Lipsus UMP Bengkulu

UMP Bengkulu Terendah di Sumatera, Ketua SPSI: Idealnya Tahun Depan UMP Naik 15 Persen

Ketua SPSI Provinsi Bengkulu, Aizan Dahlan SH meminta adanya perubahan sistem penetapan UMP, agar lebih tepat dengan kondisi di Provinsi Bengkulu

Penulis: Jiafni Rismawarni | Editor: Yunike Karolina
Ho/TribunBengkulu.com
Ketua SPSI Provinsi Bengkulu, Aizan Dahlan. Ia meminta adanya perubahan sistem penetapan UMP, agar lebih tepat dengan kondisi di Provinsi Bengkulu saat ini. 

Laporan Reporter TribunBengkulu.com, Jiafni Rismawarni

TRIBUNBENGKULU.COM, BENGKULU - Melihat kondisi ekonomi saat ini, Ketua Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Provinsi Bengkulu Provinsi Bengkulu, Aizan Dahlan SH meminta agar ada kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) Bengkulu tahun depan sebesar 15 persen.

Tuntutan kenaikan UMP Bengkulu ini juga mempertimbangkan adanya kenaikan harga BBM subsidi, yang dampaknya juga berimbas atas kenaikan dari harga sejumlah komoditi pokok.

"Memang ada rasa pesimis di 2023 nanti, makanya kita lihat di analisa kementerian seperti apa. Karena jika kenaikan UMP di bawah 15 persen saja, masih belum berimbang dengan dampak kenaikan BBM ini," sesal Aizan, Kamis (13/10/2022).

Menurutnya, dengan kenaikan harga BBM ini sudah seharusnya juga diiringi dengan peningkatan UMP Bengkulu. Apalagi kebutuhan tinggi daya beli kurang karena kenaikan bahan-bahan merata.

"Idealnya itu UMP dinaikan antara 10 sampai 15 persen. Karena kan di Sumatera saja, Bengkulu ini termasuk yang terendah UMP nya," jelas Aizan.

Pada tahun 2022 saja, kenaikan UMP hanya di angka Rp 23 ribuan. Nilai ini dinilai sangat minimal, bahkan tidak sampai 1 persen, dari UMP tersebut.

Besaran UMP Bengkulu masih dinilai kecil, yakni Rp 2.238.094.

"Coba kita hitung berapa kenaikan harga BBM subsidi itu. Kini, kenaikan bahan pokok semua luar biasa. Banyak yang perlu disurvei, maka kita minta untuk cek langsung," tegasnya.

Aizan menjelaskan awal penetapan UMP ini juga menjadi kontra. Pasalnya hanya mengandalkan data dari Badan Pusat Statistik.

Termuat dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan yang mengatur penetapan UMP.

PP ini dirasa kurang sesuai dengan kondisi real pekerja di tiap daerah, apalagi kondisi masing-masing daerah berbeda satu sama lain.

"Berapa kali kita ikut rapat nasional tapi ya selalu tidak sependapat antara dewan pengupahan daerah dan dewan pengupahan nasional. Ternyata nggak sama  penerjemahannya. Justru mereka ini lebih ke kementerian," papar Aizan.

Hal ini diperparah dengan baru ada 4 dewan pengupahan se Provinsi Bengkulu. Yakni ada di Bengkulu Utara, Mukomuko, Bengkulu Tengah, dan Kota Bengkulu. Artinya gubernur harus sudah turun tangan tentang pengupahan di provinsi ini.

"Gubernur kan ada timnya bersama OPD terkait. Mereka juga harus cek lapangan, nggak bisa hanya disentralkan di data BPS," ujar Aizan.

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved