Berita Bengkulu

Bengkulu Media Summit 2025: Media Lokal Harus Relevan, Bukan Sekadar Besar

Bengkulu Media Summit (BMS) 2025, yang resmi dibuka pada Rabu, 12 November 2025.

Editor: Yunike Karolina
HO TribunBengkulu.com
BENGKULU MEDIA SUMMIT - Bengkulu Media Summit (BMS) 2025, resmi dibuka pada Rabu, 12 November 2025. Hadir narasumber nasional, yakni Suwarjono, CEO Arkadia Digital Media Tbk, dan Eva Danayanti, Country Programme Manager International Media Support (IMS). 

Ringkasan Berita:
  • Bengkulu Media Summit (BMS) 2025, yang resmi dibuka pada Rabu 12 November 2025
  • Ikut hadir langsung narasumber nasional yakni Suwarjono CEO Arkadia Digital Media Tbk, dan Eva Danayanti Country Programme Manager International Media Support (IMS)
 

TRIBUNBENGKULU.COM -  Di tengah derasnya arus perubahan digital, masa depan media lokal bukan lagi tentang siapa yang paling besar, tetapi siapa yang paling relevan dengan publiknya.

Pesan itu menjadi sorotan utama dalam Bengkulu Media Summit (BMS) 2025, yang resmi dibuka pada Rabu, 12 November 2025.

Acara yang mempertemukan pengelola media lokal se-Provinsi Bengkulu ini menghadirkan lima narasumber nasional, di antaranya Suwarjono, CEO Arkadia Digital Media Tbk, dan Eva Danayanti, Country Programme Manager International Media Support (IMS).

Keduanya menyoroti dua sisi penting dari masa depan media: bisnis dan relevansi.

Suwarjono: “Inovasi, Kolaborasi, dan Ekosistem Jadi Nafas Baru Media”

Dalam paparannya, Suwarjono memetakan tantangan utama media lokal saat ini adalah melimpahnya platform digital, menurunnya pendapatan iklan, serta disrupsi besar akibat kehadiran kecerdasan buatan (AI) dan media sosial.

Menurutnya, kini semua media berlomba di ruang yang sama, di mana algoritma menentukan siapa yang terlihat dan siapa yang tenggelam.

“Audiens berpindah ke media sosial, dan iklan ikut berpindah ke sana. Kalau media tidak menguasai distribusi dan teknologi, maka akan tertinggal,” tegasnya.

Suwarjono menyoroti dominasi raksasa digital seperti Google, Meta, dan ByteDance (TikTok) yang kini menguasai sebagian besar pendapatan iklan global.

Kondisi ini menuntut media, terutama media lokal, untuk berpikir ulang tentang sumber pendapatan yang berkelanjutan.

“Kita tidak bisa lagi hanya mengandalkan iklan dan trafik. Media perlu melihat peluang lain seperti event, kolaborasi, pelatihan, bahkan model out of media business,” ujarnya.

Ia mendorong media lokal agar tidak berhenti menjadi ruang pemberitaan semata, melainkan berkembang menjadi “jembatan ekosistem lokal” tempat komunitas, pelaku UMKM, lembaga donor, dan pemerintah daerah bisa saling berinteraksi dan tumbuh bersama.

“Media lokal itu punya kekuatan: kedekatan dan kredibilitas di mata komunitasnya. Kekuatan ini yang harus dikapitalisasi menjadi ekosistem bisnis,” jelasnya.

Menurutnya, tak ada satu model bisnis yang bisa dijadikan rumus tunggal bagi semua media.

“Ada seratus media, mungkin ada seratus model bisnis berbeda. Karena konteks setiap daerah berbeda. Tapi prinsipnya sama: inovasi tiada henti, adaptasi, dan kolaborasi,” tambahnya.

Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved