Berita Wilayah Bengkulu

Jahe di Bengkulu Semakin Produktif, Primadona Tanaman Obat 5 Tahun Terakhir

Produksi tanaman biofarmaka atau tanaman obat di Provinsi Bengkulu dalam kurun waktu lima tahun terakhir.

Editor: Yunike Karolina
canva.com
TANAMAN OBAT - Ilustrasi tanaman biofarmaka atau tanaman obat. Produksi tanaman biofarmaka atau tanaman obat di Provinsi Bengkulu dalam kurun waktu lima tahun terakhir. 

TRIBUNBENGKULU.COM - Produksi tanaman biofarmaka atau tanaman obat di Provinsi Bengkulu dalam kurun waktu lima tahun terakhir.

Tanaman biofarmaka atau tanaman obat yang banyak dimanfaatkan sebagai bahan dasar jamu dan produk herbal menunjukkan dinamika produksi yang cukup signifikan di Provinsi Bengkulu

Tanaman biofarmaka adalah tanaman yang dimanfaatkan bagian-bagiannya seperti daun, batang, buah, umbi, atau akar untuk keperluan obat-obatan, kosmetik, dan kesehatan.

Di Indonesia, tanaman ini sering disebut juga sebagai tanaman obat atau "empon-empon" terutama untuk jenis tanaman yang memiliki rimpang atau akar tinggal.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bengkulu selama 2020–2024, produksi tanaman biofarmaka di Provinsi Bengkulu mengalami dinamika yang mencerminkan perubahan pola budidaya, permintaan pasar, serta kemungkinan tantangan iklim dan teknologi pertanian. 

Komoditas seperti jahe dan kunyit masih menjadi andalan, sedangkan beberapa tanaman lainnya menunjukkan potensi tetapi perlu perhatian lebih dalam aspek pembinaan dan pendampingan petani.

Data dari BPS memperlihatkan fluktuasi produksi dari berbagai jenis tanaman, baik dari sisi peningkatan maupun penurunan hasil panen di Provinsi Bengkulu

1. Jahe: Komoditas Primadona yang Konsisten Naik

Jahe menjadi komoditas biofarmaka dengan produksi tertinggi selama lima tahun berturut-turut.

Produksi jahe meningkat dari 13,87 juta kg pada tahun 2020 menjadi 20,21 juta kg pada 2024, atau naik sekitar 45,7 persen.

Peningkatan ini menunjukkan tingginya permintaan pasar terhadap jahe, baik untuk konsumsi domestik maupun kebutuhan industri herbal.

2. Kunyit dan Kencur: Fluktuasi Produksi, tapi Tetap Stabil

Kunyit juga mencatat angka produksi yang besar, meskipun mengalami fluktuasi.

Dari 4,08 juta kg pada 2020, produksi meningkat hingga 6,31 juta kg pada 2021, lalu turun di 2022 dan naik kembali ke 5,79 juta kg di 2024.

Sebaliknya, kencur mencatat tren yang menurun. Dari 1,73 juta kg pada 2021, turun tajam ke 669 ribu kg di 2023, dan sedikit naik menjadi 690 ribu kg pada 2024.

Halaman
123
Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved