Sidang Ferdy Sambo
'Masing-masing Ingin Selamat' Sidang Kasus Obstruction of Justice Dinilai Punya Beban Dimensi Kuat
Sidang lanjutan Obstruction of Justice kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (15/12/2022).
TRIBUNBENGKULU.COM - Para terdakwa kasus perintangan penyidikn atau Obstruction of Justice pada kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J masing-masing ingin selamat.
Sidang lanjutan Obstruction of Justice kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (15/12/2022).
Dalam sidang tersebut, saksi Irfan Widyanto dan Chuck Putranto dihadirkan untuk memberikan kesaksian terhadap terdakwa Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria.
Mantan Hakim Agung Gayus Lumbuun mengatakan, bahwa dalam sidang kali ini, Hakim dapat menyesuaikan dakwaan dengan keterangan yang disampaikan para saksi mahkota.
"Dimensi yang hari ini akan didapat oleh Hakim tentu akan menyesuaikan dakwaan dengan apa yang diterangkan, disampaikan para saksi mahkota ini," jelas Gayus, dalam tayangan Kompas TV.
Menurutnya, tentunya ada yang harus digarisbawahi dalam keterangan yang disampaikan para saksi di persidangan.
Karena saksi yang hadir untuk para terdakwa juga menyandang status sebagai terdakwa dalam perkara yang sama.
"Tentu ini mempunyai beban dimensi yang lebih kuat, karena yang bersangkutan bukan sekadar saksi tapi juga terdakwa," kata Gayus.
Ini yang menjadi poin pentinhg, kata dia, lantaran para terdakwa termasuk yang sedang bersaksi di persidangan pada hari ini tentu ingin melepaskan diri dari dakwaan.
Baca juga: Cerita Pengambil DVR di Rumah Sambo Hakim Heran Kepolosan Saksi Mahkota AKP Irfan Widiyanto
"Masing-masing dimensi terdakwa ini hanya ingin menyelamatkan diri secara umum, bisa melepaskan dakwaan yang cukup berat," tegas Gayus.
Menurut Gayus, nantinya Hakim akan melihat apakah keterangan yang disampaikan para saksi sesuai dengan alat bukti.
"Sehingga nanti hakim dengan dimensi hakim itu akan memutuskan kalau persesuaian saksi ini dengan alat bukti yang lain apakah sesuai, karena ini macam-macam," pungkas Gayus.
Sebelumnya, sidang perdana kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J juga telah digelar pada 17 Oktober 2022.
Dalam berkas dakwaan tersebut, Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal, Kuat Maruf dan Bharada Richard Eliezer disangkakan melanggar Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 56 ke-1 KUHP.
Sedangkan untuk kasus Obstruction of Justice, Ferdy Sambo serta Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Baiquni Wibowo, Arif Rahman, Chuck Putranto dan Irfan Widyanto yang terlibat, dijerat Pasal 49 Jo Pasal 33 dan/atau Pasal 48 Ayat 1 Jo Pasal 32 Ayat (1) Nomor 19 Tahun 2016 UU ITE.
Mereka juga disangkakan melanggar Pasal 55 Ayat (1) dan/atau Pasal 221 Ayat (1) ke-2 dan/atau Pasal 233 KUHP.
'Cerita Pengambil DVR di Rumah Sambo'
AKP Irfan Widiyanto dan Chuck Putranton bersaksi sebagai saksi mahkota di pengadilan negeri Jakarta selatan dalam kasus obstruction of justice dengan terdakwa Agus Nurpatria dan Hendra Kurniawan.
Irfan dan Chuck keduanya juga merupakan terdakwa dalam kasus ini.
Irfan adalah orang yang ditugasi untuk mengambil DVR CCTV di kawasan Komplek Duren Tiga.
Saat itu dia yang sebenarnya bertugas di Dirtipidum Bareskrim malah menjalankan perintah dari Divisi Propam. Ini pulalah yang membuat hakim heran.
Irfan pun menyebutkan informasi itu sudah didengarnya sebelum adanya perintah untuk mengamankan DVR CCTV.
"Sebelum diambil CCTV, saudara sudah tahu?" tanya JPU dalam sidang lanjutan kasus perintangan penyidikan pembunuhan Brigadir Yosua di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (15/12/2022).
"Sudah tahu," jawab Irfan.
Lalu, JPU mempertanyakan kepada Irfan Widyanto soal manfaat pengambilan DVR CCTV. Padahal, DVR CCTV itu merupakan salah satu alat bukti penting.
Kepada JPU, Irfan menyebutkan tak tahu secara pasti alasan pengambilan DVR CCTV tersebut. Ia hanya menyakini hal tersebut untuk kepentingan penyelidikan dan penyidikan.
"Saya tidak tahu, yang jelas sepengetahuan saya saat itu karena saya tidak ikut masuk, saya hanya mendengar ada kejadian apa, ada kejadian tembak menembak antata anggota polisi, dan itu H+1 baru keesokan harinya," jelasnya.
"Sehingga keyakinan saya atau pemahamannya saya, saya mendapat perintah tersebut berarti untuk kepentingan mungkin kepentingan hukum," sambung Irfan.
Berikutnya, JPU menyinggung soal pengambilan DVR CCTV oleh Irfan Widyanto saat datang ke lokasi kejadian. Ia menuturkan pengambilan CCTV itu tak ada surat perintah.
"Saudara mengambil itu kan ada prosedur. Ini kan bukan seketika. Ada surat perintah kepada saudara dari Bareskrim?" tanya jaksa
"Saya saat itu datang ke Duren Tiga atas perintah kanit saya langsung," jawab Irfan.
"Saya tanya ada surat perintah resmi dari Bareskrim?" tanya jaksa lagi.
"Tidak ada," jawab Irfan.
"Itu yang penting. Penting sekali," sebut jaksa.
"Kan itu kewenangan kanit saya kan," kata Irfan.
JPU menuturkan bahwa setiap penyitaan DVR CCTV harus berdasarkan surat perintah yang resmi. Karena itu, JPU mempertanyakan kewenangan Irfan dalam menyita DVR CCTV tersebut.
"Iya kan setiap tindakan hukum harus ada surat perintah," tegas jaksa.
"Sampai hari ini ada surat perintah?" tanya jaksa lagi.
"Tidak ada," jawab Irfan.
Diketahui, Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir Yoshua menjadi korban pembunuhan berencana yang diotaki Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022 lalu.
Brigadir Yoshua tewas setelah dieksekusi di rumah dinas Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan. Pembunuhan itu terjadi diyakini setelah Putri Candrawathi bercerita kepada Ferdy Sambo karena terjadi pelecehan seksual di Magelang.
Ferdy Sambo saat itu merasa marah dan menyusun strategi untuk menghabisi nyawa dari Yoshua.
Dalam perkara ini Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR, Kuwat Maruf dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada didakwa melakukan pembunuhan berencana.
Kelima terdakwa didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.
Tak hanya dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J, khusus untuk Ferdy Sambo juga turut dijerat dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice bersama Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Irfan Widianto, Arif Rahman Arifin, dan Baiquni Wibowo.
Para terdakwa disebut merusak atau menghilangkan barang bukti termasuk rekaman CCTV Komplek Polri, Duren Tiga.
Dalam dugaan kasus obstruction of justice tersebut mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/bengkulu/foto/bank/originals/Empat-terdakwa-obstraction-of-justice-atau-perintangan-penyidikan.jpg)