Bengkulupedia

Profil Windra Purnawan, Mantan Ketua DPRD dan Calon Bupati Kepahiang yang Jadi Tersangka Korupsi

Windra Purnawan yang kini ditetapkan tersangka kasus korupsi di DPRD Kepahiang, ternyata berasal dari bawah.

|
Penulis: Romi Juniandra | Editor: Ricky Jenihansen
Romi Juniandra/TribunBengkulu.com
WINDRA PURNAWAN - Pasangan Windra-Ramli di Kepahiang pada Pilbup 2024 lalu. Windra ditetapkan sebagai tersangka di korupsi DPRD Kepahiang pada Jumat (15/8/2025) lalu. 

Laporan Reporter TribunBengkulu.com, Romi Juniandra

TRIBUNBENGKULU.COM, KEPAHIANG - Eks Ketua DPRD Kepahiang, Windra Purnawan yang kini ditetapkan tersangka kasus korupsi di DPRD Kepahiang, ternyata berasal dari bawah.

Mantan calon bupati di Pilkada Kepahiang 2024 ini, saat mengikuti proses pilkada 2024 lalu, mengatakan dirinya berasal dari kalangan bawah.

Orang tuanya yang berprofesi sebagai petani, membuat Windra sudah mulai bekerja sebagai tukang cuci mobil dari umur 10 tahun, di Air Sempiang, Kepahiang.

"Saya berasal dari keluarga tak mampu, dan anak petani," kata Windra saat pilkada 2024 lalu. 

Pekerjaan mencuci mobil ini dilakoni antara tahun 1986 hingga 1990, sebelum Windra akhirnya melanjutkan pendidikan di SMAN 1 Kepahiang.

Tahun 1996, Windra masuk ke Universitas Bengkulu (Unib), dan lulus tahun 2001, di Fakultas Pertanian.

Lulus kuliah, Windra melakoni beberapa pekerjaan, termasuk sebagai pendamping dan penyuluh pertanian hingga tahun 2012.

Tahun 2013, Windra berhasil terpilih sebagai komisioner KPU Kepahiang, dengan masa jabatan 2013-2017.

Dia juga sempat menjadi Ketua KNPI Kabupaten Kepahiang di periode 2016-2019.

Pileg 2019, Windra kemudian masuk politik, dan mencalonkan diri sebagai anggota DPRD Kepahiang dari Partai NasDem.

Windra mendapatkan 2.715 suara, dan berhasil menduduki kursi Ketua DPRD Kepahiang di periode 2019-2024.

Tahun 2024, Windra mencalonkan diri sebagai anggota DPRD Provinsi Bengkulu di Pileg 2024, dan berhasil terpilih dengan 7.154 suara.

Namun, Windra kemudian mengundurkan diri, untuk maju di Pilbup Kepahiang 2024, berpasangan dengan Ramli, atau dikenal sebagai pasangan Wali, dengan nomor urut 2.

Dalam Pilbup Kepahiang 2024 ini, Windra gagal terpilih sebagai bupati, dan pemenangnya adalah pasangan Zurdi Nata-Abdul Hafizh.

Windra kemudian vakum di dunia politik Kepahiang, sebelum akhirnya ditetapkan tersangka korupsi di DPRD Kepahiang tahun anggaran 2021-2023.

Baca juga: Korupsi Berjamaah DPRD Kepahiang Bengkulu, 10 Orang Jadi Tersangka, Termasuk Mantan Ketua

Perjalanan Kasus

Dua eks pimpinan DPRD Kepahiang periode 2019-2024, yakni eks ketua Windra Purnawan, dan eks Waka I Andrian Defandra (Aan) ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi di DPRD Kepahiang.

Windra dan Aan ditetapkan tersangka oleh penyidik di Pidsus Kejari Kepahiang pada Jumat (15/8/2025) malam, dan langsung ditahan di Lapas Kelas IIA Kota Bengkulu.

Windra dan Aan disebutkan sebagai otak atau mastermind dalam dugaan korupsi dengan modus perjalanan dinas fiktif, dengan kerugian negara berjumlah Rp 12 miliar menurut hitungan penyidik.

