Kasus Bullying
Pengakuan MH Korban Bullying di SMPN 19 Tangsel Sebelum Tewas: Dilempar Kursi Besi
Kasus bullying yang menimpa MH (16) siswa SMPN 19 Tangsel sedang jadi sorotan publik, korban sampai meninggal dunia.
TRIBUNBENGKULU.COM - Kasus bullying yang menimpa MH (16) siswa SMPN 19 Tangsel sedang jadi sorotan publik.
Bagaimana tidak, korban sampai meninggal dunia karena di bully.
Selama ini MH menutupi tindakan bullying yang dialaminya.
Hal itu lantaran dirinya merasa takut menceritakan kejadian sebenarnya.
Mungkin saja korban mendapat tindakan ancaman dari pelaku sehingga menutupi kejadian bullying tersebut.
Namun, kakak korban menyadari ada yang tidak beres dari adiknya dan mulai mencari tahu penyebabnya.
Hingga akhirnya terungkaplah bahwa MH mendapat tindakan bullying dari teman sekolahnya sendiri.
Kakak MH, Rara mengungkap bahwa almarhum adiknya sempat bercerita soal kronologi ia mendapatkan perundungan dari teman sekelasnya pada 20 Oktober 2025.
Akibat dugaan pembullyan tersebut, MH pun mengalami luka parah hingga sempat koma di rumah sakit selama nyaris satu pekan.
Lantaran hal itu, MH pun akhirnya dinyatakan meninggal dunia pada Minggu (16/11/2025).
MH pertama kali masuk rumah sakit pada 9 November 2025.
Lalu di tanggal 11 November 2025, kondisi MH kian parah.
Diungkap Rara, sebelum kondisi MH memburuk, adiknya itu sempat bercerita panjang lebar soal kejadian perundungan yang ia dapatkan di sekolah.
Ternyata diakui korban, ia dibully sejak masuk SMPN 19 Tangsel.
Lalu puncaknya adalah di tanggal 20 Oktober 2025 itu, korban dilempar menggunakan kursi besi.
"Sebelum masuk rumah sakit itu dia pernah bicara empat mata dengan saya, kurang lebihnya dari awal MPLS sampai puncaknya di tanggal 20, saat pemukulan memakai kursi besi," imbuh Rara dilansir dalam tayangan tv one news, Senin (17/11/2025).
Sebelum menceritakan kepiluannya terkait perundungan, MH sempat menutupinya.
Hingga akhirnya Rara heran melihat perubahan fisik dari sang adik.
Rara cemas melihat mata adiknya terluka dan jalannya tak lagi tegap.
"Awalnya dari situ udah kelihatan, tapi dia enggak mau ngomong, jadi saya desak 'kenapa sih matanya kayak gitu, jalannya sempoyongan'. Akhirnya dia ngaku 'aku dipukul sama temanku'," ungkap Rara.
Tak cuma berlangsung sehari, pembullyan rupanya kerap didapatkan oleh korban semasa hidup.
Pernah suatu ketika, korban selesai menyantap Makan Bergizi Gratis (MBG) di sekolah.
Lalu secara mendadak pelaku memukuli korban dengan kakinya.
"Di hari yang sama itu selesai MBG, dia belum selesai nulis, jadi dia lanjutin nulis, lalu lengannya dipukul oleh pelaku memakai kaki sebanyak tiga kali," pungkas Rara.
Puncak dari perundungan itu diakui MH adalah saat ia sedang melaksanakan piket di kelas.
Secara tiba-tiba MH dilempar oleh pelaku menggunakan kursi besi.
"Lalu pas pulang sekolah, Hisyam ini piket di hari senin, saksi di sana ada tiga orang, Hisyam ini lagi melaksanakan satu hari satu kebaikan dengan mungut sampah di kolong meja, pelaku memukul dari belakang (korban)," ujar Rara.
Akibat kejadian itu, MH pun jatuh sakit lalu kondisinya kian memburuk sejak awal November 2025.
"Selama lima hari dia koma, belum sadar. Kami sepekan ini urus kesehatan almarhum dulu. Kesehatannya diutamakan," imbuh Rara.
Atas kasus tersebut, pihak keluarga sempat meminta tanggung jawab dari pihak sekolah dan pelaku.
Namun hasilnya kata pengacara korban tidak memuaskan.
"Pada 22 Oktober itu sudah duduk bersama dengan pihak sekolah, tapi itu hanya pernyataan dari pelaku yaitu menyetujui untuk membiayai pengobatan sampai pulih baik fisik maupun psikis. Tapi setelah itu dua hari berjalan, tidak ada itikad baik dari sekolah untuk mendatangi rumah korban," ujar Alfian, pengacara keluarga korban.
Karenanya, pihak keluarga MH akan membawa kasus kematian MH itu ke jalur hukum.
"Proses hukum akan tetap berlanjut dengan berbagai musyawarah dulu," kata Alfian.
Wartawan Diusir dari SMPN 19 Tangsel
Sejumlah wartawan diusir petugas keamanan sekolah saat hendak meliput perkembangan kasus dugaan perundungan di SMPN 19 Kota Tangerang Selatan, Senin (17/11/2025).
Peristiwa ini terjadi di tengah sorotan publik setelah seorang siswa, berinisial MH (13), meninggal dunia setelah seminggu menjalani perawatan rumah sakit.
Saat TribunTangerang.com berada di lokasi dan memasuki area SMPN 19 Tangsel, tidak ada pihak yang langsung menghalangi.
Para wartawan menunggu kepala sekolah di depan gedung, mengetuk pintu beberapa kali, tetapi tak ada respons.
Namun, secara tiba-tiba, seorang petugas keamanan datang mendekat dan berbicara dengan nada tegas.
Ia menyatakan wartawan tidak diperbolehkan berada di dalam sekolah. Petugas tersebut menyampaikan.
“Penyidik yang bilang gak boleh ada yang masuk ke sekolah," ucap petugas kemanan bernama Aldo di SMPN 19 Tangsel, Serpong, Tangsel, Senin (17/11/2025).
Ketika wartawan menegaskan maksud mereka ingin mengonfirmasi langsung ke kepala sekolah, petugas justru semakin keras.
Ia menyebut wartawan dilarang masuk dan selanjutnya mengusir mereka dari area sekolah.
Bahkan seorang Jurnalis Kompas.com, Intan Afrida mengaku mengalami perlakuan tidak menyenangkan saat mencoba meminta konfirmasi kepada kepala sekolah di sebuah sekolah negeri pada hari ini.
Intan menyebut, ia tiba di lokasi sekitar pukul 10 hingga 11 siang untuk mencari keterangan resmi terkait sebuah isu yang tengah diberitakan.
“Sampai sana emang kondisinya enggak ada pengamanan. Saya enggak melihat ada satpam. Bahkan pagar aja itu enggak dikunci,” ujar Intan Afrida Rafni, Serpong, Tangsel, Senin (17/11/2025).
Menurut Intan, saat tiba di sekolah, tidak tampak adanya petugas keamanan yang berjaga. Pagar sekolah juga dalam kondisi tertutup namun tidak dikunci. Ia kemudian masuk untuk menemui rekan sesama jurnalis yang sudah datang lebih dulu.
Intan mengatakan ia dan rekan-rekannya menunggu dengan sopan di area kantin, sembari berupaya menghubungi kepala sekolah. Ia mengaku telah menelepon hingga empat kali, namun tidak mendapat jawaban.
Karena tidak ada respons, Intan kemudian menuju ruang kepala sekolah. Ia mengaku sudah mengetuk pintu terlebih dahulu, namun tidak ada jawaban, sehingga memilih menunggu di depan ruangan.
"Kami tungguin di kantin sambil nelpon kepala sekolah. Saya udah nelpon empat kali, tapi enggak diangkat-angkat, Saya ketuk dulu pintu, tapi enggak ada jawaban, jadi saya tunggu di depan ruang kepala sekolah,” ujarnya.
Beberapa waktu kemudian, seorang pria yang mengaku dari pihak keamanan sekolah, bernama Aldo, datang dan menegur Intan.
Menurut Intan, teguran tersebut disampaikan dengan cara yang dianggap tidak etis serta menuduh dirinya tidak menghargai pihak keamanan.
"Dia ngomong yang menurut saya kurang etis. Bilang katanya saya enggak menghargai dia,” ujar Intan.
Intan menyebut, sikap tersebut membuatnya merasa tidak nyaman. Meski demikian, ia memutuskan untuk meninggalkan sekolah setelah terjadi adu pendapat singkat.
Ia menegaskan, jika memang ada larangan masuk bagi media, seharusnya informasi itu dapat disampaikan dengan baik tanpa menyinggung soal etika personal.
"Kalau memang dari awal media enggak boleh masuk, ya bilang saja. Enggak usah ngomong masalah etis dan enggak menghargai,” tegasnya
Hingga saat ini, Intan menyatakan belum menerima tanggapan apa pun dari pihak sekolah. Ia mengaku sudah menelepon dan mengirim pesan melalui WhatsApp kepada kepala sekolah untuk meminta klarifikasi, namun belum ada respons.
"Saya sudah nelpon dan mengirim WhatsApp ke kepala sekolah untuk minta klarifikasi soal ini, tapi enggak ada jawaban sama sekali,” ujar Intan.
TribunTangerang.com telah mencoba menghubungi Kepala Sekolah SMPN 19 Tangsel, Frida Tesalonik, namun hingga kini tidak mendapatkan jawaban. (m30)
Artikel ini telah tayang di Tribuntangerang.com
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/bengkulu/foto/bank/originals/Pengakuan-Korban-Bullying-di-SMPN-19-Tangsel-Sebelum-Tewas-Dilempar-Kursi-Besi.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.