Ketua KPU Divonis Melanggar Etik

Mencuat Desakan Prabowo-Gibran Didiskualifikasi Buntut Ketua KPU Divonis Melanggar Etik

Menyusul divonisnya ketua KPU RI Hasyim Asy'ari melanggar etik dan mendapatkan sanksi peringatan keras, mencuat desakan Gibran didiskualifikasi.

TribunBengkulu.com/DKPP RI
Mencuat desakan diskualifikasi Gibran menyusul putusan DKPP bahwa Ketua KPU melanggar etik. 

TRIBUNBENGKULU.COM - Menyusul divonisnya ketua KPU RI Hasyim Asy'ari melanggar etik dan mendapatkan sanksi peringatan keras, mencuat desakan Gibran Rakabumin Raka didiskualifasi sebagai calon Wakil Presiden.

Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) telah membacakan putusan tersebut pada Senin (5/2/2024).

Ketua KPU RI terbukti telah melakukan pelanggaran etik karena menerima dan memproses pendaftaran Gibran.

Proses pendaftaran Gibran dilakukan tanpa mengubah syarat usia minimum capres-cawapres pada Peraturan KPU Nomor 19 tahun 2023 sesuai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023.

"Berdasarkan pertimbangan dan kesimpulan disebut di atas, memutuskan, satu, mengabulkan pengaduan para penganut untuk sebagian," kata Ketua DKPP Heddy Lugito saat membacakan putusan di Gedung DKPP, Jakarta, Senin.

Baca juga: Loloskan Gibran Sebagai Cawapres, Ketua KPU Divonis Melanggar Etik dan Disanksi Peringatan Keras

Atas pelanggaran itu, Hasyim Asy'ari dijatuhi sanksi berupa peringatan keras terakhir.

"Dua, menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada Hasyim Asy'ari," tambah Heddy.

Selain itu, kata Wiarsa, DKPP menyoroti sikap para komisioner KPU yang terlebih dulu menyurati pimpinan partai politik setelah putusan MK tentang syarat batas usia capres-cawapres.

KPU malah lebih memilih menyurati pimpinan partai, ketimbang melakukan konsultasi dengan DPR dan pemerintah dan itu dianggap menyimpang dari Peraturan KPU.

"Para teradu dalam menaati putusan MK a quo dengan bersurat terlebih dulu kepada pimpinan partai politik adalah tindakan yang tidak tepat dan tidak sesuai dengan perintah Pasal 10 Peraturan KPU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Tata Cara Pembentukan Peraturan dan Keputusan di lingkungan KPU," ucap Wiarsa.

Pembacaan putusan DKPP atas pelanggaran kode etik Ketua KPU RI, Senin (5/2/2024).
Pembacaan putusan DKPP atas pelanggaran kode etik Ketua KPU RI, Senin (5/2/2024). (Kompas.com)

Diskualifikasi Prabowo-Gibran

Buntut putusan tersebut, mencuat desakan untuk mendiskualifikasi pencalonan Gibran sebagai cawapres Prabowo Subianto.

Pengadu Petrus Selestinus, misalnya, meminta supaya lembaga penyelenggara pemilu itu mendiskualifikasi pencalonan putra tertua Presiden Joko Widodo tersebut.

"Secara moral legitimasi KPU telah mengalami kehancuran di mata publik dan untuk mengembalikan legitimasinya itu, maka KPU RI tidak punya pilihan lain selain harus berjiwa besar mendeklarasikan sebuah keputusan progresif," kata Petrus ketika dikonfirmasi Kompas.com.

"Pertama, mendiskualifikasi pasangan capres-cawapres Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagai peserta Pilpres 2024," ujarnya.

Kedua, menurut Petrus, KPU harus memerintahkan Koalisi Indonesia Maju (KIM) mengajukan calon pengganti capres-cawapres tanpa Prabowo-Gibran.

Ia juga mengungkit bahwa pencalonan Gibran sebelumnya melibatkan pelanggaran etika berat eks Ketua Mahkamah Konstitusi yang notabene pamannya, Anwar Usman.

"Ketiga, menunda penyelenggaran Pemilu dalam waktu 2 x 14 hari terhitung sejak tanggal 14 Februari 2024 agar partai KIM mengajukan calon presiden dan calon wakil presiden pengganti, akibat diskualifikasi terhadap capres-cawapres Prabowo-Gibran," kata dia.

