Bengkulu Diwarning! KPK Sebut 3 Hal Ini Rawan Picu Korupsi di Pelayanan Kesehatan
Plt Direktur Koordinasi dan Supervisi Willayah I KPK RI, Edi Suryanto menyebutkan 3 sektor dalam alokasi anggaran kesehatan yang dapat memicu korupsi.
Penulis: Jiafni Rismawarni | Editor: Yunike Karolina
Laporan Reporter TribunBengkulu.com, Jiafni Rismawarni
TRIBUNBENGKULU.COM, BENGKULU - Plt Direktur Koordinasi dan Supervisi Willayah I KPK RI, Edi Suryanto menyebutkan ada 3 sektor dalam alokasi anggaran kesehatan yang dapat memicu korupsi. Yakni pembangunan fisik, alat kesehatan, dan obat-obatan.
Menurutnya, dengan pengalokasian anggaran kesehatan minimal 10 persen di APBD, maka membuka potensi untuk memicu terjadi korupsi. Termasuk di Provinsi Bengkulu, maka pihaknya mewanti-wanti akan potensi korupsi di sektor pelayanan kesehatan.
"Kan anggarannya besar itu, maka resiko korupsinya juga besar. Kalau kegiatannya ada di tiga hal itu (pembangunan fisik, alat kesehatan dan obat-obatan, red)," kata Edi usai Rakor Pencegahan Korupsi dan Optimalisasi Layanan Kesehatan Publik di Provinsi Bengkulu, Kamis (6/10/2022).
Ia menjelaskan jika anggaran kesehatan sudah ada aturannya. Di mana dalam APBD harus menyiapkan minimal 10 persen dari total APBD. Sehingga nominal ini bukan nilai yang sedikit.
Misalnya, total APBD Rp 1,5 triliun maka 10 persennya adalah Rp 150 miliar untuk sektor kesehatan.
"Yang pasti di Bengkulu ini, anggaran kesehatannya lebih dari 10 persen. Karena yang anggarannya di bawah 10 persen itu hanya ada di daerah timur. Dengan besarnya itu, kami melihat ada resiko korupsi," ungkap Edi.
Sementara itu, terkait sektor pembangunan fisik yang dinilai rawan akan adanya tindakan korupsi, Edi mencontohkan ada kegiatan pembangunan untuk rumah sakit, puskesmas dan fasilitas kesehatan lainnya.
"Kedua, ada di alat kesehatan. Karena alat kesehatan itu sampai sekarang, mohon maaf masih agak-agak jadi ruang gelap lah. Bahasanya itu nggak transparan, masih ada hal yang nggak pas. Makanya kami kejar di situ," ungkap Edi.
Serta sektor yang ketiga adalah obat-obatan, kata Edi, sektor ini lebih parah lagi. Faktanya pada masa covid-19 orang lebih percaya kepada obat tradisional. Ada jamu, jahe merah, sampai saat kasus Covid-19 tinggi susah sekali untuk mendapatkan jahe merah.
"Tapi kenapa kok semuanya (anggaran,red) cari obat pabrik, obat kimia. Itulah yang disebut ketahanan kesehatan kita lemah," kata Edi.
Untuk itu, ia menyarankan bahwa untuk hal obat-obatan ini regulasi dan distribusinya diarahkan. Bukan hanya soal membelinya tapi bagaimana memperkuat di farmasi lokal.
"Makanya tujuan di sini agar mereka semua pemda bisa menguatkan ketahanan kesehatan masyarakat dengan dana yang besar. Paling penting jangan sampai ada korupsi," terang Edi.
Sekda Provinsi Bengkulu Hamka Sabri, mendukung sepenuhnya upaya dalam upaya pencegahan korupsi dan optimalisasi layanan kesehatan publik di Provinsi Bengkulu.
"Jadi dihadirkan tiga narasumber, yang berasal dari kementerian, BPKP, dan dari KPK. Kita tentu mendukung. Apalagi anggaran sudah mencapai apa yang diamanatkan," ujar Hamka.
Baca juga: BREAKING NEWS: Elak Crane, Mobil Lohan Bermuatan Tepung Terbalik di Liku Sembilan Bengkulu Tengah
Baca juga: Ini Identitas 2 Warga Lebong yang Dikabarkan Hilang di Hutan Seblat saat Cari Emas
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/bengkulu/foto/bank/originals/Rakor-KPK-6-Okt.jpg)