Pemakzulan Gibran Rakabuming

Makin Panas Pemakzulan Gibran, Advokat dan Purnawirawan TNI Sepakat Lengserkan Tapi DPR Slow Respon?

Makin memanas pemakzulan Gibran, advokat dan Purnawirawan TNI sepakat menginginkan Gibran lengser dari jabatannya sebagai Wakil Presiden. 

Editor: Rita Lismini
Facebook Gibran
PEMAKZULAN GIBRAN - Tangkapan layar foto Gibran yang ingin dimakzulkan sebagai Wakil Presiden oleh advokat dan Purnawirawan TNI, Sabtu (5/7/2025). 

Makin Panas Pemakzulan Gibran, Advokat dan Purnawirawan TNI Sepakat Lengserkan Tapi DPR Slow Respon?

TRIBUNBENGKULU.COM - Makin memanas pemakzulan Gibran sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia. 

Begitu kuatnya niat advokat dan Purnawirawan TNI menginginkan Gibran lengser dari jabatannya sebagai Wakil Presiden. 

Kali ini satuan advokat turut melayangkan somasi ke Wapres Gibran Rakabuming Raka.

Hal ini karena mereka menilai keberadaan Gibran dalam jabatan sebagai Wakil Presiden RI periode 2024-2029 telah mendelegitimasi Pemerintahan hasil Pemilu 2024.

Termasuk Gibran dicap membuat noda hitam dalam sejarah demokrasi dan ketatanegaraan Indonesia.

"Demi keabsahan dan legitimasi Pemerintah hasil Pemilu 2024, kami menyampaikan SOMASI PERTAMA dan TERAKHIR kepada Gibran agar dalam tempo 7 (tujuh) setelah menerima SOMASI ini, segera menyatakan MENGUNDURKAN DIRI dari Jabatan WAKIL PRESIDEN RI," bunyi somasi tersebut dalam rilis yang diterima Tribunnews.com, Rabu (2/7/2025)

"Apabila setelah lewat dari 7 (tujuh) hari setelah SOMASI ini diterima, Gibran tidak mengundurkan diri dari Jabatan WAKIL PRESIDEN RI, maka  kami akan membawa permasalahan ini sebagai ASPIRASI MASYARAKAT kepada MPR RI untuk menyelenggarakan sebuah SIDANG MPR RI guna MENDISKUALIFIKASI (BUKAN MEKANISME PEMAKZULAN) JABATAN WAKIL PRESIDEN atas nama Gibran Rakabuming Raka," 

Kata Ketua DPR RI Puan Maharani

Ketua DPR RI Puan Maharani menyatakan, hingga kini pimpinan DPR RI belum menerima surat pemakzulan Gibran Rakabuming Raka dari jabatan Wakil Presiden RI (Wapres) yang dilayangkan oleh Forum Purnawirawan TNI.

Belum diterimanya surat tersebut lantaran, kata dia, masa sidang DPR RI baru saja dibuka pada Selasa (24/6/2025) lalu setelah DPR menjalani masa reses.

"Surat belum kita terima karena baru hari Selasa dibuka masa sidangnya, masih banyak surat yang menumpuk," kata Puan saat jumpa pers di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (1/7/2025), dilansir Tribunnews.com. 

Meski begitu, Puan memastikan pimpinan DPR RI bakal membaca dan memproses surat tersebut apabila nantinya sudah diterima.

Dengan begitu, sejauh ini dapat dipastikan kalau surat yang dilayangkan oleh Forum Purnawirawan TNI masih berada di Sekretariat Jenderal (Setjen) DPR RI.

"Namun nanti kalau sudah diterima tentu saja kita akan baca dan kita akan proses sesuai dengan mekanismenya," kata dia.

Mantan Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) tersebut lantas memberikan alasan soal belum diterimanya juga surat tersebut meski sudah dilayangkan sejak jauh hari.

Kata Puan, surat memang sudah diterima oleh Setjen DPR sejak masa reses di pertengahan Juni kemarin, namun, DPR RI baru sekitar sepekan memasuki masa persidangan.

"Ya (surat dikirim) dalam masa reses, tapi kan dibukanya baru Selasa lalu masa sidangnya dan surat yang ada masih banyak sekali," tandas dia.

Purnawirawan TNI Geram 

Mantan Wakil Panglima TNI Jenderal (Purn) Fachrul Razi mengungkap rencana untuk mendekati Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), di tengah mandeknya usulan mereka di parlemen. 

Pendekatan kepada SBY disebut akan dilakukan secara informal untuk mencari tahu keberpihakannya dalam gerakan ini. 

"Kalau soal menemui itu kan bisa tertutup, ya. Mungkin nanti kita cari pendekatan-pendekatannya tidak formal," kata Fachrul Razi dalam jumpa pers di Jakarta Selatan, dikutip Rabu (2/7/2025).

Fachrul menilai SBY memiliki sikap yang berbeda dengan Presiden Jokowi pasca-pensiun dari jabatannya. Menurutnya, SBY tidak lagi ikut campur dalam urusan politik praktis, sebuah sikap yang dianggap kontras.

"Kalau Pak SBY berbeda banget dengan Pak Jokowi. Begitu selesai masa tugasnya, dia enggak cawe-cawe lagi. Sehingga kita ingin tahu bagaimana keberpihakannya terhadap apa yang sedang kita lakukan," jelas Fachrul.

Langkah ini diambil setelah surat usulan pemakzulan yang dikirim oleh Forum Purnawirawan Prajurit TNI ke DPR belum menunjukkan progres signifikan. 

Reaksi Pakar 

Refly mengatakan, surat usulan pemakzulan memang harus disampaikan ke DPR, namun 500-an wakil rakyat itu hanya instrumen.

Baginya, penentu sesungguhnya lanjut atau tidaknya pemakzulan tergantung elite politik.

“Makanya kan saya tadi bilang, bukan parlemen yang akan menentukan, tapi elite sama arus bawah. Kalau parlemen itu cuma instrumennya saja, cuma pintu masuknya saja,” tutur Refly dalam dialog Kompas Petang, Kompas TV, Rabu (2/7/2025).

Elite yang dimaksud Refly ada delapan orang. Dia pun menyebutkan beberapa nama di antaranya.

Jika merujuk peta politik DPR, delapan orang itu adalah para pemimpin partai yang ada di parlemen.

“Bukan mereka yang menentukan, bukan orang-orang di parlemen yang jumlahnya 500 an itu yang menentukan, tetapi para elite yang saya sebutkan tadi, Prabowo, Megawati, Surya Paloh, dan lain sebagainya, kira-kira delapan orang saja, SBY termasuk,” ujarnya menegaskan.

Selain para elite tersebut, kata dia, kelompok lain yang juga berpengaruh adalah kekuatan masyarakat.

Sebelumnya, dalam dialog yang sama, Refly menjelaskan, dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, upaya pemakzulan menggunakan diksi ‘Dan atau’.

Artinya, kata dia, saat berbicara tentang pemakzulan, bisa saja dilakukan terhadap presiden saja, wakil presiden saja, atau keduanya.

“Jadi kalau kita bicara impeachment, itu bisa terhadap presiden saja, terhadap wakil presiden saja, atau kedua-duanya.”

Oleh sebab itu, menurut dia, usulan pemakzulan tidak berkaitan dengan pemilihan satu paket presiden dan wakil presiden.

Ia juga menyampaikan bahwa tidak perlu urgensi untuk mengusulkan impeachment atau pemakzulan. Tetapi apakah seorang presiden dan wakil presiden memenuhi article of impeachment.

“Article of impeachment itu bukan atas putusan pengadilan negeri, bukan atas putusan mahkamah agung. Pertama proses politik di DPR, kemudian ke Mahkamah Konstitusi, balik ke DPR dan MPR.”

“Jadi DPR itu memang murni politik. Jadi nanti tergantung konstelasi politik yang ada. Kalau kita pakai hitung-hitungan, memang tidak akan maju. Tapi kan bukan hitung-hitungan yang akan menentukan. Yang menentukan itu dua hal, eskalasi dari bawah dan eskalasi dari atas, dari elite,” ujarnya.

 

Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved