Perkiraan Gibran Didiskualifikasi

Perkiraan Gibran Didiskualifikasi, Petrus: Cawapres Cacat Hukum

Komisi Pemilihan Umum (KPU) diminta untuk diskualifikasi Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres pada Pilpres 2024 karena dinilai cacat hukum.

|
TribunBengkulu.com
KPU diminta mendiskualifikasi Gibran Rakabuming sebagai Cawapres pasangan Prabowo Subianto. 

TRIBUNBENGKULU.COM - Komisi Pemilihan Umum (KPU) diminta untuk diskualifikasi Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres pada Pilpres 2024 karena dinilai cacat hukum.

Desakan tersebut muncul menyusul setelah Ketua KPU RI terbukti melanggar etik berdasarkan putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Republik Indonesia (DKPP RI), Senin (5//2/2024).

Pengadu, Petrus Hariyanto mengatakan, KPU harusnya mendiskualifikasi Gibran sebagai Cawapres dan meminta partai pengusung mengajukan calon baru.

"DKPP memutuskan bahwa KPU mulai dari ketua dan anggota, mendapat sanksi keras karena melanggar kode etik penyelenggara pemilu dalam memutuskan Gibran sebagai cawapres,” kata Petrus Hariyanto kepada Kompas TV.

“Keputusan KPU menetapkan Gibran sebagai cawapres, saya berpendapat cacat hukum.”

Baca juga: Loloskan Gibran Sebagai Cawapres, Ketua KPU Divonis Melanggar Etik dan Disanksi Peringatan Keras

Oleh karena itu, lanjut Petrus yang juga koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) dan Pergerakan Advokat, KPU seharusnya memerintahkan Partai Koalisi Indonesia Maju (KIM) untuk mengajukan calon pengganti Capres-Cawapres untuk Pilpres 2024.

KPU juga diminta untuk menunda penyelenggaraan Pemilu dalam waktu 2x14 hari terhitung sejak tanggal putusan DKPP dibacakan.

"Putusan DKPP ini harus dikawal pelaksanaannya agar bermanfaat bagi perbaikan prinsip demokrasi, kedaulatan rakyat dan konstitusi yang dilanggar sejak nepotisme dibangun Jokowi," ujarnya.

Putusan itu, katanya, telah menunjukkan bahwa Gibran adalah cawapres yang melanggar hukum dan etika dan tidak sepatutnya menjadi cawapres berpasangan dengan Prabowo Subianto.

Mencuat desakan diskualifikasi Gibran menyusul putusan DKPP bahwa Ketua KPU melanggar etik.
Mencuat desakan diskualifikasi Gibran menyusul putusan DKPP bahwa Ketua KPU melanggar etik. (TribunBengkulu.com/DKPP RI)

Ketua KPU Divonis Melanggar Etik

Sebelumnya, Ketua KPU RI Hasyim Asy'ary dan enam komisioner KPU RI divonis melanggar etik dan mendapatkan sanksi peringatan keras.

Hal itu sesuai dengan hasil putusan sidang DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu), Senin (5/2/2024).

Vonis tersebut terkait diterimanya pendaftaran Gibran Rakabumin Raka sebagai Calon Wakil Presiden (cawapres) RI pada pemilu 2024.

Ketua KPU RI Hasyim dinyatakan melanggar kode etik karena menerima dan memproses pendaftaran Gibran.

Proses pendaftaran Gibran dilakukan tanpa mengubah syarat usia minimum capres-cawapres pada Peraturan KPU Nomor 19 tahun 2023 sesuai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023.

"Berdasarkan pertimbangan dan kesimpulan disebut di atas, memutuskan, satu, mengabulkan pengaduan para penganut untuk sebagian," kata Ketua DKPP Heddy Lugito saat membacakan putusan di Gedung DKPP, Jakarta, Senin.

Atas pelanggaran itu, Hasyim Asy'ari dijatuhi sanksi berupa peringatan keras terakhir.

"Dua, menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada Hasyim Asy'ari," tambah Heddy.

DKPP juga menjatuhkan sanksi peringatan keras kepada 6 Komisioner KPU, yakni August Mellaz, Betty Epsilo Idroos, Mochamad Afifuddin, Yulianto Sudrajat, Parsadaan Harahap, dan Idham Holik.

Ini diperlukan agar Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023 selaku aturan teknis pilpres bisa segera direvisi akibat dampak putusan MK.

"Para teradu baru mengajukan konsultasi kepada DPR pada 23 Oktober 2023, atau 7 hari setelah putusan MK diucapkan," kata Wiarsa.

Baca juga: Mencuat Desakan Prabowo-Gibran Didiskualifikasi Buntut Ketua KPU Divonis Melanggar Etik

Menurut Wiarsa, dalam persidangan para teradu berdalih baru mengirimkan surat pada 23 Oktober 2023 karena DPR sedang dalam masa reses.

Akan tetapi, kata Wiarsa, alasan dari KPU terkait keterlambatan permohonan konsultasi dengan DPR dan pemerintah setelah putusan MK tidak tepat.

"DKPP berpendapat dalih para teradu terbantahkan karena dalam masa reses dapat dilakukan rapat dengar pendapat, sebagaimana diatur dalam Pasal 254 Ayat 4 dan Ayat 7 Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib," ujar Wiarsa.

Selain itu, kata Wiarsa, DKPP menyoroti sikap para komisioner KPU yang terlebih dulu menyurati pimpinan partai politik setelah putusan MK tentang syarat batas usia capres-cawapres.

KPU malah lebih memilih menyurati pimpinan partai, ketimbang melakukan konsultasi dengan DPR dan pemerintah dan itu dianggap menyimpang dari Peraturan KPU.

"Para teradu dalam menaati putusan MK a quo dengan bersurat terlebih dulu kepada pimpinan partai politik adalah tindakan yang tidak tepat dan tidak sesuai dengan perintah Pasal 10 Peraturan KPU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Tata Cara Pembentukan Peraturan dan Keputusan di lingkungan KPU," ucap Wiarsa.

"Para teradu seharusnya responsif terhadap kebutuhan pengaturan tahapan pencalonan presiden dan wakil presiden 2024 pasca-putusan Mahkamah Konstitusi a quo karena telah terjadi perubahan terhadap syarat capres-cawapres untuk tahun 2024," ujar Wiarsa.

Total, ada 4 aduan terhadap semua komisioner KPU RI terkait perkara etik pencalonan Gibran ini.

Keempat perkara tersebut diadukan oleh Demas Brian Wicaksono (Perkara nomor 135-PKE-DKPP/XII/2023), Iman Munandar B (perkara nomor 136-PKE-DKPP/XII/2023), P.H. Hariyanto (perkara Nomor 137-PKE-DKPP/XII/2023), dan Rumondang Damanik (perkara nomor 141-PKE-DKPP/XII/2023). Pada 25 Oktober 2023, KPU telah menerima menerima berkas pendaftaran pencalonan Gibran.

Padahal, berdasarkan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 19 Tahun 2023 yang ketika itu belum direvisi, Gibran tidak memenuhi syarat karena belum berusia 40 tahun.

KPU berdalih, Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang mengubah syarat usia capres-cawapres sudah cukup untuk dijadikan dasar memproses pencalonan Gibran sebagai cawapres.

Pembacaan putusan DKPP atas pelanggaran kode etik Ketua KPU RI, Senin (5/2/2024).
Pembacaan putusan DKPP atas pelanggaran kode etik Ketua KPU RI, Senin (5/2/2024). (Kompas.com)

Ketua KPU Jadi Trending X

Topik Ketua KPU sempat menjadi trending di media sosial X (twitter) dan memiliki 88,6 ribu postingan.

Sejumlah warganet mendesak Gibran didiskualifikasi dan dianggap tidak layak mendampingi Prabowo karena pencalonannya di atas dua pelanggaran etik.

Pertama, pelanggaran etik berat dilakukan pamannya Anwar Usman yang merupakan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) dan ketua KPU RI Hasyim Asy'ari yang baru divonis DKPP.

"Ini artinya pencalonan Gibran berdiri dia atas dua pelanggaran etik: Pelanggaran etik oleh pamannya di MK, dan pelanggaran etik oleh ketua KPU. Rezim ini jelas koruptif, dan gw yakin ini cuma puncak gunung es," tulis akun Grady Nagara.

Sementara itu, akun @Riweh_Banget, mendesak Gibran didiskulifikasi sebagai cawapres. "Ketua KPU terbukti melanggar Etik karena menerima pencalonan Gibran sebagai Cawapres. Wow gua kira cuma MK, ternyata KPU juga. Layak Diskualifikasi."

"Kemarin ketua MK-nya dah dipecat karena terbukti melakukan pelanggaran etik berat demi meloloskan Gibran jadi cawapres, dan sekarang ketua KPU nya juga sudah diputuskanmelanggar etik. Artinya GIbran ini TIDAK SAH jadi Cawapres." Akun @Eva Sri Diana Chaniago ikut mencuit.

Ketua KPU RI Hasyim Asyari divonis melakukan pelanggaran etik dan mendapatkan peringatan keras terakhir
Ketua KPU RI Hasyim Asyari divonis melakukan pelanggaran etik dan mendapatkan peringatan keras terakhir (Sekretariat Kabinet)

Peluang Diskualifikasi Gibran

Mantan Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Muhammad, menyebut bahwa DKPP sebenarnya bisa saja membuat pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden ditinjau ulang melalui putusannya pagi ini.

Dalam putusan pagi Senin, seluruh komisioner KPU RI dinilai melanggar kode etik karena memproses pendaftaran Gibran sebagai cawapres.

Pendaftaran Gibran diterima tanpa mengubah syarat usia minimum capres-cawapres pada Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023 sesuai Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023.

DKPP menegaskan, putusan itu hanya berlaku secara etik untuk para komisioner teradu, dan tidak berdampak secara hukum pada pencalonan Gibran.

"Kalau misalnya DKPP-nya progresif, dia bisa saja meminta KPU melakukan koreksi terhadap proses-proses yang dilakukan. Tapi dalam putusan itu kan tidak dilakukan," ujar Muhammad kepada Kompas.com, Senin (5/2/2024).

"Kita berharap putusan etik itu sebenarnya bisa dipedomani sebagai rambu-rambu kalau ada yang tidak tertib hukum ya. Karena ini kan tidak tertib hukum--dengan penjatuhan sanksi ini KPU tidak tertib hukum. Tapi, putusan DKPP rupanya tidak masuk (ke sisi hukum)," ungkapnya.

Muhammad menambahkan, sifat putusan DKPP final dan mengikat. Para teradu tidak bisa meninjau kembali putusan itu. Mereka harus melaksanakan putusan DKPP.

 

(*)

 

Artikel ini telah tayang di Kompas.com.

Dapatkan informasi lainnya di Google News Tribun Bengkulu.

Ikuti saluran WhatsApp TribunBengkulu.com.

 

 

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved