Joko Widodo

Alasan Pendukung Jokowi Akan Demo Pakai CD dan BH ke Mabes Polri, Ternyata Menuai Reaksi Keras PDIP

Pendukung Jokowi ancam demo hanya pakai CD dan BH di Mabes Polri sebagai protes, tapi rencana itu malah disindir tajam PDIP.

|
Dok. Akun Instagram @prabowo
JOKO WIDODO - Mantan Presiden RI Joko Widodo berfoto bersama dengan Prabowo Subianto dan influencer di Magelang, Jawa Tengah, Senin (29/1/2024). Pendukung Jokowi ancam demo hanya pakai CD dan BH di Mabes Polri sebagai protes, tapi rencana itu malah disindir tajam PDIP. 

TRIBUNBENGKULU.COM - Sebuah ancaman aksi demonstrasi dengan cara tidak biasa mencuri perhatian publik.

Kelompok yang mengaku sebagai pendukung mantan presiden Joko Widodo mengancam akan melakukan aksi protes di Markas Besar Kepolisian RI (Mabes Polri) hanya dengan mengenakan bra (BH) dan celana dalam (CD).

Aksi ekstrem ini disebut sebagai bentuk kekecewaan terhadap banyaknya hinaan yang ditujukan kepada Joko Widodo.

Ancaman ini sontak memicu perhatian publik dan memunculkan perbincangan luas di media sosial.

Bahkan, rencana demonstrasi tersebut justru menuai reaksi keras dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).

Pernyataan mengejutkan tersebut terekam dalam sebuah video yang diunggah akun Instagram @kata_hati165. 

Dalam video tersebut, seorang perempuan yang mengatasnamakan organisasi perempuan pendukung Jokowi mengancam akan mengerahkan 500 anggotanya turun ke Mabes Polri.

Motivasinya jelas: menuntut aparat bertindak cepat.

"Jadi, kalau bisa Mabes Polri cepat menyelesaikan ini, kalau tidak saya organisasi perempuan, kita lima ratus perempuan berencana akan turun memakai BH dan celana dalam untuk Mabes Polri. Kita marah karena Pak Jokowi tiap hari di-bully," ujar perempuan tersebut dalam sebuah konferensi pers, seperti dikutip dari unggahan tersebut.

Fenomena ancaman demo dengan penampilan minim ini sontak memicu perhatian publik dan perbincangan panas di media sosial.

Mengingatkan kembali pada sejarah demonstrasi unik di Indonesia, mulai dari aksi serba pink hingga gerakan protes berujung kericuhan.

Ucapan kontroversial itu langsung menuai reaksi keras, termasuk dari kalangan politikus. 

Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Mohamad Guntur Romli, termasuk salah satu yang paling vokal mengkritik rencana tersebut.

Menurut Guntur Romli, alih-alih menjadi bentuk dukungan yang cerdas terhadap Presiden.

Aksi tersebut justru mempermalukan kaum perempuan secara keseluruhan. 

Ia menilai rencana tersebut adalah manifestasi dari fanatisme buta yang patut dikecam.

"Bukan Organisasi Perempuan tapi "Gerombolan Ternak" karena hanya ternak yang mau mempermalukan dirinya untuk menjilat junjungannya. Ini namanya pembodohan. Fanatisme yang harus dikecam. Tak boleh dimaklumi. Apalagi dibela," tulis Guntur Romli pada Sabtu (4/10/2025).

Hingga kini, publik menantikan tindak lanjut dari ancaman aksi gila tersebut.

Sekaligus melihat apakah aparat kepolisian akan merespons tuntutan pendukung Presiden untuk menindak para pem-bully Jokowi di ruang digital.

Kondisi Terkini Jokowi

Presiden ke-7, Joko Widodo atau Jokowi tidak hadir dalam perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) TNI ke-80 yang digelar di Monas, Jakarta Pusat, pada Minggu (6/10/2025). 

Ketidakhadiran ini menjadi sorotan, mengingat sejumlah mantan pemimpin nasional, termasuk Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Mantan Wakil Presiden Tri Sutrisno, tampak menghadiri acara tersebut.

Ajudan Presiden, Kompol Syarif Muhammad Fitriansyah, mengonfirmasi saat ini Jokowi sedang dalam masa pemulihan kesehatan.

Bahkan Jokowi disarankan untuk menghindari aktivitas di luar ruangan.

"Saat ini beliau masih proses pemulihan, dan dianjurkan agar tidak mengikuti kegiatan di luar ruangan yang terkena panas," terang Syarif melalui pesan singkat kepada awak media.

Syarif menjelaskan kondisi kesehatan Jokowi belum sepenuhnya pulih akibat penyakit yang dideritanya beberapa waktu belakangan. 

Sebelumnya, Jokowi diketahui mengalami alergi kulit yang menyebabkan iritasi.

Penyakit kulit tersebut pertama kali muncul setelah Jokowi menjalankan tugas sebagai delegasi perwakilan Pemerintah RI dalam kunjungan ke Vatikan beberapa bulan lalu.

Kondisi ini sempat menjadi perhatian publik setelah terlihat adanya bercak kemerahan di wajah dan leher Jokowi saat ia menghadiri sejumlah kegiatan resmi.

Dalam beberapa waktu, sempat beredar spekulasi di media sosial yang menyebut Jokowi menderita penyakit kulit langka dan serius, yakni Stevens-Johnson Syndrome (SJS). 

SJS adalah gangguan serius yang menyebabkan kulit melepuh dan mengelupas, dipicu oleh reaksi berlebihan sistem kekebalan tubuh terhadap obat atau infeksi.

Namun, kabar tersebut telah dibantah tegas oleh pihak Istana. 

Kompol Syarif Muhammad Fitriansyah memastikan bahwa kondisi Jokowi bukan penyakit berat, melainkan hanya alergi kulit biasa.

Tim Dokter Kepresidenan juga terus mendampingi dan memantau kondisi Jokowi sejak gejala muncul. 

Syarif menegaskan, meskipun dalam masa pemulihan, Presiden tetap menjalankan aktivitasnya dengan normal dan tidak ada tanda-tanda sakit serius yang perlu dikhawatirkan publik.

Adapun dugaan alergi tersebut muncul setelah Jokowi melakukan kunjungan kerja ke Vatikan pada 26 April 2025 untuk menghadiri pemakaman Paus Fransiskus.

Meskipun harus melewatkan perayaan HUT TNI, proses pemulihan Jokowi dipastikan berjalan lancar, dan publik diminta untuk tidak berspekulasi berlebihan mengenai kondisi kesehatannya.

Kasus Ijazah Palsu Jokowi Dibuka Lagi

Sementara itu, pakar telematika, Roy Suryo bersama tim hukumnya, datang ke Bareskrim Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (6/10/2025).

Hal tersebut untuk meminta agar penyelidikan kasus dugaan ijazah palsu Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi), dibuka kembali.

Kedatangan mereka turut disertai penyerahan surat resmi kepada Inspektorat Pengawasan Umum (Irwasum) Polri, serta salinan ijazah Jokowi yang telah dilegalisasi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).

"Kasus yang ada di Bareskrim ini harus dibuka kembali. Surat itu tadi sudah kami serahkan," ujar Roy Suryo kepada wartawan, Senin.

Tim hukum Roy Suryo yang diketuai Ahmad Khozinudin menilai laporan tersebut berkaitan dengan dugaan pelanggaran Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat. 

Khozinudin mempertanyakan dasar hukum penyelidik menghentikan perkara melalui surat keputusan.

“Penyelidik tidak memiliki kewenangan untuk menghentikan penyelidikan dalam bentuk surat keputusan seperti SP3,” katanya.

Bareskrim Polri sebelumnya menghentikan penyelidikan kasus ini sejak 22 Mei 2025. 

Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim, Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro, pada saat itu, menyatakan tidak ditemukan unsur pidana dalam laporan tersebut.

Dalam konferensi pers saat itu, Djuhandhani menjelaskan bukti dan dokumen pembanding dinilai identik atau berasal dari satu sumber yang sah. 

Hasil uji laboratorium forensik menunjukkan ijazah Jokowi asli, setelah dibandingkan dengan milik rekan seangkatan di Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada.

Penyerahan dokumen dilakukan langsung pihak UGM dan KPU, termasuk salinan ijazah yang telah dilegalisasi. 

Gabung grup Facebook TribunBengkulu.com untuk informasi terkini

Sebagian artikel ini telah tayang di Tribun Medan

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved