Suami Bacok Istri di Kepahiang

Kasus Suami Bacok Istri di Kepahiang Bengkulu, Akademisi Hukum Sebut Bisa Saja Dihentikan

Bukan hanya berniat menghabisi nyawa sang istri inisial AN (40), namun pelaku YB (45) nekat mengakhiri hidup dengan melukai leher sendiri hingga tewas

HO TribunBengkulu.com
Akademisi Hukum Universitas Bengkulu Zico Junius Fernando, menanggapi kasus suami bacok istri di Kepahiang Provinsi Bengkulu. Menurutnya kasus ini bisa saja dihentikan. 

Laporan Reporter TribunBengkulu.com, Panji Destama

TRIBUNBENGKULU.COM, KEPAHIANG - Kasus suami bacok istri di Kabupaten Kepahiang Provinsi Bengkulu menggegerkan warga.

Bukan hanya berniat menghabisi nyawa sang istri inisial AN (40), namun pelaku YB (45) nekat mengakhiri hidup dengan melukai leher sendiri menggunakan senjata tajam hingga tewas. 

Peristiwa tragis itu terjadi pada Kamis 3 Agustus 2023 di kediaman pasangan suami istri ini di Desa Daspetah Kecamatan Ujan Mas Kabupaten Kepahiang.

Akademisi Hukum Universitas Bengkulu Zico Junius Fernando ikut menanggapi kasus ini. Menurutnya kasus suami bacok istri di Kepahiang, dapat dihentikan. 

"Bisa saja kasusnya dihentikan, jika dilihat dari Pasal 77 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) Indonesia memang mengatur bahwa, kewenangan menuntut pidana hapus, bila si tertuduh meninggal dunia," ungkap Zico saat dihubungi TribunBengkulu.com, pada Sabtu (5/8/2023). 

Lanjut Zico, pasal ini mengkonfirmasi prinsip yang dijelaskan sebelumnya bahwa dalam hukum pidana bersifat personal dan hanya dapat diberikan kepada orang yang melakukan tindak pidana. 

Jika terduga pelaku meninggal dunia, maka proses pidana tidak dapat berlanjut karena hak untuk menuntut pidana terhadap orang tersebut sudah tidak ada lagi atau dengan kata lain telah hapus. 

"Dengan demikian, apabila terduga pelaku tindak pidana meninggal dunia, proses hukum pidana terhadapnya dapat dihentikan berdasarkan Pasal 77 KUHP," tuturnya. 

Ia juga menjelaskan, bagaimana penghentian kasus, jika terduga pelaku tindak pidana meninggal dunia selama proses penyidikan atau penuntutan berlangsung.

Ada mekanisme yang mengatur kasus tindak pidana dapat berhenti yang umumnya dilakukan oleh kepolisian. Pertama polisi melakukan verifikasi kematian, kepolisian harus memverifikasi kematian terduga pelaku. 

Biasanya dilakukan dengan memeriksa sertifikat kematian atau dokumen resmi lainnya.

"Penghentian penyidikan atau penuntutan, setelah kematian terduga pelaku terverifikasi, proses penyidikan atau penuntutan yang sedang berlangsung dapat dihentikan. Dalam konteks hukum pidana Indonesia, ini diatur dalam Pasal 77 KUHP," jelasnya. 

Zico menambahkan, pemberitahuan kepada pihak terkait, setelah proses penyidikan atau penuntutan dihentikan. Kepolisian biasanya akan memberitahukan hal ini kepada pihak-pihak terkait, seperti pengadilan, jaksa penuntut umum, dan keluarga atau wali dari terduga pelaku.

Setelah semua langkah-langkah di atas selesai, kasus biasanya akan ditutup dan tidak ada tindakan hukum lebih lanjut yang dapat dilakukan terhadap terduga pelaku.

Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved