Kawal Putusan MK

Kiky Saputri Trending saat Aksi Kawal Putusan MK: Doakan Kami Berjuang Lewat Jalur Dalam

Kiky Saputri mendadak menjadi trending topik X (twitter) di tengah riuh aksi perlawanan terhadap upaya DPR RI merevisi UU Pilkada.

TribunBengkulu.com/Ist
Kiky Saputri mendadak menjadi trending topik X (twitter) di tengah riuh aksi perlawanan terhadap upaya DPR RI merevisi UU Pilkada. 

TRIBUNBENGKULU.COM - Kiky Saputri mendadak menjadi trending topik X (twitter) di tengah riuh aksi perlawanan terhadap upaya DPR RI merevisi UU Pilkada.

Pelawak Kiki Saputri ramai diperbincangkan karena tak ikut ambil bagian dalam aksi 'Peringatan Darurat' dan '#KawalPutusanMK' hingga pecah sejumlah aksi perlawan di berbagai daerah pada Kamis (22/8/2024).

Bukan tanpa alasan, Kiky Saputri selama ini dikenal vokal mengomentari isu-isu politik nasional.

Namun demikian, di sisi lain Kiky Saputri juga dikenal dekat dengan presiden terpilih Prabowo Subianto dan keluarga Presiden Joko Widodo.

Saat sejumlah komika ikut turun ke jalan dalam aksi demonstrasi di depan Gedung DPR, Jakarta, Kamis (22/8/2024), nama Kiky Saputri malah menjadi trending topik di X (twitter).

Hingga Kamis (22/8/2024) petang, topik Kiky Saputri telah memiliki postingan hampir 25 ribu.

Padahal Kiky Saputri terpantau tidak ikut dalam aksi Peringatan Darurat atau #KawalPutusanMK bersama komika lainnya.

Sementara, sejumlah komika bersama artis nasional lainnya turut serta bersama demonstran lainnya turun untuk menolak pengesahan Revisi UU Pilkada oleh DPR yang dianggap mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang Pilkada.

Baca juga: Aksi Teatrikal HMI Bengkulu: Telah Wafat Demokrasi oleh Keluarga Cemara Jokowi

Terlihat di antaranya ada Arie Kriting, Rigen, Abdel Achrian, Bintang Emon, Arif Brata, Yudha Keling, Abdur Arsyad, dan masih banyak lainnya. 

Setelah namanya menjadi trending topik, Kiky Saputri akhirnya ikut buka suara.

Melalui unggahan di akun Instagram-nya, Kiky Saputri menyebut dirinya memilih untuk mengkritik dari dalam.

Menurut Kiky Saputri, dirinya punya cara berbeda dalam mengekspresikan kekhawatiran atas situasi demokrasi di Indonesia saat ini.

“Semua pasti mencintai Negaranya. Semua punya cara untuk menunjukkan rasa cinta pada Negaranya,” tulis Kiky Saputri di keterangan unggahannya, dikutip Kamis (22/8/2024). 

Kiky Saputri menyemangati rekan-rekan komika bersama peserta demonstrasi lainnya yang menyuarakan kritik di depan gedung DPR hari ini. 

Kiky meminta rekan-rekannya untuk tetap berhati-hati dan tak mudah terprovaksi pihak-pihak yang tak bertanggung jawab.

“Yang akan berjuang di jalan, semangat dan harus selamat. Hati-hati, jangan mudah terprovokasi, dan tetap jaga keselamatan diri,” kata Kiky Saputri

Kiky Saputri pun turut meminta dukungan untuk dirinya yang memilih cara dengan mengkritik dari dalam. 

“Doakan kami untuk berjuang lewat jalur dalam. Caranya berbeda, tapi tujuannya sama. Untuk mengembalikan marwah Negara Indonesia tercinta,” kata Kiky Saputri.

Ada pun, sejumlah elemen masyarakat, baik dari kalangan mahasiswa sampai artis turut menyuarakan penolakan atas RUU Pilkada yang dianggap menjadi manuver DPR untuk mengabaikan Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60 tentang Pilkada 2024. 

Sikap DPR RI yang terlihat mengabaikan Keputusan MK Nomor 60 tentang Pilkada dianggap merenggut demokrasi karena memungkinkan terjadinya banyak calon kepala daerah melawan kotak kosong di sejumlah daerah.

Sejumlah publik figur, artis dan komika mulai hadir di depan Gedung DPR RI, jelang aksi demo, Jakarta, Kamis (22/8/2024).
Sejumlah publik figur, artis dan komika mulai hadir di depan Gedung DPR RI, jelang aksi demo, Jakarta, Kamis (22/8/2024). (Tribunnews.com/Abdi Ryanda Shakti)

MK Ubah Ambang Batas Pilkada

Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan mengubah ambang batas pencalonan kepala daerah melalui Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang dimohonkan Partai Buruh dan Gelora.

"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Suhartoyo dalam sidang pembacaan putusan yang digelar pada Selasa (20/8/2024).

Pencalonan gubernur Jakarta yang sebelumnya sempat menuai polemik karena "borong tiket" oleh Koalisi Indonesia Maju kini dapat berubah.

Eks Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang sebelumnya kehabisan partai politik dengan perolehan suara 20 persen di Pileg DPRD DKI Jakarta otomatis punya harapan.

Dalam putusannya, MK memutuskan bahwa ambang batas (threshold) pencalonan kepala daerah tidak lagi sebesar 25 persen perolehan suara partai politik/gabungan partai politik hasil Pileg DPRD sebelumnya, atau 20 persen kursi DPRD.

MK memutuskan, threshold pencalonan kepala daerah dari partai politik disamakan dengan threshold pencalonan kepala daerah jalur independen/perseorangan/nonpartai sebagaimana diatur pada Pasal 41 dan 42 UU Pilkada.

MK juga memastikan partai non seat alias tidak memiliki kursi di DPRD dapat mengusung pasangan calon gubernur dan wakil gubenur.

Hal tersebut sebagaimana Putusan MK 60/PUU-XXII/2024, yang dimohonkan Partai Buruh dan Partai Gelora.

MK menolak permohonan provisi para pemohon. Namun, Mahkamah mengabulkan bagian pokok permohonan.

"Dalam pokok permohonan: Mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian," ucap Ketua MK Suhartoyo, dalam sidang pembacaan putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (20/8/2024).

Suhartoyo menyatakan, Pasal 40 Ayat (1) UU Nomor 10 Tahun 2016 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai:

"Partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu dapat mendaftatkan pasangan calon jika telah memenuhi syarat sebagai berikut:

Baca juga: Deretan Artis Ikut Aksi Demo Kawal Putusan MK di DPR, Ada Kunto Aji Hingga Reza Rahadian

Untuk mengusulkan calon gubernur dan calon wakil gubernur:

a. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 2. 000.000 (dua juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10 persen (sepuluh persen) di provinsi tersebut;

b. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 2 000.000 (dua juta) jiwa sampai dengan 6.000.000 (enam juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik perserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 8,5 persen (delapan setengah persen) di provinsi tersebut.

c. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemih tetap lebih dari 6.000.000(enam juta) jiwa sampai dengan 12.000.000 (dua belas juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai poltk peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 7,5 persen (tujuh setengah persen) di provinsi tersebut

d. provinsi dengan jumah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 12.000.000 (dua belas juta) jwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedkt 6,5 persen (enam setengah persen) di provins itersebut;

Untuk mengusulkan calon bupati dan calon wakil bupati serta calon walikota dan calon wakil walikota:

a. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemlihn tetap sampai dengan 250.00 (dua ratus ima puluh ribu) jiwa, partai politik atau gabungan partai poltk peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10 persen (sepuluh persen) di kabupaten/kota tersebut.

b. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 250.000 (dua ratus ima puluh ribu) sampai dengan 500.00 (ima ratus ribu) jiwa, partai politij atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikt 8,5 persen (delapan setengah persen) di kabupaten kota tersebut;

c. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemlihan tetap lebih dari 500.000 (ima ratus ribu) sampai dengan 1.000.00 (satu juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikt 7,5 % (tujuh setengah persen) di kabupaten kota tersebut;

d. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 1.0000 (satu juta) jiwa, parai politik atau gabungan partai poitik peseria pemiu harus memeroleh suara sah paling sedikit 6,5 % (enam selengah persen) di kabupaten/kota tersebut;".

Demonstran yang tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Bengkulu, gelar aksi teatrikal yang lambangkan matinya demokrasi di Indonesia.
Demonstran yang tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Bengkulu, gelar aksi teatrikal yang lambangkan matinya demokrasi di Indonesia. (Beta Misutra/TribunBengkulu.com)

Baleg DPR RI Anulir Putusan MK

Badan Legislasi (Baleg) DPR RI mengakali Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang menurunkan ambang batas (threshold) pencalonan kepala daerah untuk semua partai politik peserta pemilu. 

Baleg mengakali putusan MK dengan membuat putusan tersebut hanya berlaku buat partai politik yang tak punya kursi DPRD. 

Ketentuan itu menjadi ayat tambahan pada Pasal 40 revisi UU Pilkada yang dibahas oleh panja dalam kurun hanya sekitar 3 jam rapat. 

Sementara itu, Pasal 40 ayat (1) UU Pilkada yang mengatur threshold 20 persen kursi DPRD atau 25 persen suara sah pileg tetap diberlakukan bagi partai-partai politik yang memiliki kursi parlemen. 

"Disetujui Panja 21 Agustus 2024 Usulan DPR pukul 12.00 WIB," tulis draf revisi itu seperti dikutip Kompas.com.

Baca juga: Narasi Peringatan Darurat Trending X, Ada Apa Sebenarnya?

Padahal, justru pasal itu lah yang dibatalkan MK dalam putusannya kemarin. Tidak ada perlawanan berarti dari para anggota panja untuk membela putusan MK yang sebetulnya berlaku final dan mengikat. 

Sebelumnya, dalam putusannya, MK menyatakan bahwa threshold pencalonan kepala daerah tidak lagi sebesar 25 persen perolehan suara partai politik/gabungan partai politik hasil Pileg DPRD sebelumnya atau 20 persen kursi DPRD. 

MK memutuskan, threshold pencalonan kepala daerah dari partai politik disamakan dengan threshold pencalonan kepala daerah jalur independen/perseorangan/non partai sebagaimana diatur pada Pasal 41 dan 42 UU Pilkada. 

MK menegaskan, hal ini demi menghindari berjalannya demokrasi yang tidak sehat karena threshold versi UU Pilkada rentan memunculkan calon tunggal.

Munculnya calon tunggal dianggap sebagai antitesa dari berjalannya demokrasi dan pengkhiatan terhadap rakyat. (**)

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved