Bayi Tewas di Rejang Lebong

Takut Diamuk Warga, Keluarga Serahkan Ayah Bayi yang Tewas Tangan Patah di Rejang Lebong ke Polisi

Polisi menahan Ro (40), warga Rejang Lebong, Bengkulu, karena diduga menganiaya bayinya hingga meninggal dunia pada Senin (10/11/2025).

|
Penulis: M Rizki Wahyudi | Editor: Ricky Jenihansen
M Rizki Wahyudi/Tribunbengkulu.com
DUGAAN KDRT - Unit PPA Satreskrim Polres dan UPTD PPA Rejang Lebong serta korban saat membahas dugaan kasus KDRT pada Selasa (12/11/2025). Seorang bayi malang berusia 5 bulan diduga menjadi korban KDRT hingga meninggal dunia. 
Ringkasan Berita:
  1. Polisi menahan Ro (40), warga Rejang Lebong, Bengkulu, karena diduga menganiaya bayi kandungnya berusia lima bulan hingga meninggal dunia.
  2. Bayi berinisial H ditemukan dalam kondisi mengenaskan, tubuh penuh lebam dan tangan diduga patah atau remuk.
  3. Kasus ini dilaporkan oleh ibu korban, Ul (34), yang juga menjadi korban kekerasan fisik di bagian wajah.
  4. Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Rejang Lebong masih menyelidiki kasus ini dengan mencari saksi dan bukti tambahan.

 

Laporan Wartawan TribunBengkulu.com, M. Rizki Wahyudi

TRIBUNBENGKULU.COM, REJANG LEBONG – Polisi menahan seorang ayah berinisial Ro (40), warga Desa Sinar Gunung, Kecamatan Sindang Dataran, Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu, yang diduga menganiaya bayi kandungnya berusia lima bulan hingga tewas pada Minggu (9/11/2025) lalu.

Ro ditahan setelah pihak keluarga menyerahkannya ke Polres Rejang Lebong pada Senin (10/11/2025) petang karena takut Ro diamuk warga.

Bayi berinisial H itu ditemukan dengan kondisi tubuh penuh lebam dan tangan diduga patah. 

Kasus ini kini ditangani Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Rejang Lebong.

Bayi malang tersebut diduga menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dilakukan oleh ayah kandungnya sendiri, Ro (40).

Kejadian itu telah dilaporkan dan kini dalam penyelidikan Unit PPA Satreskrim Polres Rejang Lebong.

Kasi Humas Polres Rejang Lebong, AKP Sinar Simanjuntak, mengatakan laporan tersebut saat ini masih ditindaklanjuti.

Dugaan kasus KDRT itu dilaporkan oleh istri terlapor, Ul (34). Hingga kini, penyebab pasti kematian bayi tersebut masih belum diketahui.

Sedangkan sang istri mengalami luka di bagian bibir akibat dipukul.

"Benar, masih proses penyelidikan oleh Unit PPA. Terkait penyebab kematian bayinya, masih belum diketahui," jelas Sinar.

Sinar menambahkan, pihak kepolisian tengah mencari saksi dan mengumpulkan bukti petunjuk lainnya.

Sementara itu, terduga pelaku KDRT telah diamankan di Polres Rejang Lebong dan kini masih menjalani pemeriksaan intensif.

"Untuk terduga pelaku atau terlapornya, sudah diamankan, diserahkan pihak keluarganya," tutup Sinar.

Informasi yang diterima TribunBengkulu.com menyebutkan, sebelum insiden tragis tersebut, pasangan Ro dan Ul sempat terlibat pertengkaran hebat pada Jumat (7/11/2025).

Saat itu, sang ibu berniat meninggalkan rumah dan pulang ke kediaman orang tuanya sambil membawa dua anaknya, termasuk bayi H. Pasangan ini diketahui memiliki tiga orang anak.

Namun di tengah perjalanan, sang ibu mengurungkan niatnya dan kembali ke rumah untuk menyerahkan bayi itu kepada suaminya.

Ia sempat berkata kepada suaminya, “uruslah anak kau.”

Tak disangka, setelah itu sang ibu mengaku mengalami kekerasan fisik.

Ia dipukul di bagian wajah hingga mengalami luka. Setelah kejadian tersebut, ia memutuskan meninggalkan rumah dan kembali ke kediaman orang tuanya.

Keesokan harinya, Minggu (9/11/2025), bayi H dilaporkan meninggal dunia.

Tubuhnya ditemukan dalam kondisi memprihatinkan, dengan tangan diduga patah atau remuk serta terdapat lebam di beberapa bagian tubuh.

Sebelumnya, bayi itu juga sempat mengalami demam tinggi.

Dalam keterangannya, sang ayah mengaku sempat mencengkeram tangan bayi saat rewel hingga menyebabkan patah atau remuk.

Ia mengaku panik karena bayi demam tinggi dan kemudian membawanya ke tukang urut untuk berobat.

Namun, upaya itu tidak berhasil menyelamatkan nyawa buah hatinya.

Pidana KDRT

Pasal KDRT yang Mengakibatkan Korban Meninggal Dunia
Lantas, apa hukuman untuk pelaku KDRT

Mengutip laman Hukum Online, ketentuan mengenai jerat pidana pelaku KDRT diatur di dalam Pasal 44 UU PKDRT yang berbunyi sebagai berikut:

Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah).

Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan korban mendapat jatuh sakit atau luka berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp 30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah).

Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengakibatkan matinya korban, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun atau denda paling banyak Rp 45.000.000,00 (empat puluh lima juta rupiah).

Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah).

Jika melihat rumusan pasal dalam UU PKDRT di atas, Tindakan kekerasan dalam rumah tangga hingga menyebabkan korban meninggal dunia dapat dikategorikan sebagai penganiayaan yang mengakibatkan matinya korban kecuali jika pelaku sedari awal berniat membunuh korban.

Mengapa tidak dikenakan pasal pembunuhan? Untuk menentukan pasal mana yang dikenakan pada pelaku KDRT hingga meninggal, maka perlu dipahami unsur kesengajaan atau niat yang dimiliki oleh pelaku (opzet), yang mengacu pada tujuan atau motif awal pelaku untuk melakukan tindak pidana dengan kesadarannya.

Gabung grup Facebook TribunBengkulu.com untuk informasi terkini

 

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved