Pembunuhan Gadis Penjual Gorengan

Tertunduk Lesu, Vonis Mati In Dragon Pembunuh Gadis Penjual Gorengan di Padang Pariaman

Editor: Yunike Karolina
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

SIDANG PUTUSAN - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pariaman menjatuhkan hukuman mati kepada In Dragon, terdakwa dalam kasus pembunuhan dan pemerkosaan terhadap seorang gadis penjual gorengan di Padang Pariaman, Sumatera Barat.

TRIBUNBENGKULU.COM - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pariaman menjatuhkan hukuman mati kepada In Dragon, terdakwa dalam kasus pembunuhan dan pemerkosaan terhadap seorang gadis penjual gorengan di Padang Pariaman, Sumatera Barat.

Vonis terhadap In Dragon atau pemilik nama asli Indra Septriaman sejalan dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang sebelumnya telah disampaikan dalam persidangan.

Dalam sidang pembacaan putusan, Hakim Ketua Dedi Kuswara menegaskan bahwa hukuman mati dijatuhkan setelah mempertimbangkan seluruh fakta yang terungkap selama proses persidangan.

Menurut majelis hakim, perbuatan terdakwa tergolong sangat keji dan tidak memberikan ruang untuk pengampunan. 

“Terdakwa terbukti secara sah telah melakukan pembunuhan berencana dan persetubuhan pada korban,” ujar hakim ketua dikutip saat pembacaan putusan di ruang sidang cakra Pengadilan Negeri Pariaman, Selasa (5/8/2025).

Dua tindakan terdakwa itu sesuai dengan dakwaan primer dan dakwaan alternatif yang dibacakan oleh JPU saat sidang pembacaan dakwaan.

Berdasarkan perbuatan tersebut majelis hakim menjatuhkan hukuman pidana mati pada terdakwa In Dragon dan terdakwa tetap ditahan.

Menanggapi putusan hakim, kuasa hukum In Dragon, Dafriyon mengaku akan langsung melakukan banding.

Menimbang adanya kekeliruan dari keputusan hakim terkait fakta dan barang bukti yang dihadirkan dalam persidangan.

“Kami akan langsung melakukan banding dan menyiapkan bahannya,” ujar Dafriyon.

Terpisah, JPU Wendri Finisa, mengambil sikap pikir-pikir dan memberikan laporan hasil putusan pada pimpinannya secara berjenjang. 

Sidang pembacaan putusan dihadiri oleh JPU, kuasa hukum, serta terdakwa In Dragon yang tampak mengenakan baju biru langit dan celana panjang hitam.

Sepanjang sidang berlangsung, In Dragon terlihat tertunduk di kursi pesakitan hingga hakim secara bergantian membacakan pertimbangan hukum.

Sidang putusan ini merupakan lanjutan setelah pembacaan pledoi dari kuasa hukum terdakwa.

Baca juga: Akhir Pelarian IS, Tersangka Pembunuhan Nia Kurnia Sari, Gadis Penjual Gorengan di Padang Pariaman

Kuasa Hukum Sebut Tuntutan JPU Terlalu Dipaksakan

Dalam berita sebelumnya, kuasa hukum terdakwa, Dafriyon, menilai tuntutan JPU yang menjerat In Dragon dengan pasal pembunuhan berencana terkesan dipaksakan.

Menurutnya, tidak ada saksi ahli maupun barang bukti yang menguatkan tuduhan pembunuhan berencana.

Ia menilai, sejak awal proses persidangan, fakta yang terungkap hanya menunjukkan adanya penganiayaan berat yang mengakibatkan korban meninggal dunia sebagaimana diatur dalam Pasal 351 ayat 3 KUHP.

“Jadi tuntutan ini kesannya dipaksakan dengan fakta yang kabur. JPU tetap memberi tuntutan pembunuhan berencana,” ujar Dafriyon.

Ia menambahkan, ahli forensik dalam persidangan menyatakan bahwa korban hanya mengalami memar-memar berdasarkan hasil autopsi dan meninggal akibat tekanan di bagian dada, bukan karena jeratan tali rafia seperti yang disebutkan JPU.

“Tali rafia yang dijadikan bukti pembunuhan berencana itu menurut kami hanya sebatas ikon,” ucapnya.

Dafriyon menilai, tuntutan JPU ini seolah menunjukkan keinginan untuk menjatuhkan hukuman berat pada kliennya, padahal tugas utama JPU hanyalah menghadirkan saksi, fakta, dan bukti di persidangan.

Kini, kasus ini akan berlanjut ke tingkat banding setelah kuasa hukum resmi mengajukan keberatan atas vonis hukuman mati yang dijatuhkan kepada In Dragon.

Pernyataan Mengejutkan In Dragon

Pernyataan mengejutkan terdakwa In Dragon yang mengaku pernah menitipkan sabu seberat 1,5 kilogram kepada Nia Kurnia Sari, gadis penjual gorengan yang kemudian ia bunuh dan perkosa, memicu kontroversi di ruang sidang.

Pengakuan itu membuat suasana Ruang Sidang Cakra Pengadilan Negeri Pariaman mendadak hening pada Selasa (10/6/2025), sebelum pecah oleh tangis histeris ibunda korban.

Sidang kedelapan kasus pembunuhan dan pemerkosaan ini menghadirkan agenda pemeriksaan terdakwa In Dragon.

Dipimpin oleh Ketua Pengadilan Kota Pariaman, Dedi Kuswara, sidang menyajikan drama baru yang sangat berbeda dari narasi awal.

In Dragon tampil lebih segar dengan potongan rambut Mohawk dan tanpa lebam di wajah, sangat kontras dengan penampilannya sembilan bulan lalu saat pertama kali diamankan dan duduk di kursi pesakitan.

Mengenakan baju tahanan biru dan didampingi empat penasihat hukum, ia mulai menyampaikan kesaksian yang mengejutkan, bertolak belakang dengan isi Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang sebelumnya dibuat di kepolisian.

Publik dikejutkan saat In Dragon mengaku telah enam kali bertemu dengan korban, Nia Kurnia Sari (NKS), sebelum tragedi pemerkosaan dan pembunuhan terjadi.

"Awal pertemuan saya dengan korban, di Simpang Sikumbang, kala itu saya membeli gorengan korban," ujarnya lirih di hadapan majelis hakim.

Kesaksian itu seolah meruntuhkan seluruh isi BAP dan narasi resmi kepolisian yang menyebut keduanya tidak saling mengenal, serta hanya bertemu beberapa kali tanpa komunikasi yang mendalam.

Lebih jauh, In Dragon mengaku sejak pertemuan pertama, ia telah menjalin komunikasi dengan NKS dan bahkan menitipkan sabu seberat 1,5 kilogram kepadanya.

Jumlah sabu yang fantastis ini langsung memicu kecurigaan majelis hakim, yang mempertanyakan alasan terdakwa menitipkan barang haram tersebut kepada korban.

"Soalnya kalau saya titipkan pada teman atau kenalan, barang tersebut sering mereka pakai tapi tidak mereka bayar. Jadi lebih aman saya titipkan pada korban," jawab In Dragon dengan suara pelan, hampir tak terdengar melalui pengeras suara.

Komunikasi antara keduanya ternyata cukup intens. In Dragon bahkan mengiming-imingi korban uang sebesar Rp7 juta jika bersedia menyimpan sabu itu, uang yang disebut-sebut akan digunakan NKS untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.

Awal Mula Konflik: Sabu Hilang, Kecurigaan Muncul

Konflik mulai muncul pada pertemuan berikutnya. Korban mengaku sabu yang dititipkan telah hilang dari tempat persembunyiannya di dekat pohon pisang di belakang rumah.

"Pernyataan korban, barang itu hilang dari tempat ia menyembunyikannya, di dekat pohon pisang di belakang rumahnya," ujar In Dragon, yang mengaku sempat mengonsumsi sabu itu seminggu sebelum membunuh NKS pada September 2024.

Pernyataan ini langsung dibantah oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), yang mengingatkan In Dragon pada isi BAP.

Dalam BAP tersebut, terdakwa mengaku tidak mengetahui di mana rumah korban hingga hari ia melakukan pembunuhan dan pemerkosaan.

JPU menegaskan bahwa BAP dibuat dengan prosedur sah, dalam kondisi sadar, didampingi penasihat hukum, serta dilengkapi tanda tangan, paraf, dan sidik jari terdakwa.

Sejumlah saksi yang dihadirkan JPU juga memperkuat BAP awal, menyatakan bahwa keduanya memang tidak saling mengenal.

Bahkan sebelum kejadian, In Dragon sempat menanyakan alamat rumah korban kepada beberapa saksi.

Bantahan keras juga datang dari ibu korban, Eli Marlina, yang bersumpah bahwa tidak ada pohon pisang di belakang rumahnya.

 

Artikel ini sebagian telah tayang di TribunPadang.com