Petrus menekankan, putusan DKPP menempatkan Gibran maju sebagai cawapres melalui perbuatan melanggar etika, sehingga tidak layak dan pantas mendampingi Prabowo.

Desakan serupa juga muncul dari warganet menyusul putusan DKPP itu.

Baca juga: Singgung Kampus-Kampus Kritik Jokowi, Ganjar: Pemimpin Harusnya Mendengarkan Aspirasi

Topik Ketua KPU sempat menjadi trending di media sosial X (twitter) dan memiliki 88,6 ribu postingan.

Sejumlah warganet mendesak Gibran didiskualifikasi dan dianggap tidak layak mendampingi Prabowo karena pencalonannya di atas dua pelanggaran etik.

Pertama, pelanggaran etik berat dilakukan pamannya Anwar Usman yang merupakan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) dan ketua KPU RI Hasyim Asy'ari yang baru divonis DKPP.

"Ini artinya pencalonan Gibran berdiri dia atas dua pelanggaran etik: Pelanggaran etik oleh pamannya di MK, dan pelanggaran etik oleh ketua KPU. Rezim ini jelas koruptif, dan gw yakin ini cuma puncak gunung es," tulis akun Grady Nagara.

Sementara itu, akun @Riweh_Banget, mendesak Gibran didiskulifikasi sebagai cawapres. "Ketua KPU terbukti melanggar Etik karena menerima pencalonan Gibran sebagai Cawapres. Wow gua kira cuma MK, ternyata KPU juga. Layak Diskualifikasi."

"Kemarin ketua MK-nya dah dipecat karena terbukti melakukan pelanggaran etik berat demi meloloskan Gibran jadi cawapres, dan sekarang ketua KPU nya juga sudah diputuskanmelanggar etik. Artinya GIbran ini TIDAK SAH jadi Cawapres." Akun @Eva Sri Diana Chaniago ikut mencuit.

Ketua KPU RI Hasyim Asyari divonis melakukan pelanggaran etik dan mendapatkan peringatan keras terakhir.
Ketua KPU RI Hasyim Asyari divonis melakukan pelanggaran etik dan mendapatkan peringatan keras terakhir. (Sekretariat Kabinet)

Peluang Diskualifikasi Gibran

Mantan Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Muhammad, menyebut bahwa DKPP sebenarnya bisa saja membuat pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden ditinjau ulang melalui putusannya pagi ini.

Dalam putusan pagi Senin, seluruh komisioner KPU RI dinilai melanggar kode etik karena memproses pendaftaran Gibran sebagai cawapres.

Pendaftaran Gibran diterima tanpa mengubah syarat usia minimum capres-cawapres pada Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023 sesuai Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023.

Baca juga: Bahas Stunting, Ganjar Tidak Setuju Prabowo Ingin Kasih Makan

DKPP menegaskan, putusan itu hanya berlaku secara etik untuk para komisioner teradu, dan tidak berdampak secara hukum pada pencalonan Gibran.

"Kalau misalnya DKPP-nya progresif, dia bisa saja meminta KPU melakukan koreksi terhadap proses-proses yang dilakukan. Tapi dalam putusan itu kan tidak dilakukan," ujar Muhammad kepada Kompas.com, Senin (5/2/2024).

"Kita berharap putusan etik itu sebenarnya bisa dipedomani sebagai rambu-rambu kalau ada yang tidak tertib hukum ya. Karena ini kan tidak tertib hukum--dengan penjatuhan sanksi ini KPU tidak tertib hukum. Tapi, putusan DKPP rupanya tidak masuk (ke sisi hukum)," ungkapnya.

Muhammad menambahkan, sifat putusan DKPP final dan mengikat. Para teradu tidak bisa meninjau kembali putusan itu. Mereka harus melaksanakan putusan DKPP.

"Apakah kemudian ada dampak terhadap pencalonan Gibran, ya sepanjang di putusan DKPP tidak disebutkan bahwa pencalonan Gibran bermasalah dan harus dikoreksi, ya tidak ada dampaknya," kata Muhammad.

 

 

(*) 

 

Artikel ini telah tayang di Kompas.com.

Dapatkan informasi lainnya di Google News Tribun Bengkulu.

Ikuti saluran WhatsApp TribunBengkulu.com.

 

 

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved