30 kilometer di perairan Kabupaten Tangerang merupakan upaya reklamasi terselubung.
Deputi Eksternal Walhi Nasional, Mukri Friatna, mengatakan, pembangunan pagar bambu itu mengindikasikan adanya investasi besar di balik proyek tersebut.
“Tidak mungkin orang dengan modal kecil berani memasang pagar sepanjang itu. Skala ini jelas melibatkan pihak besar,” ujar Mukrin Friatna saat dihubungi Kompas.com, Selasa (14/1/2025).
Mukrin menduga bahwa proyek reklamasi tersebut berkaitan dengan rencana pembangunan kota baru yang diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 9 Tahun 2020 tentang Tata Ruang Kabupaten Tangerang.
Ia menambahkan, arahan tata ruang dalam perda tersebut menunjukkan bahwa wilayah Pantai Utara memang telah diarahkan untuk reklamasi hingga tahun 2030.
Mukrin menduga bahwa proyek reklamasi tersebut berkaitan dengan rencana pembangunan kota baru yang diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 9 Tahun 2020 tentang Tata Ruang Kabupaten Tangerang.
Ia menambahkan, arahan tata ruang dalam perda tersebut menunjukkan bahwa wilayah Pantai Utara memang telah diarahkan untuk reklamasi hingga tahun 2030.
"Jadi dalam rencana pembangunan jangka panjang Kabupaten Tangerang itu sampai dengan 2030 itu memang sudah diarahkan untuk direklamasi," kata dia.
Mukrin menilai dugaan proyek reklamasi itu didahulukan hanya demi kepentingan investor.
Padahal, kata Mukrin, ruang terbuka hijau (RTH) di Tangerang sendiri hanya ada 0,1 persen dari total luas Tangerang, yaitu 103.000 hektar.
Oleh sebab itu, menurutnya, pemerintah harus lebih mendahulukan RTH dibandingkan reklamasi yang dinilai hanya sebagai kepentingan investor saja.
"Jelas-jelas di depan mata perbandingannya adalah ruang terbuka hijau. Masa iya enggak naik-naik dari 0,1 persen dari total luas Tangerang itu 103.000 hektar, yaitu cuma ada 13 hektar untuk ruang terbuka hijau," jelas dia.
Selain itu, keberadaan pagar bambu tersebut dinilai merugikan nelayan kecil yang terpaksa menempuh jarak lebih jauh hingga 10 kilometer untuk menangkap ikan.
“Nelayan tradisional paling terdampak. Mereka kehilangan akses ke area tangkap utama karena pagar ini,” kata Mukrin.
Karena itu, dia meminta kepada Pemerintah daerah dan pusat untuk segera menindak proyek tersebut, termasuk merubuhkan pagar bambu dan membatalkan rencana reklamasi dalam revisi tata ruang tahun 2025.
“Jika proyek ini terus berjalan, kawasan mangrove seluas 1.500 hektare akan hancur, dan kehidupan masyarakat pesisir akan semakin terancam,” ucap dia.
600 Anggota TNI dan Masyarakat Bongkar Pagar Laut
Sekitar 600 orang gabungan anggota TNI AL dan masyarakat serta nelayan membongkar pagar laut di Kawasan Tanjung Pasir, Kabupaten Tangerang, Banten pada Sabtu (18/1/2025).
Pembongkaran pagar laut dari bambu ini dimulai dilakukan sekitar pukul 08.55 WIB.
Dan untuk mempercepat pencopotan pagar laut, nelayan dan TNI AL kemudian terjun ke laut supaya mempermudah pencabutan laut.
Mereka bahkan tak ragu untuk berenang di atas laut meski ombak kurang bersahabat.
Informasi ini disampaikan oleh Komandan Pangkalan Utama AL (Danlantamal) III Jakarta Brigjen TNI (Mar) Harry Indarto yang memimpin langsung pembongkaran pagar laut tersebut.
Puluhan kapal milik TNI AL dan nelayan merobohkan pagar laut yang ada di kawasan Tanjung Pasir itu.
Seperti yang dikutip dari Antara, berbagai cara dilakukan oleh TNI AL bergotong royong bersama masyarakat untuk membongkar pagar-pagar yang terbuat dari bambu tersebut.
Diantaranya adalah dengan cara mengikat pagar bamboo menggunakan tali kemudian ditarik dengan kapal sampai roboh.
Hingga kini proses pembongkaran itu masih berlangsung.
Sebelumnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah melakukan penyegelan di lokasi pemagaran laut sepanjang 30,16 km yang berada di pesisir Kabupaten Tangerang.
KKP mengaku saat ini masih mendalami penanggung jawab yang memasang pagar tersebut.
Pembongkaran pagar laut di pesisir utara pantai Kabupaten Tangerang ditargetkan selesai dalam waktu 10 hari.
Hal itu diungkapkan Kepala Dinas Penerangan Angkatan Laut (Kadispenal) Laksamana Pertama I Made Wira Hady Pos AL Desa Tanjung Pasir, Teluknaga, Kabupaten Tangerang, Sabtu (18/1/2025).
I Made Wira Hady menceritakan pembokaran tersebut akan dilaksanakan secara bertahap.
Ia menjelaskan nantinya sejumlah pasukan TNI AL akan ditugaskan setiap hari untuk melaksanakan pembongkaran yang diperkirakan akan selesai dalam waktu paling cepat 10 hari
Kendati demikian, kata Wira, pembongkaran bisa saja berjalan lebih lama.
Karena semua tergantung dengan cuaca dan kondisi perairan di laut.
Namun jika cuacanya masih seperti ini (mendung) dan bergelombang, maka waktunya bisa lebih lama lagi.
Penemuan Pagar Laut
Dikutip dari Kompas.com, pagar misterius itu kali pertama ditemukan pada tanggal 14 Agustus 2024, ketika Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten menerima informasi terkait dengan aktvitas pemagaran laut ini.
Berdasarkan catatan DKP Banten, pagar laut itu masih sepanjang 7 km pada 19 Agustus 2024.
Kepala DKP Banten, Eli Susiyanti, menjelaskan bahwa pagar ini membentang di sepanjang 16 desa yang melibatkan enam kecamatan di Kabupaten Tangerang.
Kawasan ini merupakan tempat tinggal sekitar 3.888 nelayan dan 502 pembudi daya.
Kepala Perwakilan Ombudsman RI wilayah Banten, Fadli Afriadi, menyebutkan bahwa pemasangan pagar laut itu dilakukan oleh warga pada malam hari.
Mereka yang bekerja memasang pagar laut tersebut digaji Rp100 ribu per hari sejak Juli 2024.
Hingga saat ini, belum diketahui siapa pemilik yang bertanggun jawab atas pemasangan pagar ini.
Belum diketahui juga soal tujuan dan fungsi pembangunan pagar laut di Tangerang.
"Untuk apa? Kita belum bisa mengidentifikasi karena beragam informasinya," kata Fadli Afriadi, Rabu (8/1/2025), dikutip dari Kompas.com.
Akibat adanya pagar laut tersebut, nelayan mengeluhkan terganggu dalam melakukan aktivitas sehari-hari untuk berburu ikan.
Diketahui, pemasangan pagar juga melanggar Perda Nomor 1 Tahun 2023 yang mengatur zona-zona perairan untuk berbagai kepentingan, termasuk perikanan tangkap, pariwisata, hingga rencana pembangunan waduk lepas pantai.
DKP Banten pun mengaku sudah mengunjungi lokasi dan menemukan bahwa pagar laut tersebut tidak berizin.
Tim DKP Banten juga telah melakukan pengecekan lokasi pemagaran dan berkoordiasi dengan camat dan kepala desa setempat pada 5 September 2024.
Hasilnya, tak ada rekomendasi atau izin dari camat atau desa terkait pemagaran laut yang berlangsung.
Akan tetapi, masyarakat belum mengeluhkan soal aktivitas pembangunan pagar tersebut.
Pada 8 September 2024, DKP Banten kembali melakukan patroli dengan melibatkan Dinas Perikanan Kabupaten Tangerang serta Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI).
Kala itu, DKP Banten mengaku telah menginstruksikan agar aktivitas pemagaran dihentikan.
Diduga Dibangun Agung Sedayu Group
Sebelumnya, nelayan asal Serang utara, Banten, bernama Kholid, "keceplosan" menyebut nama pelaku pemagaran laut di perairan Tangerang.
Awalnya, Kholid menanyakan kepastian undang-undang mengenai pengaturan kelautan berkaitan dengan adanya pagar misterius sepanjang 30 kilometer.
Ia menegaskan, segala hal berkaitan dengan pemanfaatan ruang laut, harus mengantongi izin. Sekalipun, pemanfaatan itu dilakukan oleh masyarakat setempat.
"Kalau misalnya jelas undang-undangnya, aturannya, di kelautan itu seperti apa."
"Anggap saja misalnya, walaupun menurut saya itu nggak rasional, yang (membuat pagar laut) mengatasnamakan nelayan Pantura segala macam, ini sudah melanggar hukum," kata Kholid dalam wawancara bersama tvOneNEws, Minggu (12/1/2025), dikutip Tribunnews.com.
"Yang namanya melakukan pemanfaatan ruang laut, harus ada izin, anggaplah masyarakat (yang membuat pagar laut), kan harus ada izinnya, ada undang-undangnya."
"Dan itu (membuat pagar laut tanpa izin) sudah melanggar, walau siapapun itu (yang membuat), sekalipun masyarakat," urai dia.
Lebih lanjut, Kholid menyebut nama tiga nama yang diduga merupakan pelaku pemagaran laut di perairan Tangerang.
Tiga nama itu adalah Aguan, serta dua sosok yang disebut Kholid sebagai anak buah Aguan, yaitu Ali Hanafiah dan Engcun.
Sayang, pernyataan Kholid mengenai sosok tersebut lantas dipotong presenter dan dialihkan kepada Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Bidang Humas, Doni Ismanto.
"(Saat) ramai berita tentang masyarakat pantura swadaya memasang pagar laut itu, ketika muncul (pemberitaan), ada pelaku pemagaran anak buahnya Aguan, (yaitu) Ali Hanafiah dan Engcun," ungkap Kholid.
Pinkan Mambo Jual Kangkung Rp150 Ribu Seporsi, Tiktokers Ini Geleng Kepala: Kehilangan Akal Sehat |
![]() |
---|
Niat Fitri Nikahi Kakek 73 Tahun di Bengkulu Tengah, Memang Mencari Pendamping Hidup |
![]() |
---|
Siapa Sosok Mertua Maki Menantu Saat Persalinan 'Biar Kamu Mati Tapi Lahirkan Dulu Anak Itu' |
![]() |
---|
Arti Kibarkan Bendera One Piece Jelang HUT ke-80 RI, Sindiran Pemerintahan di Negeri Ini? |
![]() |
---|
Alasan 4 Anak Tega Buang Ibu Kandung ke Panti Jompo di Malang Bikin Pilu |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.