Larangan Impor Pakaian Bekas
Mengenal Tren Thrifting yang Kini Impor Baju Bekas Dilarang Menkeu Purbaya
Pemerintah menilai impor baju bekas ilegal tidak hanya merugikan industri tekstil dalam negeri, tetapi berpotensi membahayakan kesehatan masyarakat.
Dengan membeli barang bekas, pembeli turut membantu mengurangi limbah tekstil, menekan emisi karbon, dan memperpanjang usia pakai produk.
Namun, tidak semua sisi thrifting membawa keuntungan.
Barang bekas yang dijual tidak selalu dalam kondisi sempurna.
Beberapa pakaian bisa saja bernoda, rusak, atau bahkan berisiko menularkan penyakit jika tidak dicuci dengan baik.
Karena itu, pembeli perlu lebih teliti dan selektif sebelum membeli.
Barang thrift juga tidak bisa dikembalikan jika sudah dibeli, berbeda dengan barang baru yang memiliki garansi.
Antara Gaya Hidup dan Regulasi
Kini, tren thrifting berada di persimpangan antara kebutuhan ekonomi, kesadaran lingkungan, dan regulasi pemerintah.
Bagi generasi muda, thrifting adalah gaya hidup dan bentuk ekspresi diri.
Namun bagi pemerintah, pengawasan terhadap barang bekas impor adalah bagian dari menjaga ekonomi nasional.
Dengan kebijakan larangan impor baju bekas ilegal ini, pemerintah berharap agar masyarakat tetap bisa menyalurkan minat fesyennya secara kreatif, namun dengan memperhatikan aspek kesehatan, legalitas, dan keberlanjutan ekonomi dalam negeri.
Apakah tren thrifting akan bertahan di tengah larangan ini? Waktu yang akan menjawab, seiring bagaimana para pelaku usaha dan pemerintah mencari titik temu antara gaya hidup dan kebijakan ekonomi nasional.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/bengkulu/foto/bank/originals/Tampak-pajangan-usaha-thrifting.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.