Tidak hanya Windra dan Aan, penyidik juga menetapkan delapan orang lain sebagai tersangka, yakni eks Sekretaris Dewan (Sekwan) DPRD Kepahiang, Roland Yudhistira beserta dua orang eks bendahara, Yusrinaldi dan Didi Rinaldi. 

Ketiganya ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan sejak Rabu (7/5/2025) lalu.

Kemudian, penyidik juga menetapkan lima orang tersangka, yang merupakan mantan anggota DPRD periode 2019-2024.

Lima mantan anggota ini ditetapkan sebagai tersangka pada Rabu (16/7/2025) sore, yakni masing-masing RM Johanda, Joko Triono, Maryatun, Budi Hartono, dan Nanto Usni.

Kasus ini berawal dari Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK pada tahun 2024, yang menunjukkan adanya Tuntutan Ganti Rugi (TGR) di DPRD Kepahiang sebesar Rp 11,4 miliar.

LHP BPK ini menunjukkan adanya belanja perjalanan dinas yang tidak sesuai ketentuan, kelebihan bayar akomodasi penginapan, hingga kelebihan pembayaran belanja perjalanan dinas, dari tahun 2021 hingga tahun 2023.

Dari LHP BPK ini, penyidik di Pidsus Kejari Kepahiang kemudian melakukan penyelidikan, dan kemudian naik ke penyidikan.

Penyidik juga menggeledah kantor DPRD Kepahiang pada Selasa (10/12/2024), dan mengamankan sejumlah dokumen.

Pada awal Januari 2025, penyidik mulai memanggil sejumlah pihak sebagai saksi, termasuk Roland Yudhistira yang saat itu masih menjabat sebagai sekwan, beserta sejumlah staf DPRD Kepahiang lainnya.

Saat proses penyidikan ini berjalan, seluruh anggota DPRD periode 2019-2024 juga diminta melakukan pengembalian TGR, dengan jumlah yang bervariasi di masing-masing anggota, mulai puluhan hingga ratusan juta.

Hingga akhirnya, pada Rabu (7/5/2025), Roland Yudhistira dan dua bendahara, Yusrinaldi dan Didi Rinaldi ditetapkan sebagai tersangka.

Dari keterangan tiga tersangka awal ini, penyidik di Pidsus Kejari Kepahiang terus melakukan pengembangan, hingga akhirnya menetapkan lima mantan anggota DPRD Kepahiang periode 2019-2024 sebagai tersangka, yakni masing-masing RM Johanda, Joko Triono, Maryatun, Budi Hartono, dan Nanto Usni pada Rabu (16/7/2025) sore.

Pengembangan terus dilakukan, sampai akhirnya dua eks pimpinan, Windra dan Aan ditetapkan tersangka pada Jumat (15/8/2025) malam.

Windra dan Aan Berperan Sebagai Master Mind

Dua eks pimpinan DPRD Kepahiang Bengkulu periode 2019-2024, yakni Ketua Windra Purnawan dan Wakil Ketua (Waka) I Andrian Defandra bertindak sebagai otak atau mastermind dalam kasus korupsi DPRD Kepahiang tahun anggaran 2021-2023.

Kasi Pidsus Kejari Kepahiang, Febrianto Ali Akbar mengatakan kasus korupsi ini berawal saat kedua tersangka meminta eks sekretaris dewan (sekwan), Roland Yudhistira untuk mengeluarkan dana non-budgeter untuk diberikan kepada kedua tersangka.

Roland Yudhistira sendiri, bersama dua eks bendahara, Yusrinaldi dan Didi Rinaldi sebelumnya juga telah ditetapkan sebagai tersangka.

Dari permintaan dana non-budgeter ini, oleh para tersangka diambil dengan cara membuat surat perjalanan dinas fiktif.

"Keduanya membuat surat perintah perjalanan dinas fiktif, baik untuk anggota, ataupun diri mereka sendiri," kata Febri kepada TribunBengkulu.com, Jumat (15/8/2025) pukul 22.08 WIB.

Dari sini, Windra dan Aan, bersama Roland Yudhistira terus melakukan perbuata melawan hukum menarik anggaran, gali lubang tutup lubang, dan akhirnya tercipta TGR sebesar Rp 11,4 miliar yang menjadi temuan dalam LHP BPK.

 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di

    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved