Polemik Ijazah Jokowi

Bela Roy Suryo cs? Susno Duadji Kritik Penetapan Tersangka, 2 Hal Penting Tak Diungkap Polisi

Kapolda Metro Jaya, Irjen Pol Asep Edi Suheri mengumumkan penetapam tersangka Roy Suryo cs pada konferensi pers, Jumat (7/11/2025).

Editor: Yunike Karolina
Kolase Tribun Bengkulu
POLEMIK IJAZAH JOKOWI - Kolase foto ijazah dan Eks Bareskrim Polri Susno Duadji saat melakukan wawancara khusus dengan Direktur Pemberitaan Tribun Network, Febby Mahendra Putra di Studio Tribun Network, Jalan Palmerah Selatan, Jakarta Pusat, Senin (8/7/2024). Susno Duadji menyoroti dua hal penting yang belum diungkap polisi saat pengumuman tersangka Roy Suryo cs, pada Jumat (7/11/2025). 
Ringkasan Berita:
  • Kapolda Metro Jaya, Irjen Pol Asep Edi Suheri mengumumkan penetapam tersangka Roy Suryo cs pada Jumat 7 November 2025
  • Eks Kabareskrim Polri Susno Duadji kritik penetapan tersangka Roy Suryo cs
  • Susno Duadji menyoroti dua hal penting yang menurutnya belum dijelaskan oleh polisi saat pengumuman penetapan tersangka Roy Suryo cs

TRIBUNBENGKULU.COM - Respon Susno Duadji soal penetapan tersangka Roy Suryo cs dalam kasus dugaan pencemaran nama baik/fitnah ijazah palsu Mantan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi).

Susno Duadji adalah Mantan Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri.

Kapolda Metro Jaya, Irjen Pol Asep Edi Suheri mengumumkan penetapan tersangka Roy Suryo cs pada konferensi pers, Jumat (7/11/2025).

Susno menyoroti dua hal penting yang menurutnya belum dijelaskan oleh pihak kepolisian, yakni dasar penetapan status tersangka dan rincian alat bukti yang digunakan dalam kasus tersebut.

"Pertama, saya kan hanya mendengar lewat media sosial atau media konvensional," kata Susno, dikutip dari talkshow yang diunggah di kanal YouTube KompasTV, Minggu (9/11/2025).

"Polda Metro mengumumkan ada tiga klaster kalau enggak salah, tetapi tidak diberitahu misalnya alasannya menjadi tersangka sudah ada alat bukti berupa apa."

Susno Duadji juga menyoroti Polda Metro Jaya yang hanya menyatakan sudah memeriksa 152 saksi dan ahli serta menyita 723 barang bukti.

Menurut Susno, jumlah saksi dan ahli yang diperiksa tidak bisa menjadi patokan apakah suatu perkara sudah memiliki bukti yang cukup atau untuk menetapkan individu tertentu sebagai tersangka.

"Ya, hanya dijelaskan bahwa sudah sekian ratus saksi yang diperiksa, kemudian sekian banyak ahli. Mestinya, itu bukan menjadi patokan, menentukan bahwa suatu perkara itu cukup bukti atau tidak."

"Karena kewenangan untuk menentukan suatu tindak pidana cukup bukti atau tidak, untuk ditingkatkan dari penyelidikan menjadi penyidikan. Apalagi untuk menentukan seseorang atau beberapa orang menjadi tersangka itu full kewenangan dari penyidik Polri.

"Bukan ditentukan oleh banyaknya ahli yang diperiksa, bukan ditentukan oleh banyaknya saksi yang diperiksa."

Baca juga: Blak-blakan! Roy Suryo Sebut Jokowi Bohong soal Janji Tunjukkan Ijazah Asli di Sidang

Polda Metro Jaya Tidak Nyatakan Ijazah Jokowi Asli atau Tidak

Selanjutnya, Susno Duadji juga menyoroti Polda Metro Jaya yang tidak menyatakan ijazah Jokowi, sebagai objek yang dipersoalkan, benar-benar asli atau tidak.

Menurutnya, keaslian ijazah Jokowi penting untuk dibuktikan untuk menentukan apakah para tersangka terbukti melakukan pencemaran nama baik atau melanggar UU ITE.

"Nah, kemudian kita tidak mendengar juga pengumuman dari Polda Metro Jaya, apakah objek yang dipersoalkan, yaitu ijazahnya Pak Jokowi itu sah atau tidak atau asli atau tidak," papar purnawirawan polisi kelahiran Pagar Alam, Sumatera Selatan, 1 Juli 1954 itu.

"Kalau saya berpandangan ya, untuk menentukan apakah mereka yang tergolong dalam sekian kluster menjadi tersangka itu terbukti melakukan pelanggaran Undang-Undang ITE atau mencemarkan nama baik, itu harus dibuktikan dulu objek yang dipersoalkan, yakni ijazah."

"Dengan mengatakan bahwa ijazah Pak Jokowi palsu gitu atau tidak sah. Nah, itu harus dibuktikan palsu atau tidak sah-nya."

"Ya, syukur-syukur kalau Polda Metro Jaya sudah membuktikan bahwa ijazah itu asli," tambahnya.

Susno pun mempertanyakan siapa pihak yang paling berwenang memutuskan apakah ijazah Jokowi benar-benar asli, dan itu belum tentu Polda Metro Jaya.

"Nah, persoalannya adalah apakah untuk menentukan ijazah itu palsu atau asli adalah kewenangan dari Polda Metro Jaya," ujar Susno.

"Karena apa? Karena ada dua pihak yang berbeda pendapat, yaitu Pak Jokowi bersama UGM mengatakan itu asli, sedangkan para tersangka mengatakan tidak asli, palsu."

"Nah, ini siapa yang berwenang memutus?" imbuhnya.

Sebaiknya Dibawa ke Peradilan Tata Usaha Negara (TUN)

Selanjutnya, Susno menilai, sebaiknya keabsahan ijazah Jokowi diputuskan melalui Peradilan TUN atau Peradilan Tata Usaha Negara.

Sebab, ijazah adalah produk administrasi.

Sehingga, menurutnya, perkara ini juga harus dibawa ke Mahkamah Peradilan TUN.

"Kalau saya berpendapat, karena itu [ijazah] produk dari pejabat administrasi negara atau produk dari pejabat tata usaha negara, maka yang berwenang memutus adalah Peradilan TUN."

"Jadi bawa ke Mahkamah Peradilan TUN, yang akan menentukan apakah produk dari pejabat TUN berupa ijazah yang dipegang Pak Jokowi itu asli atau tidak," jelas Susno.

Susno menjelaskan, jika Mahkamah Peradilan TUN memutuskan bahwa ijazah Jokowi memang palsu, maka Roy Suryo cs tidak bisa dijadikan tersangka, dan Jokowi justru bisa jadi tersangka.

Begitu pula sebaliknya, jika ijazah ini dinyatakan asli oleh Mahkamah Peradilan TUN, maka Roy Suryo cs bisa ditetapkan sebagai tersangka karena sudah menuding palsu, mencemarkan nama baik, dan melanggar UU ITE.

"Kalau itu tidak asli, maka Pak Roy Suryo cs tidak bisa dijadikan tersangka, yang dijadikan tersangka adalah orang yang memegang ijazah yang tidak asli itu."

"Tapi kalau itu asli, kata pengadilan, maka benar mereka dijadikan tersangka. Karena ijazah asli dikatakan palsu, sehingga mencemarkan nama baik atau bisa juga dikategorikan melanggar UU ITE," tutur Susno.

Roy Suryo CS Resmi Tersangka

Polda Metro Jaya telah menetapkan delapan orang sebagai tersangka dalam kasus tuduhan ijazah palsu yang menyeret nama Jokowi pada Jumat (7/11/2025) lalu.

Tiga dari delapan tersangka tersebut adalah Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga RI Roy Suryo (RS), dokter Tifauziah Tyassuma alias dr Tifa (TT), serta ahli digital forensik Rismon Hasiholan Sianipar (RHS).

Penetapan tersangka muncul setelah pihak kepolisian melakukan gelar perkara.

Adapun Kapolda Metro Jaya Irjen Asep Edi Suheri menyebut, para ahli yang dilibatkan dalam gelar perkara ini berasal dari ahli pidana, ahli ITE, ahli sosiologi hukum, ahli komunikasi sosial, dan ahli bahasa.

Lalu, dari Itwasda, Wasidik, Propam, dan Bidkum serta dengan dukungan hasil penyidikan yang komprehensif, ilmiah, dan pemeriksaan berbagai ahli dari bidangnya masing-masing.

"Dalam prosesnya penyidik telah memeriksa 130 saksi dan 22 ahli dari berbagai bidang yang terdiri dari Dewan Pers, Keterbukaan Informasi Pusat, Dirjen Peraturan dan Perundang-Undangan Kemenkumham, Akademisi Digital Forensik, Asosiasi Digital Forensik, Praktisi Digital Forensik, Ahli Bahasa Indonesia, Ahli Sosiologi Hukum, Ahli Psikologi Massa, Ahli Komunikasi Sosial, Ahli Anatomi dari UI, Ahli Hukum ITE, Ahli Hukum Pidana, SDM Kesehatan Kemenkes, dan Lab Dokumen dan Digital Forensik," ungkap Asep, Jumat.

"Selain itu, penyidik juga telah menyita 723 item barang bukti, termasuk dokumen asli dari Universitas Gajah Mada yang menegaskan bahwa Ijazah Ir Haji Joko Widodo adalah asli dan sah. Hal tersebut diperkuat hasil pemeriksaan dari Pusulabfor Polri dalam aspek analog dan digital," tambahnya.

Delapan Tersangka, Dua Klaster

Polda Metro Jaya telah menetapkan delapan orang sebagai tersangka dalam kasus tudingan ijazah palsu yang menyeret nama Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi).

Kapolda Metro Jaya Irjen Asep Edi Suheri menjelaskan, delapan tersangka tersebut dibagi ke dalam dua klaster.

“Untuk klaster pertama, tersangkanya adalah ES, KTR, MRF, RE, dan DHL,” ujar Asep di Mapolda Metro Jaya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (7/11/2025), dilansir Wartakotalive.

Nama-nama tersebut ialah Eggi Sudjana (ES), Kurnia Tri Rohyani (KTR), M Rizal Fadillah (MRF), Rustam Effendi (RE), dan Damai Hari Lubis (DHL).

Sementara itu, klaster kedua terdiri atas mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Roy Suryo (RS), dokter Tifauziah Tyassuma alias dr Tifa (TT), serta ahli digital forensik Rismon Hasiholan Sianipar (RHS).

Menurut Asep, penetapan status tersangka dilakukan usai penyidik menemukan bukti bahwa para terduga diduga menyebarkan tuduhan palsu serta melakukan manipulasi dokumen ijazah dengan metode yang tidak ilmiah.

“Penyidik menyimpulkan bahwa para tersangka telah menyebarkan tuduhan palsu dan melakukan pengeditan serta manipulasi digital terhadap dokumen ijazah dengan metode analisis yang tidak ilmiah dan menyesatkan publik,” katanya. 

Pasal Berlapis

Klaster pertama dengan tersangka Eggi Sudjana, Kurnia Tri Rohyani, M Rizal Fadillah, Rustam Effendi, dan Damai Hari Lubis dijerat dengan Pasal 310 mengenai pencemaran nama baik dan fitnah, Pasal 311 tentang fitnah, Pasal 160 KUHP mengenai menghasut dan/atau Pasal 27A juncto Pasal 45 Ayat (4) dan/atau Pasal 28 Ayat 2 juncto Pasal 45A Ayat 2 UU ITE.

Pasal UU ITE yang dimaksud mengenai mengubah, manipulasi, menghasut, mengajak, menyebarkan informasi yang bertujuan menimbulkan kebencian hingga menyerang orang dengan cara menuduh.

Sementara, klaster kedua dengan tersangka Roy Suryo, Rismon Sianipar, dan Tifauzia Tyassuma dijerat dengan Pasal 310 KUHP mengenai pencemaran nama baik dan fitnah, Pasal 311 KUHP tentang fitnah, Pasal 32 Ayat 1 juncto Pasal 48 Ayat 1, Pasal 35 juncto Pasal 51 Ayat 1, Pasal 27A juncto Pasal 45 Ayat 4, Pasal 28 Ayat 2 juncto Pasal 45A Ayat 2 Undang-Undang ITE. 

Sementara pasal UU ITE tersebut mengenai mengubah, manipulasi, menghasut, mengajak hingga menyebarkan informasi yang bertujuan menimbulkan kebencian, serta menyerang orang dengan cara menuduh.

Dirkrimum Polda Metro Jaya Kombes Iman Imanuddin menjelaskan, pembagian klaster ini ditetapkan berdasarkan perbuatan delapan tersangka itu.

“Dan itu sesuai dengan apa yang dilakukan atau perbuatan hukum yang dilakukan oleh masing-masing tersangka, sehingga ini akan menentukan pertanggungjawaban hukum seperti apa yang harus dihadapi oleh tersangka. Jadi, clustering itu didasarkan pada perbuatan yang telah dilakukan,” jelas Iman, Jumat. 

Perbedaan dua klaster ini terdapat pada Pasal 160 KUHP yang hanya dijeratkan pada lima tersangka dalam klaster pertama yang disebut telah menghasut publik.

Sementara klaster kedua dijerat dengan Pasal 32 Ayat 1 juncto Pasal 48 Ayat 1 dan tambahan Pasal 35 juncto Pasal 51 Ayat 1.

Kedua sangkaan pasal ini membahas tentang perbuatan menghilangkan atau menyembunyikan informasi elektronik, dan memanipulasi atau memalsukan informasi agar terlihat asli.

Belum Ditahan

Meski telah ditetapkan sebagai tersangka, Roy Suryo Cs belum ditahan karena akan dilakukan pemanggilan terlebih dahulu, sesuai dengan aturan Undang-undang.

Terkait pemanggilan tersangka itu, Dirreskrimum Polda Metro Jaya, Kombes Iman Imanuddin menyatakan akan melakukan pemanggilan terhadap delapan tersangka.

Namun, belum diketahui pasti kapan Roy Suryo Cs akan dipanggil untuk diperiksa sebagai tersangka. 

Iman hanya mengatakan, pihaknya akan segera mengirimkan surat undangan pemeriksaan dan diharapkan para tersangka bisa hadir.

"Kami berharap mudah-mudahan dari para tersangka bisa memenuhi panggilan kami, sehingga hak yang bersangkutan sebagai warga negara untuk menyampaikan klarifikasinya dalam untuk berita acara itu dipenuhi juga oleh yang bersangkutan," ucapnya, Jumat (7/11/2025).

 

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved