Ajudan Kapolri Pukul Jurnalis

Reaksi Jenderal Listyo Sigit Soal Ajudannya Tempeleng Jurnalis di Stasiun Semarang: Tindak Lanjut

Reaksi Kapolri Jenderal Listyo Sigit soal ajudan Kapolri pukul jurnalis di Stasiun Semarang. 

|
Editor: Rita Lismini
Tribun Jateng/Rezanda
AJUDAN PUKUL JURNALIS - Tampang ajudan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo (dilingkari garis merah) yang mengejar hingga memukul kepala jurnalis dan mengancam menempeleng satu per satu jurnalis di Semarang. Kapolri menyatakan meminta maaf jika benar ajudannya melakukan pemukulan dan akan menelusuri insiden tersebut. (Rezanda Akbar/ Tribun Jateng) 

TRIBUNBENGKULU.COM - Reaksi Kapolri Jenderal Listyo Sigit soal ajudannya yang pukul dan tempeleng  jurnalis di Stasiun Semarang. 

Diketahui, salah satu oknum ajudan Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Listyo Sigit Prabowo mendadak menjadi sorotan usai terlibat insiden kekerasan di Stasiun Tawang, Semarang, pada Sabtu (5/4/2025).

Ajudan tersebut melakukan pengejaran hingga pemukulan terhadap seorang jurnalis yang sedang bertugas meliput arus balik Idulfitri 2025 di lokasi.

Insiden ini diduga dipicu oleh ketegangan saat proses peliputan berlangsung. 

Ketika Kapolri mendekati seorang penumpang yang duduk di kursi roda, sejumlah jurnalis yang mengambil gambar diminta mundur oleh ajudan tersebut dengan cara yang kasar.

Meski beberapa wartawan sudah menghindar, ajudan itu tetap mendatangi salah satu pewarta foto dan memukul kepala korban, disertai ancaman terhadap jurnalis lainnya.

Informasi yang terhimpun menyebutkan, insiden bermula saat sejumlah jurnalis dan petugas humas tengah meliput kunjungan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo di Stasiun Tawang, Kota Semarang.

Saat itu, Kapolri sedang menyapa seorang penumpang pengguna kursi roda di area stasiun.

Sejumlah pewarta foto dan tim humas dari berbagai lembaga sedang mengambil gambar dari jarak yang wajar.

Namun, situasi tiba-tiba memanas ketika salah satu ajudan Kapolri meminta para jurnalis untuk mundur, namun dengan cara yang tidak sopan.

Ajudan tersebut bahkan mendorong para jurnalis dan petugas humas secara kasar.

Melihat situasi yang tidak kondusif, pewarta foto Kantor Berita Antara, Makna Zaezar, memutuskan untuk menjauh dan berpindah ke area peron.

Namun, ajudan yang sama justru mengejar Makna dan memukul kepalanya menggunakan tangan.

Tak berhenti di situ, ajudan itu juga mengancam jurnalis lainnya dengan nada tinggi dan agresif.

"Kalian pers, saya tempeleng satu-satu," ujar ajudan tersebut sebagaimana dikutip dari Tribun Jateng, Minggu (6/4/2025).

Selain Makna, beberapa jurnalis lain juga mengaku mengalami tindakan tidak menyenangkan berupa dorongan fisik dan intimidasi verbal.

Bahkan, seorang jurnalis perempuan mengaku hampir dicekik oleh petugas yang sama.

Reaksi Kapolri

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo angkat bicara terkait insiden pemukulan jurnalis oleh ajudannya di Stasiun Tawang, Semarang pada Sabtu (5/4/2025).

Insiden itu kini menuai kecaman luas dari publik serta komunitas pers. 

Dalam pernyataannya, Kapolri meminta maaf atas insiden tersebut.

"Secara pribadi, saya meminta maaf atas insiden yang terjadi dan telah membuat rekan-rekan media merasa tidak nyaman," ujar Kapolri Listyo Sigit saat dihubungi melalui pesan singkat.

Selain itu Kapolri berjanji akan menelusuri kejadian tersebut, dan jika benar terjadi pemukulan, maka Kapolri akan mengambil tindakan tegas.

"Saya cek dulu, karena saya baru mendengar dari link berita ini," kata Kapolri.

"Namun, kalau benar itu terjadi, saya sangat menyesalkan kejadian tersebut, karena hubungan kita dengan teman-teman media sangat baik." 

"Segera akan saya telusuri dan tindak lanjuti."

Terpisah Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko, Karopenmas Divhumas Polri memberikan tanggapan peristiwa tersebut.

"Kami sangat menyesalkan jika memang insiden tersebut benar terjadi, dimana yang seharusnya bisa dihindari."

"Memang situasi di lapangan cukup ramai, namun seharusnya ada SOP yang mestinya bisa dijalankan tanpa tindakan secara fisik maupun verbal," ucapnya dalam keterangan tertulis yang diterima tribunjateng.com

Ia memastikan, Polri akan menyelidiki insiden tersebut, dan apabila ditemukan adanya pelanggaran, tentu tidak akan segan untuk menjatuhkan sanksi sesuai dengan peraturan yg berlaku.

"Saat ini kami sedang menanyakan kepada tim yang saat itu ada di lokasi. Sebenarnya, pers merupakan mitra Polri yang harus saling bekerja sama."

"Kami berharap insiden ini tidak terulang dan kemitraan kami dengan pers akan terus kami jaga dan diperbaiki agar bisa lebih baik lagi dalam melayani masyarakat," pungkasnya.

Respons dari Organisasi Jurnalis

Menanggapi peristiwa ini, Pewarta Foto Indonesia (PFI) Semarang dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Semarang mengecam keras tindakan kekerasan yang dilakukan ajudan Kapolri.

“Kejadian ini adalah pelanggaran serius terhadap UU Pers. Ruang kerja kami dilanggar secara fisik dan psikologis,” tegas Dhana Kencana, Ketua PFI Semarang, Minggu (6/4/2025).

Hal senada disampaikan oleh Daffy Yusuf, Ketua Divisi Advokasi AJI Semarang. 

“Kami menuntut permintaan maaf terbuka dari pelaku, dan mendesak institusi Polri untuk memberikan sanksi tegas. Kekerasan terhadap jurnalis tidak boleh dibiarkan menjadi budaya," tegasnya.

Pelanggaran terhadap UU Pers

Peristiwa kekerasan ini dinilai melanggar Pasal 18 Ayat (1) UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang menyebutkan bahwa setiap orang yang secara sengaja menghambat atau menghalangi kerja jurnalistik dapat dikenakan sanksi pidana.

Pidana Penganiayaan Ringan

Selain itu, aksi kekerasan tersebut dapat termasuk tindak pidana penganiayaan ringan yang diatur dalam Pasal 352 KUHP lama yang saat artikel ini diterbitkan masih berlaku dan Pasal 471 UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan, yaitu tahun 2026.

Bunyi Pasal 352 KUHP tentang penganiayaan ringan adalah sebagai berikut:

Kecuali yang tersebut dalam pasal 353 dan 356, maka penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian, diancam, sebagai penganiayaan ringan, dengan pidana penjara paling lama 3 bulan atau pidana denda paling banyak Rp4.5 juta.

Pidana dapat ditambah sepertiga bagi orang yang melakukan kejahatan itu terhadap orang yang bekerja padanya, atau menjadi bawahannya.

Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana
 
Adapun, pasal penganiayaan ringan dalam Pasal 471 UU 1/2023 berbunyi:

Selain penganiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 467 dan Pasal 470, penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan profesi jabatan atau mata pencaharian, dipidana karena penganiayaan ringan, dengan pidana penjara paling lama 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori II, yaitu Rp10 juta.

Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap orang yang bekerja padanya atau menjadi bawahannya, pidananya dapat ditambah 1/3.

Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved