Pilpres 2024

AHY Move On Hingga Pilih Koalisi Baru Usai Eklarasi Duet Anies-Cak Imin di Pilpres 2024

Ketua Umum (Ketum) Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono atau AHY nyatakan move on dan siap lirik koalisi partai lain.

Penulis: Yuni Astuti | Editor: Hendrik Budiman
Kolase TribunBengkulu.com dan Youtube Agus Yudhoyono
Kolase foto Agus Yudhoyono. AHY Move On Hingga Pilih Koalisi Baru Usai Eklarasi Duet Anies-Cak Imin di Pilpres 2024 

Terakhir, SBY tidak membayangkan apabila koalisi yang dilakukan bersama Anies jadi dilakukan. Menurut SBY, Anies orang yang tidak mampu menjunjung tinggi keadilan, mengingkari kesepakatan.

“Bayangkan di masa depan punya mitra koalisi yang tidak tunduk dan patuh kesepakatan yang kita buat bersama. Apalagi kalau mendikte, mengatur yang lain termasuk capres, memaksakan kehendak tidak menganggap yang lain saya kira bukan itu koalisi yang hendak kita bangun,” kata SBY.

Tanggapan Anies Baswedan Usai Dituding Sebagai Pengkhianat

Menanggapi hal tersebu, Anies baswedan justru meminta para relawan dan pendukungnya untuk tetap fokus dan bersetia pada narasi perubahan.

“Kepada seluruh relawan, mari kita terus berkonsentrasi pada usaha kita untuk melakukan perubahan."

"Kita ingin Indonesia yang lebih adil, maju, dan kita harus tetap fokus di situ."

"Dinamika yang terjadi saat ini jangan sampai mengganggu konsentrasi kita,” kata Anies dalam keterangannya, dikutip dari Tribunnews.com, Sabtu (2/9/2023).

Lebih lanjut, Anies Baswedan juga memastikan akan memberikan penjelasan soal pergerakan politiknya terkait dinamika koalisi hingga keputusannya memilih Cak Imin.

Kendati demikian tak diketahui kapan penjelasan tersebut akan diungkapkannya.

“Nanti pada waktunya akan ada penjelasan lengkap (respon dinamika koalisi), sekarang kita fokus untuk melakukan perubahan,” ujarnya.

Tak hanya itu, mantan Gubernur DKI Jakarta itu juga mengajak relawannya untuk ikhlas.

Tidak jatuh karena cacian dan juga terlena karena pujian.

“Dan ingat kita harus ikhlas, artinya dipuji tidak terbang dicaci tidak tumbang, kita jalani insya Allah ikhtiar kita akan dimudahkan jalannya,” kata Anies.

Ia juga meminta para relawan dan pendukungnya tetap solid, mengingat Pilpres 2024 semakin mendekat."

“Jaga semangat, terus solid (untuk semua khususnya relawan),” tutupnya.

Alasan Cak Imin Jadi Cawapres Anies Baswedan

Terpilihnya Cak Imin sebagai pasangan Anies Baswedan disebut menimbulkan guncangan politik terhadap peta koalisi Pemilu 2024 yang ada sejauh ini.

Adapun guncangan politik tersebut dirasakan blok-blok koalisi seperti Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) pengusung Anies dan Koalisi Indonesia Maju (KIM) pengusung Prabowo Subianto.

Bahkan saat ini Demokrat resmi mencabut dukungan untuk Anies Baswedan dan keluar dari koalisi perubahan.

Demokrat merasa dikhianati lantaran memilih Cak imin hanya dengan keputusan sepihak.

Apalagi menurut versi Demokrat Anies telah mengutarakan niatnya menjadikan AHY sebagai cawapresnya.

Namun secara mengejutkan Anies Baswedan berubah haluan dengan menggandeng Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Muhaimin Iskandar, sebagai bakal calon wakil presiden (cawapres) Pemilu 2024.

Padahal, elektabilitas Cak Imin, demikian sapaan akrab Muhaimin, berada di papan bawah.

Sementara, Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang sempat disebut-sebut jadi kandidat cawapres terkuat Anies, elektabilitasnya justru melampaui Muhaimin.

Melansir dari Kompas.com, Survei Litbang Kompas periode 27 Juli-7 Agustus 2023, misalnya, merekam elektabilitas Cak Imin sebesar 0,4 persen.

Sedangkan angka elektoral AHY sebesar 5,1 persen.

Lalu, survei Indikator Politik Indonesia periode 20-24 Juni 2023 memperlihatkan, elektabilitas Muhaimin hanya 0,8 persen, terpaut jauh dari AHY yang tingkat keterpilihannya mencapai 11,4 persen.

Lalu apa alasan Anies Baswedan memilih Cak Imin daripada AHY?

Direktur Nusakom Pratama Institute, Ari Junaedi, menduga jika penunjukan Muhaimin sebagai pendamping Anies tak lepas dari besarnya suara PKB.

Berdasarkan survei terbaru Litbang Kompas, PKB mengantongi elektabilitas 7,6 persen.

Angka tersebut menempatkan PKB di urutan ketiga partai dengan elektabilitas terbesar setelah PDI Perjuangan dan Partai Gerindra, melampaui Partai Golkar dan Partai Demokrat.

Selain itu, pemilih PKB mayoritas datang dari kalangan Nahdlatul Ulama (NU) yang tersebar di Jawa Timur, wilayah yang belum dikuasai oleh Anies.

Oleh sebab itu, Ari menduga dengan menggandeng Muhaimin, Anies berharap mampu menambal suaranya yang lemah di wilayah tersebut.

“Saya menganggap langkah Nasdem menggaet Cak Imin sebagai pendamping Anies tidak terlepas dari potensi suara tapal kuda di Jawa Timur dan basis-basis PKB di mana pun berada,” kata Ari kepada Kompas.com.

Tak hanya itu, Ari menduga, Nasdem memanfaatkan situasi politik terkini, di mana Muhaimin dan PKB merasa terancam karena Partai Golkar dan Partai Amanat Nasional (PAN) merapatkan barisan ke koalisi pendukung Prabowo Subianto.

Pasalnya, dengan bergabungnya Golkar dan PAN, peluang Cak Imin menjadi cawapres Prabowo semakin kecil.

Hal itu karena Cak Imin harus bersaing dengan Menteri BUMN Erick Thohir yang disodorkan oleh PAN.

“Saya anggap sebagai spekulatif politik, Nasdem memanfaatkan betul suasana kebatinan Cak Imim dan PKB yang merasa terbuang usai Golkar dan PAN merapat serta menguatnya nama Erick Thohir sebagai cawapresnya Prabowo,” ujar pengajar Universitas Indonesia tersebut.

Hal yang sama juga disampaikan oleh Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Affairs (Indostrategic) Ahmad Khoirul Umam.

Dengan menggandeng Muhaimin, Anies disebut hendak menghapus citra politik identitas yang melekat di dirinya.

Sayangnya, kata Umam, mesin politik Nahdliyin setahun terakhir kadung dioptimalkan untuk “menjual” habis Prabowo, yang mulanya berkoalisi dengan PKB, ke para kiai sepuh dan simpul-simpul pesantren.

Di bawah komando PKB dan Cak Imin, para kiai sepuh terlanjur mengarahkan dukungan buat Prabowo.

“Maka hal itu akan sangat merepotkan mesin politik PKB,” kata Umam.

Selain itu, lanjut Umam, dengan rekam jejak Anies yang dianggap mengeksploitasi politik identitas pada Pilkada DKI Jakarta 2017, sulit bagi kalangan Nahdliyin mengubah haluan dukungan.

“Artinya, langkah politik Anies agak berat untuk recover elektabilitas. Jangan sampai salah perhitungan,” tutur dosen Universitas Paramadina itu.

 

Halaman 4/4
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved