Kawal Putusan MK
Bak Angin Segar DPR Setujui Aturan KPU Sesuai Putusan MK, Perjuangan Mahasiswa Tak Sia-Sia
Bak angin segar Komisi II DPR RI setujui aturan KPU sesuai putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
TRIBUNBENGKULU.COM - Bak angin segar Komisi II DPR RI setujui aturan KPU sesuai putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Melalui Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama KPU RI, Komisi II DPR RI menyetujui revisi Peraturan KPU (PKPU) Nomor 8 tahun 2024 tentang pencalonan kepala daerah Pilkada 2024.
Hal ini disampaikan langsung oleh Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia pada Minggu (25/8/24).
“Kita sudah sama-sama tahu bahwa draf PKPU tentang perubahan atas Peraturan KPU Nomor 8 Tahun 2024 ini sudah mengakomodir. Tidak ada kurang, tidak ada lebih dari putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60 dan 70,” ujar Doli di ruang rapat, Minggu (25/8/2024) dikutip dari Kompas.com.
Doli kemudian meminta persetujuan seluruh fraksi yang hadir dalam forum, dan langsung mengetuk palu sebagai tanda persetujuan.
“Setuju,” jawab peserta rapat sambil diikuti pengetukan palu.
Sebagai informasi MK memutuskan mengubah ambang batas pencalonan kepala daerah melalui Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024, yang diajukan oleh Partai Buruh dan Gelora, Selasa (20/8/2024).
MK memutuskan bahwa ambang batas pencalonan kepala daerah tidak lagi sebesar 25 persen perolehan suara partai politik atau gabungan partai politik hasil Pileg DPRD sebelumnya, atau 20 persen kursi DPRD.
Dalam putusannya, Mahkamah menyatakan bahwa ambang batas pencalonan kepala daerah oleh partai politik disamakan dengan ambang batas pencalonan kepala daerah dari jalur independen/nonpartai/perseorangan.
Sebagai informasi MK memutuskan mengubah ambang batas pencalonan kepala daerah melalui Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024, yang diajukan oleh Partai Buruh dan Gelora, Selasa (20/8/2024).
MK memutuskan bahwa ambang batas pencalonan kepala daerah tidak lagi sebesar 25 persen perolehan suara partai politik atau gabungan partai politik hasil Pileg DPRD sebelumnya, atau 20 persen kursi DPRD.
Dalam putusannya, Mahkamah menyatakan bahwa ambang batas pencalonan kepala daerah oleh partai politik disamakan dengan ambang batas pencalonan kepala daerah dari jalur independen/nonpartai/perseorangan.
Selain itu, MK menegaskan bahwa syarat usia calon kepala daerah dihitung sejak penetapan yang bersangkutan sebagai calon kepala daerah oleh KPU.
Keputusan DPR RI setujui aturan KPU sesuai putusan MK ini seolah menjadi angin segar dari beragam kalangan.
Terutama kalangan mahasiswa, buruh, publik figur hingga kalangan masyarakat yang rela turun ke jalan untuk mengawal putusan MK.
Menariknya Reza Rahardian dan sejumlah komika bahkan turut hadir bersama para mahasiswa ikut aksi demo di depan gedung DPR langsung.
Aksi demo yang digelar oleh ribuan mahasiswa pada Kamis (22/8/24) bahkan banyak yang berujung anarkis.
Banyak mahasiswa yang mengalami luka-luka, mulai dari mahasiswa yang kehilangan bola mata, telinga robek, kepala bocor dan masih banyak lagi demi mengawal putusan MK.
Terbukti, kini perjuangan ribuan mahasiswa tersebut tak sia-sia.
Keputusan DPR setujui aturan KPU sesuai putusan MK itu bahkan mendapat respon yang luar biasa dari masyarakat.
"Perjuangan kawan2 mahasiswa yg sampai kehilangan bola mata, telinga robek dll tidak sia sia," tulis aku @Yant.
"Keputusan ini membawa perubahan besar semoga semua pihak dapat berkompetisi secara adil dan demokratis," balas akun @Esha.
"Terima kasih untuk semua mahasiswa, rakyat yang sudah memperjuangkan konstitusi terutama buat yang ikut demontrasi kamis, jumat kemaren. merdeka," akun @Dayak menambahkan.
"Alhamdulillah, terima kasih atas perjuangan kawan-kawan yang mengawal putusan MK beberapa hari ini. Tetap kawal dan pantau terus, jangan sampai lengah," timpal akun @almondncorn.
Putusan MK tidak bisa dibatalkan oleh DPR
Ahli hukum tata negara Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Oce Madril menegaskan, putusan MK bersifat final dan mengikat.
Putusan lembaga pengawal konstitusi ini juga memiliki kekuatan eksekutorial begitu dibacakan oleh hakim konstitusi.
"Maknanya tidak ada upaya hukum lain yang dapat dilakukan untuk mengubah putusan MK, termasuk oleh DPR," kata dia, saat dihubungi Kompas.com, Rabu.
Oce turut mengatakan, putusan MK bersifat erga omnes atau bermakna mengikat untuk semua pihak tanpa terkecuali.
Oleh karena itu, dia menilai, semua pihak termasuk dalam hal ini DPR, KPU, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), partai politik, maupun masyarakat luas, harus mematuhi isi putusan MK.
"Apabila ada pihak-pihak yang tidak mematuhi putusan MK, maka tindakan tersebut termasuk perbuatan melawan hukum," tuturnya.
Direktur Pusat Studi Hukum Konstitusi dan Pemerintahan (Pushan) ini mengingatkan, akan ada dampak serius jika putusan MK terkait pilkada tidak ditaati.
Salah satunya, pemilihan kepala daerah serentak yang akan berlangsung rawan melanggar hukum.
Tidak hanya itu, hasil pilkada juga dapat dibatalkan oleh MK, mengingat lembaga tinggi negara ini memiliki kewenangan dalam memutus perkara hasil pemilihan umum.
"Hasil pilkada tersebut dapat dibatalkan oleh MK. Sebab, di ujung tahap pilkada, MK berwenang mengadili hasil pilkada," ujarnya.
Senada, pakar hukum tata negara dan Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera, Jakarta, Bivitri Susanti mengatakan, putusan MK terkait pilkada tidak bisa dibatalkan oleh DPR.
"Tidak bisa dibatalkan," tegasnya, saat dihubungi Kompas.com, Rabu. Dia menjelaskan, undang-undang atau peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) tidak dapat mengubah putusan MK.
Bivitri pun menilai, tindakan pemerintah dan DPR hari ini yang mendadak merevisi UU Pilkada melalui rapat Baleg serupa dengan pembangkangan terhadap konstitusi.
"Kalau ini dilakukan, ada pembangkangan konstitusi menurut saya. Ini semua sudah dagelan lah, menurut saya, pembangkangan konstitusi yang luar biasa," paparnya.
Pembangkangan konstitusi harus dilawan
Di sisi lain, Constitutional and Administrative Law Society (CALS) menilai, Presiden Joko Widodo beserta segenap partai politik pendukung tengah mempertontonkan pembangkangan konstitusi.
Presiden juga dinilai tengah memamerkan kekuasaan yang eksesif tanpa kontrol dari lembaga legislatif.
"Rezim yang otokratis ini kembali melanggengkan otokrasi legalisme untuk mengakumulasikan kekuasaan dan mengonsolidasikan kekuatan elit politik hingga ke level pemerintahan daerah," kata CALS dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Rabu.
Menurutnya, upaya mendelegitimasi Pilkada 2024 tampak sejak awal, seiring aturan main yang kerap diakali untuk meminimalisasi kompetitor.
Misalnya, dengan menutup ruang-ruang kandidasi alternatif, memborong dukungan koalisi gemuk partai politik, serta memunculkan kandidat boneka agar mengesankan kontestasi pilkada berjalan secara bebas, adil, dan setara.
"Masih lekat di benak masyarakat bagaimana Pemilihan Umum 2024 dibangun dengan pondasi manipulasi, pelanggaran hukum, dan pelanggaran etika yang terstruktur, sistematis, dan masif," tulis CALS.
Presiden Joko Widodo dan partai pendukung pun dinilai menggunakan cetak biru serupa untuk melanggengkan dinasti politik yang dilanjutkan oleh putranya.
Caranya, melalui perombakan hukum secara instan dengan menyalahgunakan institusi demokrasi, dalam hal ini mengotak-atik syarat usia calon kepala daerah agar sesuai dengan figur yang akan diusung.
"Pembangkangan konstitusi oleh Presiden Joko Widodo dan partai politik pendukungnya harus dilawan demi supremasi konstitusi dan kedaulatan rakyat," tuturnya.
Oleh karena itu, Constitutional and Administrative Law Society selaku forum independen pembelajar hukum konstitusi dan hukum administrasi negara di Indonesia menyerukan beberapa hal.
Pertama, presiden dan DPR menghentikan pembahasan revisi UU Pilkada dan mematuhi Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan Putusan Nomor 70/PUU-XXII/2024 tertanggal 20 Agustus 2024.
Kedua, KPU menindaklanjuti Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan Putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024 tertanggal 20 Agustus 2024.
Ketiga, jika revisi UU Pilkada dilanjutkan dengan mengabaikan putusan MK, pihaknya mengancam akan memboikot pilkada.
"Jika revisi UU Pilkada dilanjutkan dengan mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi, maka segenap masyarakat sipil melakukan pembangkangan sipil untuk melawan tirani dan autokrasi rezim Presiden Joko Widodo dan partai politik pendukungnya dengan memboikot Pilkada 2024," ujarnya. (**)
Kawal Putusan MK
DPR Setujui Putusan MK
DPR Setujui PKPU Pilkada
Sidang putusan MK
Aturan KPU Sesuai Putusan MK
Biodata Iqbal Ramadhan, Anak Eks Menteri Letjen TNI Purn Moerdiono yang Ditangkap Saat Demo di DPR |
![]() |
---|
'Saya Tidak Gunakan Nama Ayah' Pengakuan Iqbal, Anak Menteri Orba Ditangkap Polisi Saat Demo di DPR |
![]() |
---|
Sosok Iqbal Ramadhan, Anak Eks Letjen TNI dan Menteri yang Alami Penganiayaan saat Demo di DPR |
![]() |
---|
Honorer DPRD Provinsi Bengkulu Dilaporkan ke Polisi, Aniaya Mahasiswa saat Demo Kawal Putusan MK |
![]() |
---|
Demo Kawal Putusan MK di Bengkulu, Ormas-Pelajar Sampaikan 8 Tuntutan ke DPRD Mukomuko |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.